Netanyahu Kunjungi Wilayah Suriah yang Baru Dicaplok Israel
loading...
A
A
A
GOLAN - Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu mengatakan pasukan Israel akan tetap berada di zona penyangga di wilayah Suriah yang baru direbut hingga kesepakatan dengan Damaskus dibuat "yang menjamin keamanan Israel."
Didampingi Menteri Pertahanan Israel Katz, Kepala Staf IDF Letnan Jenderal Herzi Halevi, dan pejabat tinggi militer lainnya, Netanyahu mengunjungi puncak gunung strategis di Suriah, tepat di utara Dataran Tinggi Golan yang diduduki Israel.
Israel mengerahkan pasukan untuk menguasai wilayah tersebut di tengah kekacauan setelah jatuhnya pemerintahan Assad awal bulan ini.
"Saya berada di puncak Gunung Hermon bersama komandan senior untuk menilai situasi dan menentukan pengaturan terbaik yang menjamin keamanan kita," ujar Netanyahu dalam pidato video yang dibagikan di semua akun media sosialnya dalam berbagai bahasa.
Berdiri di puncak tertinggi di wilayah tersebut, pemimpin Israel tersebut merenungkan masa lalunya, dengan mengatakan, "Saya berada di sini 53 tahun yang lalu sebagai seorang prajurit. Tempat ini tidak berubah, tetapi pentingnya tempat ini bagi keamanan kita telah tumbuh secara signifikan."
Katz menekankan signifikansi strategis Gunung Hermon, dengan mencatat gunung tersebut menyediakan kemampuan pengawasan penting untuk memantau aktivitas Hizbullah di Lembah Bekaa, Lebanon.
Dataran Tinggi Golan, yang sebelumnya merupakan bagian dari Provinsi Quneitra di Suriah, direbut oleh Israel selama Perang Enam Hari tahun 1967 dan dianeksasi secara sepihak pada tahun 1981.
Klaim Israel atas wilayah tersebut ditolak masyarakat internasional, kecuali Amerika Serikat (AS), yang secara resmi mengakui kedaulatan Israel atas Dataran Tinggi Golan pada tahun 2019 di bawah Presiden Donald Trump.
Perserikatan Bangsa-Bangsa dan beberapa negara Arab telah mengutuk serangan terbaru Israel yang lebih dalam ke wilayah Suriah, dengan seorang juru bicara PBB menyatakan pendudukan tetaplah pendudukan, terlepas dari durasinya.
Rusia juga telah menyatakan keprihatinannya atas tindakan Israel. Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Ryabkov memperingatkan pada hari Senin agar "orang-orang pemarah" di Israel tidak "mabuk oleh peluang" yang dihadirkan oleh krisis di Suriah.
Dia menekankan aneksasi Dataran Tinggi Golan "sama sekali tidak dapat diterima" dan meminta Israel sepenuhnya melaksanakan perjanjian pelepasan diri tahun 1974.
Jatuhnya pemerintahan Assad telah menciptakan kekosongan kekuasaan di Suriah, dengan kelompok pemberontak Hayat Tahrir al-Sham (HTS) memperoleh kendali.
Para pemimpin HTS mengkritik kehadiran militer Israel yang diperluas tetapi menyatakan mereka tidak mencari konflik dengan Zionis.
Israel "tidak campur tangan dalam apa yang terjadi di Suriah" dan "tidak memiliki niat untuk mengelola Suriah," menurut Kepala Staf IDF Herzi Halevi sebelumnya.
Selain maju di Dataran Tinggi Golan, IDF telah mengebom lapangan udara, baterai antipesawat, dan depot senjata di seluruh Suriah untuk mencegah senjata itu jatuh ke tangan HTS dan kelompok bersenjata lainnya, beberapa di antaranya didukung Turki.
Baca Juga: Sekutu Terus Tergerus, Sampai Kapan Iran Akan Bertahan?
Didampingi Menteri Pertahanan Israel Katz, Kepala Staf IDF Letnan Jenderal Herzi Halevi, dan pejabat tinggi militer lainnya, Netanyahu mengunjungi puncak gunung strategis di Suriah, tepat di utara Dataran Tinggi Golan yang diduduki Israel.
Israel mengerahkan pasukan untuk menguasai wilayah tersebut di tengah kekacauan setelah jatuhnya pemerintahan Assad awal bulan ini.
"Saya berada di puncak Gunung Hermon bersama komandan senior untuk menilai situasi dan menentukan pengaturan terbaik yang menjamin keamanan kita," ujar Netanyahu dalam pidato video yang dibagikan di semua akun media sosialnya dalam berbagai bahasa.
Berdiri di puncak tertinggi di wilayah tersebut, pemimpin Israel tersebut merenungkan masa lalunya, dengan mengatakan, "Saya berada di sini 53 tahun yang lalu sebagai seorang prajurit. Tempat ini tidak berubah, tetapi pentingnya tempat ini bagi keamanan kita telah tumbuh secara signifikan."
Katz menekankan signifikansi strategis Gunung Hermon, dengan mencatat gunung tersebut menyediakan kemampuan pengawasan penting untuk memantau aktivitas Hizbullah di Lembah Bekaa, Lebanon.
Dataran Tinggi Golan, yang sebelumnya merupakan bagian dari Provinsi Quneitra di Suriah, direbut oleh Israel selama Perang Enam Hari tahun 1967 dan dianeksasi secara sepihak pada tahun 1981.
Klaim Israel atas wilayah tersebut ditolak masyarakat internasional, kecuali Amerika Serikat (AS), yang secara resmi mengakui kedaulatan Israel atas Dataran Tinggi Golan pada tahun 2019 di bawah Presiden Donald Trump.
Perserikatan Bangsa-Bangsa dan beberapa negara Arab telah mengutuk serangan terbaru Israel yang lebih dalam ke wilayah Suriah, dengan seorang juru bicara PBB menyatakan pendudukan tetaplah pendudukan, terlepas dari durasinya.
Rusia juga telah menyatakan keprihatinannya atas tindakan Israel. Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Ryabkov memperingatkan pada hari Senin agar "orang-orang pemarah" di Israel tidak "mabuk oleh peluang" yang dihadirkan oleh krisis di Suriah.
Dia menekankan aneksasi Dataran Tinggi Golan "sama sekali tidak dapat diterima" dan meminta Israel sepenuhnya melaksanakan perjanjian pelepasan diri tahun 1974.
Jatuhnya pemerintahan Assad telah menciptakan kekosongan kekuasaan di Suriah, dengan kelompok pemberontak Hayat Tahrir al-Sham (HTS) memperoleh kendali.
Para pemimpin HTS mengkritik kehadiran militer Israel yang diperluas tetapi menyatakan mereka tidak mencari konflik dengan Zionis.
Israel "tidak campur tangan dalam apa yang terjadi di Suriah" dan "tidak memiliki niat untuk mengelola Suriah," menurut Kepala Staf IDF Herzi Halevi sebelumnya.
Selain maju di Dataran Tinggi Golan, IDF telah mengebom lapangan udara, baterai antipesawat, dan depot senjata di seluruh Suriah untuk mencegah senjata itu jatuh ke tangan HTS dan kelompok bersenjata lainnya, beberapa di antaranya didukung Turki.
Baca Juga: Sekutu Terus Tergerus, Sampai Kapan Iran Akan Bertahan?
(sya)