Dokter Yunani Ungkap Rahasia Vaksin Covid-19 Buatan Rusia
loading...
A
A
A
ATHENA - Petros Arkumanis, seorang dokter Yunani, membahas mengapa vaksin Covid-19 Rusia dikembangkan lebih cepat daripada yang lain. Selain itu, apakah vaksin itu memiliki karakteristik tertentu yang membuatnya lebih efektif daripada vaksin lainnya.
(Baca juga : Kapolri Jenderal Idham Azis Resmi Angkat Delapan Kapolda Baru )
Pada awal Agustus, Rusia mengumumkan pendaftaran vaksin Covid-19 pertama di dunia, Sputnik V. Namun, perkembangan tersebut menghadapi reaksi negatif dari Barat. Amerika Serikat (AS) dan Jerman telah mengkritik perkembangan vaksin tersebut Rusia, memperingatkan tentang keputusan berbahaya dan tekanan dari Moskow.
(Baca: WHO Mulai Terima Vaksin COVID-19 dari Seluruh Dunia Pekan Depan )
Arkumanis, seperti dilansir Sputnik, menuturkan vaksin buatan Rusia merupakan variasi dari vaksin untuk melawan SARS dan MERS, virus Corona tertua yang pengembangan vaksinnya belum pernah selesai.
"Ilmuwan Rusia telah menggunakan teknologi yang mereka rancang selama dua fase pertama pengembangan vaksin melawan virus yang sudah dipelajari ini. Ini menjelaskan hasil yang begitu cepat," jelasnya. Menurutnya, rahasia vaksin Rusia ada pada adenovirus.
(Baca juga : Ayah Tyson Fury Siap Mati Tarung vs MikeTyson )
"Adenovirus adalah virus yang menyebabkan apa yang disebut flu biasa. Bayangkan, virus ini memiliki bagian tak bernyawa dari Covid-19 yang menempel padanya. Dengan cara ini tubuh dapat memperoleh antibodi. Teknologi ini mirip dengan yang digunakan oleh Barat, tetapi ilmuwan Rusia telah menggunakan dua adenovirus manusia berbeda yang menyebabkan flu biasa," ungkapnya.
Dia mengatakan, bahwa para peneliti Moskow menggunakan dua adenovirus dari 'daerah' yang berbeda untuk menemukan satu yang tidak dikenal tubuh untuk menghasilkan respon kekebalan. Inilah, menurut Arkumanis, perbedaan antara vaksin Rusia dan vaksin yang dikembangkan di Inggris dan China.
"Orang China menggunakan adenovirus manusia sebagai 'pembawa', sementara orang Inggris menggunakan adenovirus simpanse. Keamanan dari memasukkan adenovirus simpanse ke dalam manusia masih harus dibuktikan. Yunani berharap vaksin ini aman karena ingin membelinya. Tapi, masih harus dibuktikan," ujarnya.
(Baca: Disuntik Vaksin Sinovac, Emil: Pegal-pegal dan Nyut-nyutan 5 Menit )
(Baca : Komisi V DPR Nilai Sepeda Masuk Tol Tidak Urgent )
Pada saat yang sama, Arkumanis mengenang kontribusi sains dari Gamaleya Center, yang mengembangkan vaksin untuk melawan penyakit mematikan.
“Sejak zaman Soviet, Gamaleya Institute telah melakukan kegiatan ilmiah mengenai pengembangan vaksin, misalnya melawan penyakit cacar dan Ebola. Banyak ilmuwan ternama dunia telah terlibat dalam proses pengembangan vaksin. Ini harus diperhitungkan," ucapnya.
Kepada mereka yang menuduh Rusia terlalu cepat, Arkumanis mengatakan bahwa semuanya terjadi dalam undang-undang Rusia.
