Jalan Akhir Politik Mr M, dari Mahathir ke Mahathir

Selasa, 25 Februari 2020 - 06:13 WIB
Jalan Akhir Politik Mr M, dari Mahathir ke Mahathir
Jalan Akhir Politik Mr M, dari Mahathir ke Mahathir
A A A
PUTRAJAYA - Perpolitikan Malaysia kembali bergejolak. Perseteruan di internal partai koalisi Pakatan Harapan (PH) sejak akhir pekan lalu berujung dengan pengunduran diri Mahathir Mohamad sebagai perdana menteri (PM) Malaysia, kemarin.

Politikus berusia 94 tahun yang menjadi PM setelah menggabungkan kekuatan dengan Anwar Ibrahim demi mengakhiri dominasi UMNO yang dipimpin PM Nazib Razak dan Koalisi Barisan Nasional pada 2018, tidak lagi merasa selaras dengan PH.

Pengunduran diri ini secara resmi telah disampaikan kepada Raja Abdullah. Dengan demikian, masa depan kepemimpinan politik Malaysia kini berada di tangan Raja Abdullah, terlepas menetapkan PM baru melalui parlemen ataupun pemilu. Sampai berita ini diturunkan, Raja Abdullah tidak mengeluarkan keputusan.

Keputusan itu mengejutkan bagi sebagian orang, tapi tidak bagi sebagian yang lain. Pasalnya, Mahathir tidak benar-benar ingin meninggalkan posisi tersebut. Faktanya, seperti disampaikan Kepala Sekretaris PM Malaysia Mohad Zuki Ali, Mahathir masih menjadi PM sementara. Sebagian besar kubu politik di Malaysia juga mendukung Mahathir tetap menjadi PM.

“Mahathir mustahil kalah karena dia unggul di kepala maupun ekor. Ini hanyalah strategi politik khas di Asia,” kata Direktur Institut Tasmania Asia Universitas Tasmania, James Chin, dilansir The New Yorks Times.

Partai bentukan Mahathir, Malaysian United Indigenous Party (Bersatu), juga memutuskan keluar dari PH, kemarin. Tak lama berselang, Mahathir juga keluar dari Bersatu. Menteri Keuangan (Menkeu) Malaysia Lim Guan Eng memastikan Mahathir tidak keluar karena didasari ingin mengalahkan Anwar, tapi karena muak dengan oknum PH.

Seperti dilansir Sinar Harian, Mahathir dan elite pendukungnya menggelar rapat pada 21–23 Februari untuk membahas masa depan partai mereka, termasuk desas-desus rencana pembentukan pemerintah baru. PH adalah koalisi baru multipartai yang terdiri atas partai DAP, PKR, Amanah, Bersatu, Warisan, dan UPKO.

Mahathir tidak senang dengan permainan politik “pintu belakang” yang dituduhkan dilakukan beberapa pihak PH. Dia mengaku merasa dikhianati oleh oknum yang mencoba menggandeng oposisi seperti UMNO, PAS, dan GPS. Keretakan ini diperburuk dengan dipecatnya Ketua PKR Muhyiddin Yassin dan Azmin Ali.

Dr Muhammad Fathi Yusof dari Universitas Teknologi Malaysia juga menilai kemunduran Mahathir merupakan bentuk kekecewaan atas pendekatan PH dalam mengatasi berbagai perbedaan pandangan. “Pemecatan tokoh menyebabkan dukungan terhadap pemerintah berkurang sehingga jalan ini diambil,” katanya.

Anwar Ibrahim sejauh ini melihat kemunduran Mahathir didasari rumor adanya anggota PH yang bersekongkol dengan oposisi untuk membentuk pemerintahan baru. "Dia tidak ingin diperlakukan seperti itu. Maksudnya, dia tidak ingin diasosiasikan bekerja sama dengan mereka yang kami yakini korup,” ujar Anwar kepada awak media setelah bertemu Mahathir, dikutip Reuters. “Dia mengatakan dengan sangat jelas bahwa dia tidak mungkin bekerja sama dengan rezim sebelumnya,” katanya.

Dia memaklumi keputusan yang diambil Mahathir dan mengaku membujuknya kembali menjadi PM. Sama seperti Mahathir, Anwar juga menemui Raja Abdullah kemarin. Namun, selesai dari Istana Kerajaan Malaysia, Anwar tidak berkomentar banyak. Dia mengaku hanya bertukar pandangan dengan Raja Abdullah.

