Pandemi Corona Memburuk, Siswa Eropa Kembali Bersekolah
loading...
A
A
A
PARIS - Sebagian besar siswa di Eropa mulai melaksanakan aktivitas belajar- mengajar di sekolah. Mereka tetap menjalankan protokol kesehatan untuk mencegah penyebaran virus corona .
Di Prancis, para siswa kembali bersekolah pekan ini. Dengan angka infeksi virus corona Covid-19 yang masih tinggi, para orang tua patut cemas. Mereka berharap pemerintah dan pihak sekolah dapat menerapkan protokol kesehatan yang ketat sehingga sekolah tidak menjadi pusat pandemi seperti di Korea Selatan (Korsel). (Baca: 70 Rekannya Meninggal, Kini Para perawat Mulai Khawatir Tertular Covid-19)
Kecemasan serupa diungkapkan para guru. Namun, pemerintah bersikukuh sekolah harus kembali dibuka. Siswa di Prancis telah melalui liburan panjang musim panas selama dua bulan dan ditambah dua pekan dengan belajar dari rumah. Para guru dan siswa berusia 11-18 tahun diwajibkan mengenakan masker, baik di dalam ataupun luar kelas.
Para siswa di Belgia juga mulai kembali bersekolah pekan ini, sedangkan di Jerman beberapa hari lebih awal. Penggunaan masker hampir diwajibkan di seluruh wilayah Eropa Barat. Begitu pun dengan siswa di Yunani yang dijadwalkan akan kembali masuk sekolah pekan depan. Satu kelas di Yunani hanya boleh diisi 25 siswa.
Para siswa di Inggris dan Wales juga akan kembali membuka sekolah pekan ini setelah tutup selama enam bulan. Sebelumnya, Inggris dan Wales sempat tidak mewajibkan pemakaian masker di sekolah. Namun, setelah tingginya protes dari orang tua dan guru, kedua negara mengubah kebijakan tersebut dan menerapkan protokol kesehatan.
Berdasarkan peraturan terbaru, siswa di Inggris berusia 11-18 tahun, begitu pun dengan staf sekolah, wajib mengenakan masker selama berada di sekolah dan area publik. Di Spanyol, siswa tidak hanya wajib mengenakan masker saat pergi ke sekolah, tapi juga mencuci tangan sedikitnya lima kali sehari dan menjaga jarak sejauh 1,5 meter. (Baca juga: Hamas Sebut Kesepakatan UEA-Israel Memalukan)
Bagaimanapun, para guru dan orang tua di Spanyol masih merasa kurang cukup dengan protokol kesehatan yang diterapkan pemerintah. Guru di Fuenabrada, Mercedes Sardina, juga skeptis dengan perekrutan guru baru untuk menutupi kekurangan tenaga pendidik menyusul akan diperbanyaknya kelas mengajar.
“Semuanya dilakukan serbamendadak sehingga kami belum siap. Ibarat kata, kita mau menikah, tapi kita belum punya persiapan apa-apa, sedangkan tanggal pernikahan sudah dekat,” ujar Sardina, dikutip Reuters.
Para orang tua juga menilai peraturan pemerintah dalam penanggulangan Covid-19 tidak detail dan tidak cukup.
Di Prancis, Persatuan Guru juga menilai protokol kesehatan masih perlu diperluas dan ditimbang kembali. “Pemerintah terlalu fokus pada peraturan di dalam kelas. Mereka lupa siswa punya banyak aktivitas. Di perpustakaan, misalnya, apakah buku yang dikembalikan dapat dipinjam langsung siswa lain atau harus melewati prosedur?” kata guru Sophie Venetitay.
Para orang tua sebenarnya menghadapi dilema. Di satu sisi, mereka ingin anaknya kembali beraktivitas dan belajar di luar rumah. Di sisi lain, mereka cemas anaknya akan terinfeksi Covid-19. Dua putusan itu memiliki konsekuensinya masing-masing. Sekolah bahkan dapat ditutup kembali jika angka penularan terbilang tinggi.