"Undang-undang Rusia menetapkan lisensi wajib vaksin oleh Kementerian Kesehatan setelah pengujian tahap kedua untuk beralih ke pengujian ketiga, yang menyiratkan studi berskala lebih besar yang melibatkan dokter dan profesor. Kemudian, potensi efek samping, jika ada, akan dipelajari, terutama pada kelompok resiko," tukasnya.
(Baca juga : Kapolri Jenderal Idham Azis Resmi Angkat Delapan Kapolda Baru )
Pada awal Agustus, Rusia mengumumkan pendaftaran vaksin Covid-19 pertama di dunia, Sputnik V. Namun, perkembangan tersebut menghadapi reaksi negatif dari Barat. Amerika Serikat (AS) dan Jerman telah mengkritik perkembangan vaksin tersebut Rusia, memperingatkan tentang keputusan berbahaya dan tekanan dari Moskow.
(Baca: WHO Mulai Terima Vaksin COVID-19 dari Seluruh Dunia Pekan Depan )
Arkumanis, seperti dilansir Sputnik, menuturkan vaksin buatan Rusia merupakan variasi dari vaksin untuk melawan SARS dan MERS, virus Corona tertua yang pengembangan vaksinnya belum pernah selesai.
"Ilmuwan Rusia telah menggunakan teknologi yang mereka rancang selama dua fase pertama pengembangan vaksin melawan virus yang sudah dipelajari ini. Ini menjelaskan hasil yang begitu cepat," jelasnya. Menurutnya, rahasia vaksin Rusia ada pada adenovirus.
(Baca juga : Ayah Tyson Fury Siap Mati Tarung vs MikeTyson )
"Adenovirus adalah virus yang menyebabkan apa yang disebut flu biasa. Bayangkan, virus ini memiliki bagian tak bernyawa dari Covid-19 yang menempel padanya. Dengan cara ini tubuh dapat memperoleh antibodi. Teknologi ini mirip dengan yang digunakan oleh Barat, tetapi ilmuwan Rusia telah menggunakan dua adenovirus manusia berbeda yang menyebabkan flu biasa," ungkapnya.
Dia mengatakan, bahwa para peneliti Moskow menggunakan dua adenovirus dari 'daerah' yang berbeda untuk menemukan satu yang tidak dikenal tubuh untuk menghasilkan respon kekebalan. Inilah, menurut Arkumanis, perbedaan antara vaksin Rusia dan vaksin yang dikembangkan di Inggris dan China.
"Orang China menggunakan adenovirus manusia sebagai 'pembawa', sementara orang Inggris menggunakan adenovirus simpanse. Keamanan dari memasukkan adenovirus simpanse ke dalam manusia masih harus dibuktikan. Yunani berharap vaksin ini aman karena ingin membelinya. Tapi, masih harus dibuktikan," ujarnya.
(Baca: Disuntik Vaksin Sinovac, Emil: Pegal-pegal dan Nyut-nyutan 5 Menit )
(Baca : Komisi V DPR Nilai Sepeda Masuk Tol Tidak Urgent )
Pada saat yang sama, Arkumanis mengenang kontribusi sains dari Gamaleya Center, yang mengembangkan vaksin untuk melawan penyakit mematikan.
“Sejak zaman Soviet, Gamaleya Institute telah melakukan kegiatan ilmiah mengenai pengembangan vaksin, misalnya melawan penyakit cacar dan Ebola. Banyak ilmuwan ternama dunia telah terlibat dalam proses pengembangan vaksin. Ini harus diperhitungkan," ucapnya.
Kepada mereka yang menuduh Rusia terlalu cepat, Arkumanis mengatakan bahwa semuanya terjadi dalam undang-undang Rusia.
"Undang-undang Rusia menetapkan lisensi wajib vaksin oleh Kementerian Kesehatan setelah pengujian tahap kedua untuk beralih ke pengujian ketiga, yang menyiratkan studi berskala lebih besar yang melibatkan dokter dan profesor. Kemudian, potensi efek samping, jika ada, akan dipelajari, terutama pada kelompok resiko," tukasnya.
(esn)