Laporan Mengejutkan Pentagon: China Sudah Miliki 600 Senjata Nuklir!

Jum'at, 20 Desember 2024 - 08:10 WIB
loading...
Laporan Mengejutkan...
Laporan mengejutkan Pentagon menyebut China saat ini sudah memiliki sekitar 600 senjata nuklir. Foto/FAS
A A A
WASHINGTON - Setiap tahun Pentagon menyiapkan laporan khusus terperinci tentang militer China yang berkembang pesat dan mengirimkannya ke Kongres Amerika Serikat (AS) yang kemudian memeriksanya secara menyeluruh.

Pentagon terus mengawasi aktivitas militer Beijing dan melacak kemajuannya pada berbagai parameter setiap tahun.

Laporan tahun ini telah mengungkap sesuatu yang mengejutkan tentang persediaan senjata nuklir China.

Di era ketika fokus dunia tertuju pada denuklirisasi dan pelucutan senjata, Beijing terbukti paling aktif menambah persenjataan ke dalam persediaannya. Setidaknya 100 hulu ledak nuklir telah ditambahkan ke dalam gudang persenjataannya pada tahun 2024 saja.



Laporan Pentagon juga menyoroti bahwa China kini berupaya mempercepat laju produksi senjata nuklir yang lebih banyak dan melampaui batas 1.000 senjata nuklir pada tahun 2030. Menurut laporan tersebut, China saat ini memiliki sekitar 600 senjata nuklir dalam persediaannya.

"China memiliki persenjataan rudal hipersonik terdepan di dunia dan telah memajukan pengembangan teknologi rudal hipersonik konvensional dan bersenjata nuklir," bunyi laporan tersebut, yang dikutip Newsweek, Jumat (20/12/2024).

Laporan tersebut juga mencatat bahwa China akan terus menambah persenjataan nuklirnya setidaknya hingga tahun 2035.

China Lihai Rahasiakan Militernya


China merahasiakan segala hal yang berkaitan dengan militer dan pertahanannya. Beijing tidak pernah membocorkan informasi apa pun mengenai Angkatan Darat, Angkatan Udara, atau Angkatan Laut-nya, dan persenjataan yang mereka kendalikan.

Meskipun Beijing secara resmi mengumumkan anggaran pertahanan setiap tahun, Pentagon yakin bahwa itu bukanlah angka yang sebenarnya.

Pada tahun 2024, Beijing mengumumkan pengeluaran pertahanan tahunan sebesar USD224 miliar, tetapi laporan Pentagon mengungkapkan bahwa China telah menghabiskan setidaknya 40 persen lebih banyak dari yang dinyatakan secara resmi. Ini membuat anggaran pertahanan berada di kisaran USD350 miliar hingga USD450 miliar—atau sekitar setengah dari anggaran pertahanan AS, yang lebih dari USD880 miliar.

Penelitian Pentagon juga menyoroti fokus Beijing yang lebih luas untuk lebih memodernisasi militernya dengan mengembangkan berbagai rudal baru, termasuk rudal balistik antarbenua atau ICBM—baik konvensional maupun nuklir."Yang dapat menyerang Alaska, Hawaii, dan benua Amerika Serikat," papar laporan Pentagon.

Angkatan Laut China sudah menjadi yang terbesar di dunia dengan ukuran armada yang dinyatakan lebih dari 370 kapal permukaan dan kapal selam. Jumlah ini jauh lebih besar daripada armada Angkatan Laut AS, yang berjumlah 290 kapal permukaan dan kapal selam.

Angkatan Udara China juga merupakan kekuatan yang harus diperhitungkan karena memiliki lebih dari 1.200 jet tempur yang merupakan pesawat militer generasi keempat—setara dengan beberapa jet tempur tercanggih yang diproduksi oleh Amerika Serikat dan sekutunya di Eropa. Angkatan udara China memiliki kekuatan keseluruhan mendekati 2.000 pesawat, yang sangat besar.

Hubungan Pertahanan AS-China


Meskipun ada struktur dasar untuk pembicaraan pertahanan antara kedua negara, dan komunikasi memang berlangsung di tingkat junior, China telah menolak dialog atau kerja sama tingkat tinggi apa pun dengan AS.

Ketika Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin menghubungi Menteri Pertahanan China Dong Jun untuk bertemu di sela-sela pertemuan puncak pertahanan di Laos bulan lalu, yang terakhir menolaknya. Menteri Austin menyebutnya "sangat disayangkan" dan mengatakan bahwa sikap seperti itu merupakan "kemunduran bagi seluruh kawasan".

Presiden terpilih AS Donald Trump telah menunjuk dua orang yang sangat agresif terhadap China dalam pemerintahannya—Marco Rubio sebagai Menteri Luar Negeri dan Mike Walz sebagai Penasihat Keamanan Nasional AS.

Pemerintah China telah menjatuhkan sanksi kepada Marco Rubio, dan pada tahun 2020 telah melarangnya memasuki negara itu lagi—sesuatu yang perlu dipertimbangkan kembali oleh Beijing saat dia menjabat sebagai Menteri Luar Negeri.

Beberapa minggu sebelum pemerintahan Trump mengambil alih kekuasaan, pejabat NSA Mike Waltz telah mendesak Presiden terpilih Donald Trump untuk "segera mengakhiri konflik di Ukraina dan Timur Tengah untuk melawan ancaman yang lebih besar dari Partai Komunis China".
(mas)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0789 seconds (0.1#10.140)