Kasus COVID-19 AS Terbanyak Sedunia, Hillary Sindir 'America First' Trump
A
A
A
WASHINGTON - Jumlah kasus infeksi virus corona COVID-19 di Amerika Serikat (AS) mencapai 104.205 orang, angka terbanyak di dunia. Kondisi itu dimanfaatkan mantan Menteri Luar Negeri Hillary Clinton untuk menyindir slogan kampanye "America First" Presiden Donald Trump.
Data dari situs pelaporan online worldometers.info, pada saat ini (28/3/2020), menunjukkan Amerika memiliki 104.205 kasus dengan 1.701 orang di antaranya telah meninggal. Sebanyak 2.525 pasien disembuhkan.
Italia memiliki jumlah kasus terbanyak kedua di dunia, yakni 86.498 dengan 9.134 orang di antaranya telah meninggal. Sebanyak 10.950 pasien telah disembuhkan.
Kemudian China memiliki 81.394 kasus dengan 3.295 orang di antaranya meninggal. Sebanyak 74.971 pasien disembuhkan.
Lonjakan kasus infeksi di AS terjadi karena krisis test kit corona dalam beberapa hari terakhir. Hillary, yang merupakan rival Trump dalam pemilu 2016, memanfaatkan krisis COVID-19 untuk menyerang Trump.
"Dia memang menjanjikan 'America First'," tulis Hillary di Twitter dengan menautkan berita New York Times tentang jumlah kasus COVID-19 di Amerika. Slogan itu secara harfiah bermakna "Amerika yang pertama".
Namun, serangan Hillary menuai kecaman di Twitter. "Hapus akun Anda. Ini bukan waktunya. Ini tidak bisa menjadi normal baru, di mana tragedi Amerika bertepuk tangan demi oportunisme politik," tulis politisi Partai Republik, Dan Crenshaw.
"Ini semacam nada perayaan setan tentang orang Amerika yang sakit dan sekarat selama pandemi global yang mematikan, ini mengerikan," tulis wartawan Washington Examiner, Jerry Dunleavy.
"Hillary Clinton menggembar-gemborkan angka-angka yang merupakan hasil dari disinformasi China untuk membungkam Amerika dan orang Amerika yang sakit adalah pengingat yang cukup baik mengapa dia kalah pada 2016," kata penasihat senior Komite Senatorial Nasional Matt Whitlock.
Sementara itu, juru bicara Hillary, Nick Merrill kepada Fox News, mencoba membela komentar mantan kandidat presiden dalam pemilu 2016 lalu itu.
"Situasi di mana kita berada ternyata dapat dihindarkan, dan menunjukkan bahwa dengan merujuk pada retorika kosong Presiden (Trump) tidak lebih dari cara lain memohon dia untuk memimpin," katanya.
Hillary bukan satu-satunya yang menyerang Trump atas pendemi COVID-19 di AS. Koresponden GQ, Julia Ioffe, menuliskan komentar kasar.
"Siapa negara lubang kotoran sekarang?," tulis Ioffe di Twitter. Komentar itu merujuk pada kontroversi tahun 2018 seputar komentar yang diduga disampaikan Trump untuk menyindir sebuah negara di Afrika dalam pertemuan Gedung Putih. Namun, Trump pernah membantah membuat komentar kasar seperti itu.
Data dari situs pelaporan online worldometers.info, pada saat ini (28/3/2020), menunjukkan Amerika memiliki 104.205 kasus dengan 1.701 orang di antaranya telah meninggal. Sebanyak 2.525 pasien disembuhkan.
Italia memiliki jumlah kasus terbanyak kedua di dunia, yakni 86.498 dengan 9.134 orang di antaranya telah meninggal. Sebanyak 10.950 pasien telah disembuhkan.
Kemudian China memiliki 81.394 kasus dengan 3.295 orang di antaranya meninggal. Sebanyak 74.971 pasien disembuhkan.
Lonjakan kasus infeksi di AS terjadi karena krisis test kit corona dalam beberapa hari terakhir. Hillary, yang merupakan rival Trump dalam pemilu 2016, memanfaatkan krisis COVID-19 untuk menyerang Trump.
"Dia memang menjanjikan 'America First'," tulis Hillary di Twitter dengan menautkan berita New York Times tentang jumlah kasus COVID-19 di Amerika. Slogan itu secara harfiah bermakna "Amerika yang pertama".
Namun, serangan Hillary menuai kecaman di Twitter. "Hapus akun Anda. Ini bukan waktunya. Ini tidak bisa menjadi normal baru, di mana tragedi Amerika bertepuk tangan demi oportunisme politik," tulis politisi Partai Republik, Dan Crenshaw.
"Ini semacam nada perayaan setan tentang orang Amerika yang sakit dan sekarat selama pandemi global yang mematikan, ini mengerikan," tulis wartawan Washington Examiner, Jerry Dunleavy.
"Hillary Clinton menggembar-gemborkan angka-angka yang merupakan hasil dari disinformasi China untuk membungkam Amerika dan orang Amerika yang sakit adalah pengingat yang cukup baik mengapa dia kalah pada 2016," kata penasihat senior Komite Senatorial Nasional Matt Whitlock.
Sementara itu, juru bicara Hillary, Nick Merrill kepada Fox News, mencoba membela komentar mantan kandidat presiden dalam pemilu 2016 lalu itu.
"Situasi di mana kita berada ternyata dapat dihindarkan, dan menunjukkan bahwa dengan merujuk pada retorika kosong Presiden (Trump) tidak lebih dari cara lain memohon dia untuk memimpin," katanya.
Hillary bukan satu-satunya yang menyerang Trump atas pendemi COVID-19 di AS. Koresponden GQ, Julia Ioffe, menuliskan komentar kasar.
"Siapa negara lubang kotoran sekarang?," tulis Ioffe di Twitter. Komentar itu merujuk pada kontroversi tahun 2018 seputar komentar yang diduga disampaikan Trump untuk menyindir sebuah negara di Afrika dalam pertemuan Gedung Putih. Namun, Trump pernah membantah membuat komentar kasar seperti itu.
(mas)