China Diduga Miliki Agenda Tersembunyi dalam Pengentasan Kemiskinan di Tibet
loading...
A
A
A
LHASA - Baru-baru ini, otoritas China mengumumkan "kemenangan besar" dalam upaya mereka mengurangi kemiskinan di Tibet.
Namun, penting untuk dicermati lebih jauh mengenai bagaimana kampanye anti-kemiskinan ini dilaksanakan, terutama mengingat beberapa laporan terkini yang mengindikasikan adanya pelatihan kerja paksa di sana, serupa dengan yang diduga telah terjadi di Xinjiang.
Mengutip dari editorial European Times, Selasa (8/10/2024), China telah memperkenalkan program "pelatihan dan pemindahan tenaga kerja" di Tibet sebagai bagian dari strategi pengentasan kemiskinan. Program ini sebagian besarnya ditujukan kepada para pengembara dan petani Tibet.
Menurut sejumlah pejabat China, program pelatihan ini, seperti yang diterapkan di Xinjiang, bertujuan membekali para penggembala dan petani Tibet dengan keterampilan baru seperti memasak dan menambang, sehingga mereka mendapat nafkah yang lebih baik.
Namun, masalahnya terletak pada penerapan kebijakan yang tampaknya bermaksud baik ini, dan potensi konsekuensi negatif jangka panjang yang mungkin ditimbulkannya.
Sekilas, tidak ada yang salah dengan negara yang mengangkat rakyatnya keluar dari kemiskinan—itu adalah sesuatu yang harus diapresiasi.
Namun, ketika ada agenda politik tersembunyi di baliknya, berbagai hal menjadi bermasalah.
Hal itu tampaknya terjadi pada kampanye anti-kemiskinan China di Tibet. Kampanye tersebut sangat dipengaruhi motif politik dan keamanan, seperti pendidikan teologi dan menjaga stabilitas.
Salah satu aspek utama dari program pelatihan tenaga kerja dimulai dengan pendidikan pemikiran. Beijing berpendapat bahwa hal ini diperlukan demi menghilangkan apa yang mereka sebut sebagai "pengaruh negatif agama" dan untuk mengoreksi pemikiran yang terbelakang.
Namun, penting untuk dicermati lebih jauh mengenai bagaimana kampanye anti-kemiskinan ini dilaksanakan, terutama mengingat beberapa laporan terkini yang mengindikasikan adanya pelatihan kerja paksa di sana, serupa dengan yang diduga telah terjadi di Xinjiang.
Mengutip dari editorial European Times, Selasa (8/10/2024), China telah memperkenalkan program "pelatihan dan pemindahan tenaga kerja" di Tibet sebagai bagian dari strategi pengentasan kemiskinan. Program ini sebagian besarnya ditujukan kepada para pengembara dan petani Tibet.
Menurut sejumlah pejabat China, program pelatihan ini, seperti yang diterapkan di Xinjiang, bertujuan membekali para penggembala dan petani Tibet dengan keterampilan baru seperti memasak dan menambang, sehingga mereka mendapat nafkah yang lebih baik.
Namun, masalahnya terletak pada penerapan kebijakan yang tampaknya bermaksud baik ini, dan potensi konsekuensi negatif jangka panjang yang mungkin ditimbulkannya.
Sekilas, tidak ada yang salah dengan negara yang mengangkat rakyatnya keluar dari kemiskinan—itu adalah sesuatu yang harus diapresiasi.
Namun, ketika ada agenda politik tersembunyi di baliknya, berbagai hal menjadi bermasalah.
Hal itu tampaknya terjadi pada kampanye anti-kemiskinan China di Tibet. Kampanye tersebut sangat dipengaruhi motif politik dan keamanan, seperti pendidikan teologi dan menjaga stabilitas.
Salah satu aspek utama dari program pelatihan tenaga kerja dimulai dengan pendidikan pemikiran. Beijing berpendapat bahwa hal ini diperlukan demi menghilangkan apa yang mereka sebut sebagai "pengaruh negatif agama" dan untuk mengoreksi pemikiran yang terbelakang.