Berapa Biaya Bangun Kembali Gaza Palestina yang Dihancurkan Israel?
loading...
A
A
A
JAKARTA - Hampir setiap wilayah di Jalur Gaza hancur dibombardir militer Zionis sejak perang besar antara Israel dan Hamas pecah pada 7 Oktober 2023. Butuh biaya berapa untuk membangun kembali wilayah kantong Palestina tersebut?
Perang dimulai setelah Hamas meluncurkan serangan ke Israel selatan, yang dinamai Operasi Badai al-Aqsa, pada 7 Oktober 2023. Serangan ini diklaim Zionis menewaskan sekitar 1.200 orang dan ratusan lainnya diculik sebagai sandera di Gaza.
Sejak itu, militer Zionis meluncurkan invasi brutal tanpa pandang bulu di Jalur Gaza. Menurut Kementerian Kesehatan Gaza, sudah lebih dari 40.000 orang tewas, lebih dari 93.000 terluka, dan lebih dari 10.000 lainnya hilang.
Pada Mei lalu, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) merinci biaya yang dibutuhkan untuk membangun kembali Jalur Gaza. Menurut PBB, biayanya bisa mencapai USD40 miliar hingga USD50 miliar (Rp619 triliun hingga lebih dari Rp773,9 triliun).
PBB mengatakan perang telah menghambat pembangunan di Jalur Gaza selama 40 tahun.
“Program pemulihan awal selama tiga tahun untuk membawa kembali ratusan ribu warga Palestina ke tempat penampungan sementara di lokasi asal mereka dengan dukungan masyarakat yang komprehensif, akan menghabiskan biaya antara USD2-3 miliar,” kata Abdallah Al Dardari, direktur Biro Regional untuk Negara-negara Arab di Program Pembangunan PBB (UNDP).
“Menurut perkiraan kami, rekonstruksi Gaza secara keseluruhan saat ini akan menelan biaya setidaknya antara USD40-50 miliar," paparnya, yang saat itu berbicara kepada wartawan dari Amman, Yordania, tempat dia meluncurkan laporan UNDP terbaru tentang dampak sosial-ekonomi dari perang Israel-Hamas.
Pada pertengahan April, UNDP mengatakan bahwa jumlah kematian dan cedera mencapai sedikitnya 5% dari populasi Gaza.
Pertempuran telah meratakan sebagian besar Gaza, merusak atau menghancurkan sekitar 370.000 unit rumah dan 9% properti komersial.
UNDP mengatakan bahkan dalam skenario terbaiknya, akan memakan waktu 16 tahun—hingga 2040—untuk membangun kembali rumah-rumah yang hancur, tanpa memperbaiki yang rusak.
Jika jadwal rekonstruksi mengikuti pola yang sama seperti setelah perang tahun 2014 dan 2021 antara Hamas dan Israel, menurut laporan tersebut, Gaza akan membutuhkan sekitar 80 tahun untuk membangun kembali rumah-rumah yang hancur.
Dardari mengatakan bahwa 40 tahun keuntungan pembangunan di Gaza telah hilang, yang berarti investasi hampir mencapai USD50 miliar.
“Itu berarti bahwa tingkat pendidikan dan literasi akan terpengaruh secara dramatis pada akhir konflik ini,” katanya.
“Namun yang lebih berbahaya, menurut analisis kami, dampak konflik akan tetap ada dalam diri kita untuk waktu yang lama, kecuali kita segera mengatasi sekolah sementara, perawatan kesehatan sementara, dukungan psikososial bagi penduduk, dan mengembalikan layanan dasar seperti air, sanitasi, dan listrik.”
Meskipun setiap warga Palestina telah terpengaruh dalam beberapa hal oleh konflik tersebut, laporan tersebut menemukan bahwa kelas menengah adalah yang paling terpengaruh.
Jika perang terus berlanjut, sebagian besar kelas menengah akan jatuh ke bawah garis kemiskinan, sehingga jumlah total warga Palestina yang terjerumus ke dalam kemiskinan meningkat menjadi 3,32 juta—atau lebih dari 60% dari populasi.
