Pakistan Menghukum Mati 4 Pria karena Menghina Al-Qur'an
loading...

Pengadilan di Pakistan menjatuhkan hukuman mati kepada 4 pria atas tuduhan memposting materi yang menghina Al-Quran dan tokoh-tokoh Islam. Foto/Daily Sabah
A
A
A
ISLAMABAD - Pengadilan di Pakistan barat laut telah menjatuhkan hukuman mati kepada empat pria atas tuduhan penistaan agama. Keempat terdakwa dinyatakan bersalah telah mem-posting materi yang menghina Al-Qur'an dan tokoh-tokoh Islam.
Pada hari Sabtu, hakim pengadilan di Rawalpindi, Tariq Ayub, menjatuhkan hukuman mati kepada keempat pria tersebut dengan cara digantung. Mereka juga didenda lebih dari USD16.000.
Ayub mengatakan penghinaan terhadap tokoh-tokoh yang dianggap suci bagi umat Islam dan penghinaan terhadap Al-Qur'an adalah pelanggaran yang tidak dapat dimaafkan dan tidak pantas mendapatkan pengampunan.
Para terdakwa diidentifikasi sebagai Rana Usman, Ashfaque Ali, Salman Sajjad, dan Wajid Ali.
Berdasarkan undang-undang penistaan agama di Pakistan, siapa pun yang terbukti bersalah menghina agama Islam dapat dijatuhi hukuman mati.
Pengacara dari keempat terdakwa, Manzoor Rahmani, mengecam vonis mati tersebut.
"Keraguan dan ketidakpastian yang muncul dalam kasus-kasus seperti itu diabaikan oleh pengadilan," kata Rahmani.
"[Hal ini mungkin] terjadi karena ketakutan akan reaksi keras dari pihak otoritas agama dan potensi kekerasan massa terhadap hakim jika terdakwa dibebaskan,” ujarnya, seperti dikutip dari RFERL, Minggu (26/1/2025).
Rahmani mengatakan bahwa dia akan mengajukan banding terhadap putusan tersebut di Pengadilan Tinggi di provinsi Punjab bagian timur.
Menurut Komisi Amerika Serikat untuk Kebebasan Beragama Internasional (USCIRF), tuduhan penistaan agama, baik benar atau salah, sering kali berujung pada hukuman penjara yang panjang, hukuman mati, dan kurungan isolasi.
Para kritikus mengatakan undang-undang penistaan agama tersebut sering disalahgunakan untuk menyelesaikan masalah atau digunakan untuk menyasar anggota kelompok minoritas agama di Pakistan.
Sejak 1987, lebih dari 2.000 orang telah dituduh melanggar undang-undang penistaan agama. Hampir 100 orang telah dihukum mati tanpa pengadilan sementara puluhan lainnya masih dijatuhi hukuman mati, menurut USCIRF.
Para terdakwa pertama kali didakwa berdasarkan Undang-Undang Pencegahan Kejahatan Elektronik pada tahun 2022. Aktivis hak asasi manusia mengkritik undang-undang tersebut karena membatasi kebebasan berekspresi di Pakistan.
Minggu ini, pengawas hak asasi manusia mengkritik amandemen undang-undang yang diadopsi oleh Majelis Nasional atau majelis rendah Parlemen Pakistan pada 23 Januari. Amandemen tersebut memberi pemerintah kekuasaan yang luas untuk mengendalikan media sosial.
Pada hari Sabtu, hakim pengadilan di Rawalpindi, Tariq Ayub, menjatuhkan hukuman mati kepada keempat pria tersebut dengan cara digantung. Mereka juga didenda lebih dari USD16.000.
Ayub mengatakan penghinaan terhadap tokoh-tokoh yang dianggap suci bagi umat Islam dan penghinaan terhadap Al-Qur'an adalah pelanggaran yang tidak dapat dimaafkan dan tidak pantas mendapatkan pengampunan.
Para terdakwa diidentifikasi sebagai Rana Usman, Ashfaque Ali, Salman Sajjad, dan Wajid Ali.
Berdasarkan undang-undang penistaan agama di Pakistan, siapa pun yang terbukti bersalah menghina agama Islam dapat dijatuhi hukuman mati.
Pengacara dari keempat terdakwa, Manzoor Rahmani, mengecam vonis mati tersebut.
"Keraguan dan ketidakpastian yang muncul dalam kasus-kasus seperti itu diabaikan oleh pengadilan," kata Rahmani.
"[Hal ini mungkin] terjadi karena ketakutan akan reaksi keras dari pihak otoritas agama dan potensi kekerasan massa terhadap hakim jika terdakwa dibebaskan,” ujarnya, seperti dikutip dari RFERL, Minggu (26/1/2025).
Rahmani mengatakan bahwa dia akan mengajukan banding terhadap putusan tersebut di Pengadilan Tinggi di provinsi Punjab bagian timur.
Menurut Komisi Amerika Serikat untuk Kebebasan Beragama Internasional (USCIRF), tuduhan penistaan agama, baik benar atau salah, sering kali berujung pada hukuman penjara yang panjang, hukuman mati, dan kurungan isolasi.
Para kritikus mengatakan undang-undang penistaan agama tersebut sering disalahgunakan untuk menyelesaikan masalah atau digunakan untuk menyasar anggota kelompok minoritas agama di Pakistan.
Sejak 1987, lebih dari 2.000 orang telah dituduh melanggar undang-undang penistaan agama. Hampir 100 orang telah dihukum mati tanpa pengadilan sementara puluhan lainnya masih dijatuhi hukuman mati, menurut USCIRF.
Para terdakwa pertama kali didakwa berdasarkan Undang-Undang Pencegahan Kejahatan Elektronik pada tahun 2022. Aktivis hak asasi manusia mengkritik undang-undang tersebut karena membatasi kebebasan berekspresi di Pakistan.
Minggu ini, pengawas hak asasi manusia mengkritik amandemen undang-undang yang diadopsi oleh Majelis Nasional atau majelis rendah Parlemen Pakistan pada 23 Januari. Amandemen tersebut memberi pemerintah kekuasaan yang luas untuk mengendalikan media sosial.
(mas)
Lihat Juga :