Beberapa negara bagian di Amerika Serikat (AS) seperti Georgia, Mississippi, Tennessee, dan Indiana juga mulai membuka aktivitas sekolah. Namun, CNN melaporkan terjadi peningkatan hingga 90% kasus korona pada anak-anak di AS. Seperti dilaporkan American Academy of Pediatrics and the Children's Hospital Association, beberapa klaster terjadi di Florida, Georgia, dan Mississippi. (Baca juga: Begini Suasana Hari Pertama Pembatasan aktivitas Warga Depok)
Sementara itu, jumlah kasus Covid-19 di AS telah melampaui 6 juta atau hampir seperempat dari total kasus dunia. Data Universitas Johns Hopkins menyebutkan, 1 juta kasus baru dalam waktu kurang dari sebulan. Adapun lebih dari 183.000 orang telah meninggal dunia. Jumlah kasus secara global melampaui 25 juta, dengan lebih dari 846.000 kematian terkait Covid-19.
Sementara itu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperingatkan bahwa otorisasi darurat vaksin membutuhkan "keseriusan dan refleksi yang besar". Kepala ilmuwan WHO Soumya Swaminathan mengatakan setiap negara memiliki hak untuk menyetujui obat tanpa uji coba penuh, tetapi itu bukan sesuatu yang Anda lakukan dengan mudah. WHO mengatakan bahwa 33 vaksin potensial saat ini siap untuk memasuki tahap uji klinis dan 143 lainnya berada dalam tahap evaluasi praklinis.
Meskipun jumlah kasus harian telah menurun dalam beberapa pekan terakhir, AS masih menjadi negara yang paling terdampak di dunia dalam hal jumlah total kasus dan kematian. Pemerintahan Presiden Donald Trump telah berulang kali dikritik atas penanganan wabah tersebut. (Lihat videonya: Kericuhan Warnai Penobatan Sultan Sepuh XV Keraton Kesepuhan Cirebon)
Namun, juru bicara Gedung Putih Kayleigh McEnany mengatakan bahwa AS sedang mengatasi pandemi itu dengan baik. "Kami semangat ketika melihat penurunan kasus, kematian, dan rawat inap," katanya.
McEnany mengatakan AS memiliki salah satu tingkat kematian terendah di dunia. “Pengobatan kami bekerja dan menyelamatkan nyawa,” katanya. (Muh Shamil)
Di Prancis, para siswa kembali bersekolah pekan ini. Dengan angka infeksi virus corona Covid-19 yang masih tinggi, para orang tua patut cemas. Mereka berharap pemerintah dan pihak sekolah dapat menerapkan protokol kesehatan yang ketat sehingga sekolah tidak menjadi pusat pandemi seperti di Korea Selatan (Korsel). (Baca: 70 Rekannya Meninggal, Kini Para perawat Mulai Khawatir Tertular Covid-19)
Kecemasan serupa diungkapkan para guru. Namun, pemerintah bersikukuh sekolah harus kembali dibuka. Siswa di Prancis telah melalui liburan panjang musim panas selama dua bulan dan ditambah dua pekan dengan belajar dari rumah. Para guru dan siswa berusia 11-18 tahun diwajibkan mengenakan masker, baik di dalam ataupun luar kelas.
Para siswa di Belgia juga mulai kembali bersekolah pekan ini, sedangkan di Jerman beberapa hari lebih awal. Penggunaan masker hampir diwajibkan di seluruh wilayah Eropa Barat. Begitu pun dengan siswa di Yunani yang dijadwalkan akan kembali masuk sekolah pekan depan. Satu kelas di Yunani hanya boleh diisi 25 siswa.
Para siswa di Inggris dan Wales juga akan kembali membuka sekolah pekan ini setelah tutup selama enam bulan. Sebelumnya, Inggris dan Wales sempat tidak mewajibkan pemakaian masker di sekolah. Namun, setelah tingginya protes dari orang tua dan guru, kedua negara mengubah kebijakan tersebut dan menerapkan protokol kesehatan.
