Jokowi Wanti-wanti Soal Ketegangan Antar Negara Adidaya di Sidang Umum PBB
loading...
A
A
A
JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) memperingatkan bahwa stabilitas dan perdamaian global dapat dihancurkan jika persaingan geo-politik terus meningkat.
"Perang tidak akan menguntungkan siapa pun. Tidak ada gunanya merayakan kemenangan di antara reruntuhan. Tidak ada gunanya menjadi kekuatan ekonomi terbesar di tengah dunia yang sedang tenggelam," kata Jokowi dalam pidato pertamanya di depan Sidang Umum PBB .
Peringatannya itu muncul saat ketegangan antara Amerika Serikat (AS) dan China meningkat, termasuk di Laut China Selatan.
China mengklaim kedaulatan atas sebagian besar Laut China Selatan, posisi yang ditolak oleh Washington dan beberapa negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia , dengan mengutip ketentuan dalam Konvensi Hukum Laut PBB (UNCLOS).
Awal bulan ini, pemerintah Indonesia memprotes ketika kapal penjaga pantai China memasuki wilayah Laut China Selatan yang diklaimnya. Itu adalah insiden yang terbaru dari beberapa serangan China pada tahun lalu.(Baca juga: Debat di Radio, Indonesia Usir Kapal Coast Guard China dari Perairan Natuna )
"Prinsip-prinsip Piagam PBB dan hukum internasional seringkali diabaikan, termasuk penghormatan terhadap kedaulatan dan keutuhan wilayah," kata Jokowi seperti dilansir dari Reuters, Rabu (23/9/2020).
Bahaya ketegangan AS-China juga diangkat oleh presiden Filipina Rodrigo Duterte. Filipina memiliki klaim yang sama dengan China di Laut China Selatan.
"Mengingat ukuran dan kekuatan militer para pesaing, kami hanya bisa membayangkan dan terkejut dengan korban jiwa yang mengerikan dan harta benda yang akan ditimbulkan jika 'perang kata' memburuk menjadi perang senjata nuklir dan rudal yang sebenarnya," ujar kepada sidang umum PBB.
Jokowi mengatakan pandemi virus corona adalah masa persatuan global.
"Apa yang kami lihat, sebaliknya, adalah salah satu divisi yang dalam dan persaingan yang berkembang," katanya.
"Jika perpecahan dan persaingan terus berlanjut, maka saya khawatir pilar stabilitas dan perdamaian berkelanjutan akan runtuh atau bahkan (dihancurkan)," imbuhnya.
Ia mengatakan bahwa Indonesia akan menjadi "pembangun jembatan" dan mengadvokasi kesetaraan global.(Baca juga: Inggris, Prancis, dan Jerman Kecam Klaim China Atas Laut China Selatan )
"Perang tidak akan menguntungkan siapa pun. Tidak ada gunanya merayakan kemenangan di antara reruntuhan. Tidak ada gunanya menjadi kekuatan ekonomi terbesar di tengah dunia yang sedang tenggelam," kata Jokowi dalam pidato pertamanya di depan Sidang Umum PBB .
Peringatannya itu muncul saat ketegangan antara Amerika Serikat (AS) dan China meningkat, termasuk di Laut China Selatan.
China mengklaim kedaulatan atas sebagian besar Laut China Selatan, posisi yang ditolak oleh Washington dan beberapa negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia , dengan mengutip ketentuan dalam Konvensi Hukum Laut PBB (UNCLOS).
Awal bulan ini, pemerintah Indonesia memprotes ketika kapal penjaga pantai China memasuki wilayah Laut China Selatan yang diklaimnya. Itu adalah insiden yang terbaru dari beberapa serangan China pada tahun lalu.(Baca juga: Debat di Radio, Indonesia Usir Kapal Coast Guard China dari Perairan Natuna )
"Prinsip-prinsip Piagam PBB dan hukum internasional seringkali diabaikan, termasuk penghormatan terhadap kedaulatan dan keutuhan wilayah," kata Jokowi seperti dilansir dari Reuters, Rabu (23/9/2020).
Bahaya ketegangan AS-China juga diangkat oleh presiden Filipina Rodrigo Duterte. Filipina memiliki klaim yang sama dengan China di Laut China Selatan.
"Mengingat ukuran dan kekuatan militer para pesaing, kami hanya bisa membayangkan dan terkejut dengan korban jiwa yang mengerikan dan harta benda yang akan ditimbulkan jika 'perang kata' memburuk menjadi perang senjata nuklir dan rudal yang sebenarnya," ujar kepada sidang umum PBB.
Jokowi mengatakan pandemi virus corona adalah masa persatuan global.
"Apa yang kami lihat, sebaliknya, adalah salah satu divisi yang dalam dan persaingan yang berkembang," katanya.
"Jika perpecahan dan persaingan terus berlanjut, maka saya khawatir pilar stabilitas dan perdamaian berkelanjutan akan runtuh atau bahkan (dihancurkan)," imbuhnya.
Ia mengatakan bahwa Indonesia akan menjadi "pembangun jembatan" dan mengadvokasi kesetaraan global.(Baca juga: Inggris, Prancis, dan Jerman Kecam Klaim China Atas Laut China Selatan )
(ber)