AS: Mohammed bin Salman Bersikeras Harus Ada Negara Palestina sebelum Normalisasi dengan Israel
loading...
A
A
A
“Sejauh Arab Saudi bersikeras pada hal itu sebelum 7 Oktober, sekarang mereka semakin yakin. Dan saya mendengar ini langsung dari MBS, dari Mohammed bin Salman, tentang pandangannya tentang perlunya memiliki jalur yang jelas dan kredibel menuju sebuah negara [Palestina],” kata Blinken.
Dia menambahkan bahwa 70 persen penduduk Arab Saudi lebih muda dari sang putra mahkota.
“Mereka telah melihat apa yang terjadi sejak 7 Oktober di Gaza. Mereka terpukul dengan ini. Penduduk di sekitar wilayah terpukul dengan ini. Jadi, saya pikir ada keuntungannya,” kata Blinken.
Namun demikian, Blinken mengatakan Israel belum siap untuk berdiskusi tentang Negara Palestina, dengan merujuk pada serangan Hamas 7 Oktober 2023.
Blinken juga menyoroti trauma yang dialami warga Palestina selama setahun terakhir. “Namun ketika konflik di Gaza berakhir, ketika orang-orang mampu mengambil sedikit jarak dan melihat jangka panjang dan bagaimana mereka dapat menjamin keamanan mereka dengan sebaik-baiknya, saya pikir jalur ini akan menjadi lebih kredibel lagi,” katanya.
Ketika ditanya apakah ada situasi yang memungkinkan solusi satu negara, Blinken menunjuk ke 7 juta warga Israel dan 5 juta warga Palestina.
“Keduanya tidak akan ke mana-mana. Dan saya pikir jika Anda melihat kemungkinan bagaimana mereka hidup berdampingan, bukannya melawan, Anda tetap akan kembali ke dua negara, dan warga Palestina berhak atas penentuan nasib sendiri dan negara mereka sendiri," paparnya.
Menurut Blinken, meskipun Israel tidak bisa menerima berdirinya Negara Palestina karena perlawanan, ada peluang kuat untuk memiliki jalur yang terikat waktu dan berdasarkan kondisi menuju terciptanya Negara Palestina.
“Warga Palestina harus tahu bahwa akan ada realisasi negara dalam kurun waktu tertentu. Warga Israel harus tahu bahwa itu hanya dapat terjadi jika kondisi tertentu terpenuhi yang benar-benar menjamin keamanan Israel,” kata diplomat tertinggi AS tersebut.
Dia menambahkan bahwa 70 persen penduduk Arab Saudi lebih muda dari sang putra mahkota.
“Mereka telah melihat apa yang terjadi sejak 7 Oktober di Gaza. Mereka terpukul dengan ini. Penduduk di sekitar wilayah terpukul dengan ini. Jadi, saya pikir ada keuntungannya,” kata Blinken.
Namun demikian, Blinken mengatakan Israel belum siap untuk berdiskusi tentang Negara Palestina, dengan merujuk pada serangan Hamas 7 Oktober 2023.
Blinken juga menyoroti trauma yang dialami warga Palestina selama setahun terakhir. “Namun ketika konflik di Gaza berakhir, ketika orang-orang mampu mengambil sedikit jarak dan melihat jangka panjang dan bagaimana mereka dapat menjamin keamanan mereka dengan sebaik-baiknya, saya pikir jalur ini akan menjadi lebih kredibel lagi,” katanya.
Ketika ditanya apakah ada situasi yang memungkinkan solusi satu negara, Blinken menunjuk ke 7 juta warga Israel dan 5 juta warga Palestina.
“Keduanya tidak akan ke mana-mana. Dan saya pikir jika Anda melihat kemungkinan bagaimana mereka hidup berdampingan, bukannya melawan, Anda tetap akan kembali ke dua negara, dan warga Palestina berhak atas penentuan nasib sendiri dan negara mereka sendiri," paparnya.
Menurut Blinken, meskipun Israel tidak bisa menerima berdirinya Negara Palestina karena perlawanan, ada peluang kuat untuk memiliki jalur yang terikat waktu dan berdasarkan kondisi menuju terciptanya Negara Palestina.
“Warga Palestina harus tahu bahwa akan ada realisasi negara dalam kurun waktu tertentu. Warga Israel harus tahu bahwa itu hanya dapat terjadi jika kondisi tertentu terpenuhi yang benar-benar menjamin keamanan Israel,” kata diplomat tertinggi AS tersebut.
(mas)