Berdasarkan peraturan terbaru, siswa di Inggris berusia 11-18 tahun, begitu pun dengan staf sekolah, wajib mengenakan masker selama berada di sekolah dan area publik. Di Spanyol, siswa tidak hanya wajib mengenakan masker saat pergi ke sekolah, tapi juga mencuci tangan sedikitnya lima kali sehari dan menjaga jarak sejauh 1,5 meter. (Baca juga: Hamas Sebut Kesepakatan UEA-Israel Memalukan)
Bagaimanapun, para guru dan orang tua di Spanyol masih merasa kurang cukup dengan protokol kesehatan yang diterapkan pemerintah. Guru di Fuenabrada, Mercedes Sardina, juga skeptis dengan perekrutan guru baru untuk menutupi kekurangan tenaga pendidik menyusul akan diperbanyaknya kelas mengajar.
“Semuanya dilakukan serbamendadak sehingga kami belum siap. Ibarat kata, kita mau menikah, tapi kita belum punya persiapan apa-apa, sedangkan tanggal pernikahan sudah dekat,” ujar Sardina, dikutip Reuters.
Para orang tua juga menilai peraturan pemerintah dalam penanggulangan Covid-19 tidak detail dan tidak cukup.
Di Prancis, Persatuan Guru juga menilai protokol kesehatan masih perlu diperluas dan ditimbang kembali. “Pemerintah terlalu fokus pada peraturan di dalam kelas. Mereka lupa siswa punya banyak aktivitas. Di perpustakaan, misalnya, apakah buku yang dikembalikan dapat dipinjam langsung siswa lain atau harus melewati prosedur?” kata guru Sophie Venetitay.
Para orang tua sebenarnya menghadapi dilema. Di satu sisi, mereka ingin anaknya kembali beraktivitas dan belajar di luar rumah. Di sisi lain, mereka cemas anaknya akan terinfeksi Covid-19. Dua putusan itu memiliki konsekuensinya masing-masing. Sekolah bahkan dapat ditutup kembali jika angka penularan terbilang tinggi.
Beberapa negara bagian di Amerika Serikat (AS) seperti Georgia, Mississippi, Tennessee, dan Indiana juga mulai membuka aktivitas sekolah. Namun, CNN melaporkan terjadi peningkatan hingga 90% kasus korona pada anak-anak di AS. Seperti dilaporkan American Academy of Pediatrics and the Children's Hospital Association, beberapa klaster terjadi di Florida, Georgia, dan Mississippi. (Baca juga: Begini Suasana Hari Pertama Pembatasan aktivitas Warga Depok)
Sementara itu, jumlah kasus Covid-19 di AS telah melampaui 6 juta atau hampir seperempat dari total kasus dunia. Data Universitas Johns Hopkins menyebutkan, 1 juta kasus baru dalam waktu kurang dari sebulan. Adapun lebih dari 183.000 orang telah meninggal dunia. Jumlah kasus secara global melampaui 25 juta, dengan lebih dari 846.000 kematian terkait Covid-19.
Sementara itu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperingatkan bahwa otorisasi darurat vaksin membutuhkan "keseriusan dan refleksi yang besar". Kepala ilmuwan WHO Soumya Swaminathan mengatakan setiap negara memiliki hak untuk menyetujui obat tanpa uji coba penuh, tetapi itu bukan sesuatu yang Anda lakukan dengan mudah. WHO mengatakan bahwa 33 vaksin potensial saat ini siap untuk memasuki tahap uji klinis dan 143 lainnya berada dalam tahap evaluasi praklinis.
Meskipun jumlah kasus harian telah menurun dalam beberapa pekan terakhir, AS masih menjadi negara yang paling terdampak di dunia dalam hal jumlah total kasus dan kematian. Pemerintahan Presiden Donald Trump telah berulang kali dikritik atas penanganan wabah tersebut. (Lihat videonya: Kericuhan Warnai Penobatan Sultan Sepuh XV Keraton Kesepuhan Cirebon)
Namun, juru bicara Gedung Putih Kayleigh McEnany mengatakan bahwa AS sedang mengatasi pandemi itu dengan baik. "Kami semangat ketika melihat penurunan kasus, kematian, dan rawat inap," katanya.
McEnany mengatakan AS memiliki salah satu tingkat kematian terendah di dunia. “Pengobatan kami bekerja dan menyelamatkan nyawa,” katanya. (Muh Shamil)
(ysw)