Sementara itu, seperti dilansir Free Malaysia Today, penunjukan PM baru akan diatur lebih lanjut nanti sesuai Pasal 42 (2) Konstitusi Federal Malaysia. Dengan demikian, sesuai titah Sultan Abdullah untuk mengikuti Konstitusi, PM baru akan ditetapkan berdasarkan suara mayoritas di Parlemen. (Baca: PM Mahathir Mundur Ditengah Kacaunya Politik Malaysia)

Sesuai dengan Pasal 43 (5), sebanyak 26 anggota kabinet yang saat ini bertugas di bawah pemerintahan Mahathir juga untuk sementara akan dicabut dari posisinya. “Seluruh posisi administrasi, baik wakil PM, menteri, wakil menteri, atau sekretaris politik akan ditarik,” ujar Kepala Sekretaris Pemerintah Malaysia Mohamed Zuki Ali.

Pakar politik Universitas Indonesia (UI) Valina Singkaber pendapat bahwa mundurnya Mahathir Mohamad sebagai Perdana Menteri (PM) Malaysia sebagai bentuk konsistensi. Sebelumnya, Mahathir memang menyatakan siap mundur setelah menjalankan roda pemerintahan selama dua tahun. “Saya kira itu sesuai janji mahathir untuk mundur setelah dua tahun,” kata Valina, kemarin.

Dia melihat, dari pernyataan mundurnya Mahathir itu tidak ada ucapan bahwa Anwar Ibrahim akan menggantikan politisi berusia 72 tahun itu.
Kekosongan jabatan yang ditinggalkan Mahathir, sebut Valina kemungkinan akan digantikan oleh Wakil PM. “Yang menarik tidak ada statement Mahathir bahwa penggantinya adalah Anwar Ibrahim. Ada Wakil PM maka sementara Wakil PM yang akan mengisi kekosongan PM setelah ditinggalkan,” ucapnya.

Dengan tidak secara resmi menyebut bahwa penggantinya adalah Anwar, maka Valina berpendapat ini dapat mempengaruhi politik dalam negeri Malaysia. Karena pasti akan ada pihak yang kecewa dengan harapan Anwar akan menggantikan Mahathir.

“Oleh karena Mahathir menjanjikan Anwar sebagai pengganti dan Mahathir dalam pengunduran dirinya kepada Raja tidak menyatakannya secara resmi, maka ini dapat menimbulkan kekecewaan pihak Anwar yang sudah lama menjanjikannya serta partai-partai koalisinya yang tergabung dalam Pakatan,” ucapnya.

Kondisi ini, sambung Valina, akan memunculkan dinamika politik baru di Malaysia. “Maka akan memunculkan dinamika politik baru di Malaysia terkait barisan koalisi partai-partai Mahathir dan barisan koalisi partai-partai Anwar,” tegasnya.

Banjir Dukungan

Mayoritas partai di Malaysia meminta Mahathir tetap menjadi PM. “Pintu terbuka lebar bagi Mahathir. Jika dia memilih untuk kembali menjadi PM, dia memiliki kebebasan untuk memilih mitranya atau siapa yang dia sukai untuk menjadi bagian dari kabinet,” ujar Ibrahim Suffian, direktur Pollster Merdeka Center. (Baca juga: Mundur dari PM Malaysia, Mahathir Panggil Anwar Ibrahim)

Secara konstitusional, anggota parlemen yang memiliki suara mayoritas di parlemen dapat mengajukan tuntutan untuk membentuk pemerintah baru. Ketetapan itu kemudian harus disetujui raja sebelum PM baru dapat dilantik. Jika tidak ada yang memiliki suara mayoritas di Parlemen, Malaysia akan menggelar pemilu.

Pengurus Bersatu Senator Razali Idris menilai keputusan Mahathir mundur dari posisi PM dan Bersatu keluar dari PH tepat, terutama dalam menyelesaikan pertikaian politik. “Sekarang kami mendukung penuh siapa saja yang dipilih Raja. Bersatu sudah keluar dari PH, jadi mungkin akan ada koalisi baru,” katanya.

Razali menambahkan, proses pelantikan PM baru kemungkinan tidak akan selesai dalam waktu dekat mengingat kurangnya suara mayoritas di parlemen. Namun, dia mengaku tetap mendukung Mahathir sebagai PM. Dukungan serupa juga mengalir dari anggota parlemen untuk Alor Gajah, Mohd Redzuan Yusof, DAP, da Amanah.

Gejolak politik di Malaysia yang berlangsung bersamaan dengan kekhawatiran penyebaran virus korona menyebabkan nilai mata uang, obligasi, dan pasar saham Malaysia anjlok. Nilai tukar ringgit turun sebesar 0,8%. Indeks pasar saham juga jatuh ke level terendah dalam delapan tahun terakhir, tak terkecuali obligasi.

“Dengan terjadinya ketidakstabilan politik seperti ini, Malaysia menjadi sangat sulit untuk menarik investor asing,” kata Jolynn Kek, kepala ekuitas BOS Wealth Management Malaysia. Menkeu Lim juga mengatakan kisruh politik telah berdampak terhadap upaya pemerintah dalam mengatasi perlambatan ekonomi. (Muh Shamil/Ratna Purnama/SINDOnews)
(ysw)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3516 seconds (0.1#10.140)