Jepang Tingkatkan Kewaspadaan terhadap Militer China yang Semakin Agresif
loading...
A
A
A
Dana tersebut akan digunakan untuk memodernisasi Pasukan Bela Diri (SDF) Jepang, meningkatkan sistem pertahanan rudal, dan mengembangkan kemampuan baru seperti pertahanan siber dan antariksa. Jepang juga telah memperdalam kemitraan keamanannya dengan sekutu utama, termasuk Amerika Serikat, Australia, dan India.
Kelompok QUAD, yang terdiri dari keempat negara tersebut, telah muncul sebagai landasan strategi Jepang untuk mempromosikan Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka. Latihan militer gabungan dan kolaborasi teknologi pertahanan secara berkala semakin memperkuat hubungan QUAD.
Selain itu, Jepang telah berupaya memperluas kemitraannya dengan negara-negara Asia Tenggara, dengan mengakui kekhawatiran bersama tentang tindakan China di Laut China Selatan. Dukungan Tokyo untuk pembangunan infrastruktur dan peningkatan kapasitas di kawasan tersebut merupakan bagian dari upaya yang lebih luas untuk mengimbangi pengaruh Beijing.
Dari sudut pandang Beijing, aktivitas militer dan tindakan ekonominya dibingkai sebagai respons defensif terhadap ancaman yang dirasakan dari Amerika Serikat dan sekutunya, termasuk Jepang. Pejabat China menuduh Tokyo terlalu dekat dengan Washington dan meningkatkan ketegangan dengan meningkatkan pengeluaran militernya dan berpartisipasi dalam latihan gabungan.
Sikap agresif China juga didorong oleh tujuan jangka panjangnya untuk menyatukan kembali Taiwan dengan daratan utama. Sementara Beijing bersikeras bahwa tindakannya ditujukan untuk menjaga integritas teritorial dan stabilitas regional, tindakan tersebut secara luas dipandang sebagai hal yang mengganggu stabilitas oleh negara-negara tetangganya.
Peran Amerika Serikat (AS) di kawasan tersebut merupakan faktor penting dalam dinamika Jepang-China. Aliansi keamanan Washington dengan Tokyo, yang dibentuk berdasarkan Perjanjian Keamanan Bersama AS-Jepang, tetap menjadi landasan strategi pertahanan Jepang.
AS juga telah meningkatkan kehadiran militernya di Indo-Pasifik, melakukan operasi kebebasan navigasi di Laut China Selatan, dan memperkuat hubungan dengan sekutu regional. Sementara AS secara konsisten menegaskan komitmennya untuk membela Jepang dan mendukung Taiwan, tindakannya juga menuai kritik tajam dari Beijing.
China memandang kehadiran AS sebagai upaya untuk menahan kebangkitannya dan melemahkan kedaulatannya. Meningkatnya ketegangan antara Jepang dan China menyoroti kompleksitas dalam menavigasi lanskap geopolitik yang berubah dengan cepat di Indo-Pasifik.
Kekhawatiran Menlu Jepang atas aktivitas militer China tidak hanya mencerminkan masalah bilateral, tetapi juga dinamika regional yang lebih luas yang melibatkan Taiwan dan Filipina. Saat kedua negara bergulat dengan tantangan ini, jalan ke depan akan bergantung pada keseimbangan antara pencegahan, diplomasi, dan dialog.
Kelompok QUAD, yang terdiri dari keempat negara tersebut, telah muncul sebagai landasan strategi Jepang untuk mempromosikan Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka. Latihan militer gabungan dan kolaborasi teknologi pertahanan secara berkala semakin memperkuat hubungan QUAD.
Geopolitik Indo-Pasifik
Selain itu, Jepang telah berupaya memperluas kemitraannya dengan negara-negara Asia Tenggara, dengan mengakui kekhawatiran bersama tentang tindakan China di Laut China Selatan. Dukungan Tokyo untuk pembangunan infrastruktur dan peningkatan kapasitas di kawasan tersebut merupakan bagian dari upaya yang lebih luas untuk mengimbangi pengaruh Beijing.
Dari sudut pandang Beijing, aktivitas militer dan tindakan ekonominya dibingkai sebagai respons defensif terhadap ancaman yang dirasakan dari Amerika Serikat dan sekutunya, termasuk Jepang. Pejabat China menuduh Tokyo terlalu dekat dengan Washington dan meningkatkan ketegangan dengan meningkatkan pengeluaran militernya dan berpartisipasi dalam latihan gabungan.
Sikap agresif China juga didorong oleh tujuan jangka panjangnya untuk menyatukan kembali Taiwan dengan daratan utama. Sementara Beijing bersikeras bahwa tindakannya ditujukan untuk menjaga integritas teritorial dan stabilitas regional, tindakan tersebut secara luas dipandang sebagai hal yang mengganggu stabilitas oleh negara-negara tetangganya.
Peran Amerika Serikat (AS) di kawasan tersebut merupakan faktor penting dalam dinamika Jepang-China. Aliansi keamanan Washington dengan Tokyo, yang dibentuk berdasarkan Perjanjian Keamanan Bersama AS-Jepang, tetap menjadi landasan strategi pertahanan Jepang.
AS juga telah meningkatkan kehadiran militernya di Indo-Pasifik, melakukan operasi kebebasan navigasi di Laut China Selatan, dan memperkuat hubungan dengan sekutu regional. Sementara AS secara konsisten menegaskan komitmennya untuk membela Jepang dan mendukung Taiwan, tindakannya juga menuai kritik tajam dari Beijing.
China memandang kehadiran AS sebagai upaya untuk menahan kebangkitannya dan melemahkan kedaulatannya. Meningkatnya ketegangan antara Jepang dan China menyoroti kompleksitas dalam menavigasi lanskap geopolitik yang berubah dengan cepat di Indo-Pasifik.
Kekhawatiran Menlu Jepang atas aktivitas militer China tidak hanya mencerminkan masalah bilateral, tetapi juga dinamika regional yang lebih luas yang melibatkan Taiwan dan Filipina. Saat kedua negara bergulat dengan tantangan ini, jalan ke depan akan bergantung pada keseimbangan antara pencegahan, diplomasi, dan dialog.
(mas)