Kenapa Banyak Pihak Menolak Hasil Pemilu Georgia? Ada Dugaan Campur Tangan Rusia
loading...
A
A
A
MOSKOW - Hasil Pemilu Georgia 2024 mendapat penolakan dari sejumlah pihak. Menyikapi hasil yang diduga penuh kecurangan itu, ribuan orang berunjuk rasa di luar gedung parlemen Georgia di Tbilisi pada Senin, (28/10/2024).
Aksi protes tersebut berlangsung setelah partai yang berkuasa di negara itu, Georgian Dream, keluar sebagai pemenang pemilihan umum.
Sementara itu, partai oposisi yang didukung negara-negara Barat menyerukan penyelidikan menyeluruh terhadap hasil pemilihan umum yang dituding menyimpan kecurangan.
Reuters melaporkan Georgian Dream memperoleh hampir 54% suara. Namun, sejumlah pihak dari kalangan partai oposisi memprotes hasil tersebut karena ada laporan pelanggaran yang signifikan.
Salah satu penolakan hasil Pemilu Georgia 2024 datang dari Presiden Georgia yang pro-Barat, Salome Zourabichvili.
Ia telah mengumumkan tidak akan mengakui hasil pemilihan parlemen baru-baru ini karena menuding adanya campur tangan Rusia yang bertujuan mengonsolidasikan pengaruhnya di Georgia.
Berbicara dari Istana Kepresidenan, Zourabichvili mengutuk proses pemilu tersebut. Ia juga menggambarkannya sebagai "perang hibrida" dan menyebutnya sebagai bagian dari strategi Rusia dalam memperluas jangkauannya ke dalam politik Georgia.
Zourabichvili bahkan menyerukan kepada warga Georgia untuk turun ke jalan dan berunjuk rasa di pusat ibu kota, Tbilisi.
Ia ingin agar masyarakat mendukung penuh keputusannya dan mengumumkan kepada dunia bahwa Georgia tidak mengakui pemilu ini.
Sebelum hasil pemilu keluar, banyak warga Georgia memandang pemungutan suara tersebut berstatus referendum yang akan menentukan jalan bagi hubungan negaranya di masa depan, baik menuju Rusia atau Uni Eropa.
Pada sisi Partai Georgian Dream, mereka menginginkan hubungan yang lebih baik dengan Rusia. Sementara pihak oposisi menginginkan integrasi Georgia ke dalam Uni Eropa.
Nah, karena hasilnya memunculkan Georgian Dream sebagai pemenang, Georgia kemungkinan akan dibawa oleh penguasa menuju hubungan yang baik dengan Rusia.
Hal ini tentu ditolak sejumlah pihak oposisi pro-Barat yang langsung menuding jalannya pemilu kemarin penuh kecurangan.
Kemenangan Georgian Dream akan membuat partai tersebut memiliki mayoritas parlemen, sehingga memicu kekhawatiran tentang gagalnya upaya negara untuk menjadi anggota Uni Eropa.
Partai tersebut juga bakal menjadi semakin otoriter, bahkan berpotensi mengadopsi undang-undang yang mirip dengan yang digunakan Rusia untuk menindak kebebasan berbicara.
Menanggapi isu kecurangan dalam pemilu, Georgian Dream mengaku tidak akan ambil pusing. Perdana Menteri Irakli Kobakhidze membantah tuduhan presiden dan membela keabsahan pemilu.
Sebagai pembelaan, ia menggarisbawahi bahwa tidak ada ruang untuk berbuat curang karena sistem pemungutan suara elektronik yang baru.
Kobakhidze juga menuduh kelompok oposisi terus-menerus menolak karena tidak punya cara lain setelah kekalahannya di Pemilu Georgia 2024.
Aksi protes tersebut berlangsung setelah partai yang berkuasa di negara itu, Georgian Dream, keluar sebagai pemenang pemilihan umum.
Sementara itu, partai oposisi yang didukung negara-negara Barat menyerukan penyelidikan menyeluruh terhadap hasil pemilihan umum yang dituding menyimpan kecurangan.
Reuters melaporkan Georgian Dream memperoleh hampir 54% suara. Namun, sejumlah pihak dari kalangan partai oposisi memprotes hasil tersebut karena ada laporan pelanggaran yang signifikan.
Kenapa Banyak Pihak Menolak Hasil Pemilu Georgia?
Salah satu penolakan hasil Pemilu Georgia 2024 datang dari Presiden Georgia yang pro-Barat, Salome Zourabichvili.
Ia telah mengumumkan tidak akan mengakui hasil pemilihan parlemen baru-baru ini karena menuding adanya campur tangan Rusia yang bertujuan mengonsolidasikan pengaruhnya di Georgia.
Berbicara dari Istana Kepresidenan, Zourabichvili mengutuk proses pemilu tersebut. Ia juga menggambarkannya sebagai "perang hibrida" dan menyebutnya sebagai bagian dari strategi Rusia dalam memperluas jangkauannya ke dalam politik Georgia.
Zourabichvili bahkan menyerukan kepada warga Georgia untuk turun ke jalan dan berunjuk rasa di pusat ibu kota, Tbilisi.
Ia ingin agar masyarakat mendukung penuh keputusannya dan mengumumkan kepada dunia bahwa Georgia tidak mengakui pemilu ini.
Sebelum hasil pemilu keluar, banyak warga Georgia memandang pemungutan suara tersebut berstatus referendum yang akan menentukan jalan bagi hubungan negaranya di masa depan, baik menuju Rusia atau Uni Eropa.
Pada sisi Partai Georgian Dream, mereka menginginkan hubungan yang lebih baik dengan Rusia. Sementara pihak oposisi menginginkan integrasi Georgia ke dalam Uni Eropa.
Nah, karena hasilnya memunculkan Georgian Dream sebagai pemenang, Georgia kemungkinan akan dibawa oleh penguasa menuju hubungan yang baik dengan Rusia.
Hal ini tentu ditolak sejumlah pihak oposisi pro-Barat yang langsung menuding jalannya pemilu kemarin penuh kecurangan.
Kemenangan Georgian Dream akan membuat partai tersebut memiliki mayoritas parlemen, sehingga memicu kekhawatiran tentang gagalnya upaya negara untuk menjadi anggota Uni Eropa.
Partai tersebut juga bakal menjadi semakin otoriter, bahkan berpotensi mengadopsi undang-undang yang mirip dengan yang digunakan Rusia untuk menindak kebebasan berbicara.
Menanggapi isu kecurangan dalam pemilu, Georgian Dream mengaku tidak akan ambil pusing. Perdana Menteri Irakli Kobakhidze membantah tuduhan presiden dan membela keabsahan pemilu.
Sebagai pembelaan, ia menggarisbawahi bahwa tidak ada ruang untuk berbuat curang karena sistem pemungutan suara elektronik yang baru.
Kobakhidze juga menuduh kelompok oposisi terus-menerus menolak karena tidak punya cara lain setelah kekalahannya di Pemilu Georgia 2024.
(sya)