Upaya Sediakan Vaksin Covid-19 untuk Warga Miskin Hadapi Tembok Tebal
loading...
A
A
A
JENEWA - Sebuah proyek kemanusiaan yang ambisius, mengirimkan vaksin Covid-19 untuk warga miskin di dunia menghadapi tembok tebal. Proyek ini berpotensi kekurangan uang, pesawat kargo, pendingin dan vaksin itu sendiri.
Dalam salah satu kendala terbesar, negara-negara kaya telah mengunci sebagian besar pasokan vaksin potensial dunia hingga tahun 2021. Sementara Amerika Serikat (AS) serta beberapa negara lainnya menolak untuk bergabung dengan proyek yang disebut COVAX tersebut.
(Baca: BPOM Klaim Tidak Ada Efek Samping Serius dari Hasil Uji Vaksin Corona )
COVAX dianggap sebagai cara memberi negara akses ke vaksin virus Corona, terlepas dari kekayaan mereka. Proyek itu dipimpin oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), GAVI, aliansi publik-swasta yang sebagian didanai oleh Bill & Melinda Gates Foundation dan Koalisi untuk Inovasi Kesiapsiagaan Epidemi (CEPI).
Tujuan COVAX adalah membeli 2 miliar dosis pada akhir tahun 2021, meskipun belum jelas apakah vaksin yang berhasil akan membutuhkan satu atau dua dosis untuk 7,8 miliar orang di dunia. Negara-negara yang ikut serta dalam proyek ini dapat membeli vaksin dari COVAX atau mendapatkannya secara gratis, jika diperlukan.
Satu masalah awal yang muncul, yakni beberapa negara terkaya di dunia menegosiasikan kesepakatan mereka sendiri secara langsung dengan perusahaan obat. Artinya mereka tidak perlu berpartisipasi sama sekali dalam upaya tersebut. China, Prancis, Jerman, Rusia, dan AS tidak berniat untuk bergabung.
Uni Eropa (UE) telah menyumbang USD 469 juta untuk mendukung COVAX, tetapi blok 27 negara tidak akan menggunakannya untuk membeli vaksin, dalam apa yang beberapa orang lihat sebagai mosi tidak percaya pada kemampuan proyek tersebut. Sebaliknya, UE telah menandatangani kesepakatannya sendiri untuk membeli lebih dari 1 miliar dosis, merampas COVAX dari kekuatan negosiasi massal untuk membeli vaksin untuk masyarakat Eropa.
GAVI, WHO, dan CEPI mengumumkan pada bulan September bahwa negara-negara yang mewakili dua pertiga populasi dunia telah bergabung dengan COVAX, tetapi mereka mengakui bahwa mereka masih membutuhkan sekitar USD 400 juta lebih banyak dari pemerintah atau organisasi lain. Tanpanya, GAVI tidak dapat menandatangani perjanjian untuk membeli vaksin.
(Baca: Penemuan Vaksin Covid-19 Tak Langsung Pulihkan Ekonomi Nasional )
COVAX memang telah mencapai kesepakatan besar minggu ini untuk 200 juta dosis dari pembuat vaksin India Serum Institute, meskipun perusahaan menjelaskan bahwa sebagian besar akan diberikan kepada orang-orang di India.
Hingga akhir tahun depan, GAVI memperkirakan, proyek tersebut membutuhkan dana lebih dari USD 5 miliar. COVAX mengatakan, negosiasi untuk mengamankan vaksin terus berlanjut meskipun kekurangan dana.
"Kami bekerja dengan pemerintah yang telah menyatakan minat sebelumnya untuk memastikan kami menerima perjanjian komitmen dalam beberapa hari mendatang. Tidak ada hal serupa yang pernah dicoba dalam kesehatan masyarakat. COVAX adalah proyek yang sangat ambisius. Tetapi itu adalah satu-satunya rencana di atas meja untuk mengakhiri pandemi di seluruh dunia," ucap Aurelia Nguyen dari GAVI, direktur pelaksana COVAX, seperti dilansir Channel News Asia.
Dalam salah satu kendala terbesar, negara-negara kaya telah mengunci sebagian besar pasokan vaksin potensial dunia hingga tahun 2021. Sementara Amerika Serikat (AS) serta beberapa negara lainnya menolak untuk bergabung dengan proyek yang disebut COVAX tersebut.
(Baca: BPOM Klaim Tidak Ada Efek Samping Serius dari Hasil Uji Vaksin Corona )
COVAX dianggap sebagai cara memberi negara akses ke vaksin virus Corona, terlepas dari kekayaan mereka. Proyek itu dipimpin oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), GAVI, aliansi publik-swasta yang sebagian didanai oleh Bill & Melinda Gates Foundation dan Koalisi untuk Inovasi Kesiapsiagaan Epidemi (CEPI).
Tujuan COVAX adalah membeli 2 miliar dosis pada akhir tahun 2021, meskipun belum jelas apakah vaksin yang berhasil akan membutuhkan satu atau dua dosis untuk 7,8 miliar orang di dunia. Negara-negara yang ikut serta dalam proyek ini dapat membeli vaksin dari COVAX atau mendapatkannya secara gratis, jika diperlukan.
Satu masalah awal yang muncul, yakni beberapa negara terkaya di dunia menegosiasikan kesepakatan mereka sendiri secara langsung dengan perusahaan obat. Artinya mereka tidak perlu berpartisipasi sama sekali dalam upaya tersebut. China, Prancis, Jerman, Rusia, dan AS tidak berniat untuk bergabung.
Uni Eropa (UE) telah menyumbang USD 469 juta untuk mendukung COVAX, tetapi blok 27 negara tidak akan menggunakannya untuk membeli vaksin, dalam apa yang beberapa orang lihat sebagai mosi tidak percaya pada kemampuan proyek tersebut. Sebaliknya, UE telah menandatangani kesepakatannya sendiri untuk membeli lebih dari 1 miliar dosis, merampas COVAX dari kekuatan negosiasi massal untuk membeli vaksin untuk masyarakat Eropa.
GAVI, WHO, dan CEPI mengumumkan pada bulan September bahwa negara-negara yang mewakili dua pertiga populasi dunia telah bergabung dengan COVAX, tetapi mereka mengakui bahwa mereka masih membutuhkan sekitar USD 400 juta lebih banyak dari pemerintah atau organisasi lain. Tanpanya, GAVI tidak dapat menandatangani perjanjian untuk membeli vaksin.
(Baca: Penemuan Vaksin Covid-19 Tak Langsung Pulihkan Ekonomi Nasional )
COVAX memang telah mencapai kesepakatan besar minggu ini untuk 200 juta dosis dari pembuat vaksin India Serum Institute, meskipun perusahaan menjelaskan bahwa sebagian besar akan diberikan kepada orang-orang di India.
Hingga akhir tahun depan, GAVI memperkirakan, proyek tersebut membutuhkan dana lebih dari USD 5 miliar. COVAX mengatakan, negosiasi untuk mengamankan vaksin terus berlanjut meskipun kekurangan dana.
"Kami bekerja dengan pemerintah yang telah menyatakan minat sebelumnya untuk memastikan kami menerima perjanjian komitmen dalam beberapa hari mendatang. Tidak ada hal serupa yang pernah dicoba dalam kesehatan masyarakat. COVAX adalah proyek yang sangat ambisius. Tetapi itu adalah satu-satunya rencana di atas meja untuk mengakhiri pandemi di seluruh dunia," ucap Aurelia Nguyen dari GAVI, direktur pelaksana COVAX, seperti dilansir Channel News Asia.
(esn)