PDB Palestina juga menurun drastis sejak perang dimulai, turun 25%—atau hampir USD7 miliar. Dardari mengatakan angka itu bisa terus merosot jika perang tak kunjung berakhir.
Perang dimulai setelah Hamas meluncurkan serangan ke Israel selatan, yang dinamai Operasi Badai al-Aqsa, pada 7 Oktober 2023. Serangan ini diklaim Zionis menewaskan sekitar 1.200 orang dan ratusan lainnya diculik sebagai sandera di Gaza.
Sejak itu, militer Zionis meluncurkan invasi brutal tanpa pandang bulu di Jalur Gaza. Menurut Kementerian Kesehatan Gaza, sudah lebih dari 40.000 orang tewas, lebih dari 93.000 terluka, dan lebih dari 10.000 lainnya hilang.
Bangun Ulang Gaza Butuh Rp773,9 Triliun
Pada Mei lalu, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) merinci biaya yang dibutuhkan untuk membangun kembali Jalur Gaza. Menurut PBB, biayanya bisa mencapai USD40 miliar hingga USD50 miliar (Rp619 triliun hingga lebih dari Rp773,9 triliun).
PBB mengatakan perang telah menghambat pembangunan di Jalur Gaza selama 40 tahun.
“Program pemulihan awal selama tiga tahun untuk membawa kembali ratusan ribu warga Palestina ke tempat penampungan sementara di lokasi asal mereka dengan dukungan masyarakat yang komprehensif, akan menghabiskan biaya antara USD2-3 miliar,” kata Abdallah Al Dardari, direktur Biro Regional untuk Negara-negara Arab di Program Pembangunan PBB (UNDP).
“Menurut perkiraan kami, rekonstruksi Gaza secara keseluruhan saat ini akan menelan biaya setidaknya antara USD40-50 miliar," paparnya, yang saat itu berbicara kepada wartawan dari Amman, Yordania, tempat dia meluncurkan laporan UNDP terbaru tentang dampak sosial-ekonomi dari perang Israel-Hamas.
Pada pertengahan April, UNDP mengatakan bahwa jumlah kematian dan cedera mencapai sedikitnya 5% dari populasi Gaza.
Pertempuran telah meratakan sebagian besar Gaza, merusak atau menghancurkan sekitar 370.000 unit rumah dan 9% properti komersial.
UNDP mengatakan bahkan dalam skenario terbaiknya, akan memakan waktu 16 tahun—hingga 2040—untuk membangun kembali rumah-rumah yang hancur, tanpa memperbaiki yang rusak.
Jika jadwal rekonstruksi mengikuti pola yang sama seperti setelah perang tahun 2014 dan 2021 antara Hamas dan Israel, menurut laporan tersebut, Gaza akan membutuhkan sekitar 80 tahun untuk membangun kembali rumah-rumah yang hancur.
Dardari mengatakan bahwa 40 tahun keuntungan pembangunan di Gaza telah hilang, yang berarti investasi hampir mencapai USD50 miliar.
“Itu berarti bahwa tingkat pendidikan dan literasi akan terpengaruh secara dramatis pada akhir konflik ini,” katanya.
“Namun yang lebih berbahaya, menurut analisis kami, dampak konflik akan tetap ada dalam diri kita untuk waktu yang lama, kecuali kita segera mengatasi sekolah sementara, perawatan kesehatan sementara, dukungan psikososial bagi penduduk, dan mengembalikan layanan dasar seperti air, sanitasi, dan listrik.”
Meskipun setiap warga Palestina telah terpengaruh dalam beberapa hal oleh konflik tersebut, laporan tersebut menemukan bahwa kelas menengah adalah yang paling terpengaruh.
Jika perang terus berlanjut, sebagian besar kelas menengah akan jatuh ke bawah garis kemiskinan, sehingga jumlah total warga Palestina yang terjerumus ke dalam kemiskinan meningkat menjadi 3,32 juta—atau lebih dari 60% dari populasi.
PDB Palestina juga menurun drastis sejak perang dimulai, turun 25%—atau hampir USD7 miliar. Dardari mengatakan angka itu bisa terus merosot jika perang tak kunjung berakhir.
(mas)