Swedia Bakal Adili 2 Pria Pembakar Al-Quran, Semuanya Pengungsi Irak
loading...
A
A
A
STOCKHOLM - Jaksa Swedia mengatakan bahwa mereka akan mengadili dua pria karena membakar Al-Quran dalam serangkaian insiden tahun lalu. Keduanya adalah pengungsi asal Irak, Salwan Momika dan Salwan Najem.
Tindakan duo Salwan itu telah memicu kemarahan di dunia Muslim dan menimbulkan kekhawatiran akan serangan kelompok milisi terhadap Swedia.
"Kedua pria ini melakukan pelanggaran agitasi terhadap kelompok etnis atau nasional pada empat kesempatan terpisah saat membakar kitab suci Islam di luar masjid dan di tempat umum lainnya," kata Otoritas Kejaksaan Swedia dalam sebuah pernyataan pada Rabu, sebagaimana dikutip dari Reuters, Kamis (29/8/2024).
Badan keamanan dalam negeri Swedia menaikkan tingkat kewaspadaan terorisme sebagai akibat dari pembakaran Al-Quran tersebut. Sedangkan negara tetangga; Denmark—yang juga menjadi tempat serangkaian pembakaran Al-Quran—memperketat undang-undangnya untuk melarang praktik tersebut.
"Kedua pria itu dituntut karena pada empat kesempatan tersebut telah membuat pernyataan dan memperlakukan Al-Quran dengan cara yang dimaksudkan untuk mengekspresikan penghinaan terhadap umat Islam karena keyakinan mereka," kata Jaksa Senior Anna Hankkio dalam sebuah pernyataan.
Banyak umat Islam memandang penistaan terhadap Al-Quran sebagai pelanggaran berat.
Menurut Hankkio, bukti terhadap duo Salwan, sebagian besar terdiri dari rekaman video.
Salwan Najem membantah melakukan kesalahan, kata pengacaranya; Mark Safaryan, kepada Reuters.
"Izin yang diberikan sehubungan dengan demonstrasi tersebut tercakup dalam maksud klien saya. Hak-haknya dilindungi oleh konstitusi Swedia," kata Safaryan.
Pengacara Salwan Momika tidak segera menanggapi permintaan komentar.
Salwan Momika mengatakan bahwa dia ingin memprotes lembaga Islam dan melarang kitab sucinya.
Badan migrasi Swedia mengatakan bahwa mereka ingin mendeportasi Salwan Momika karena informasi palsu atas permohonan izin tinggalnya, tetapi perintah tersebut tidak akan dilaksanakan karena dia berisiko disiksa di negara asalnya.
Para kritikus mengatakan bahwa Swedia dan Denmark, dua negara paling liberal di dunia, seharusnya memperlakukan pembakaran Al-Quran sebagai bentuk kebebasan berbicara yang dilindungi oleh hukum.
Tindakan duo Salwan itu telah memicu kemarahan di dunia Muslim dan menimbulkan kekhawatiran akan serangan kelompok milisi terhadap Swedia.
"Kedua pria ini melakukan pelanggaran agitasi terhadap kelompok etnis atau nasional pada empat kesempatan terpisah saat membakar kitab suci Islam di luar masjid dan di tempat umum lainnya," kata Otoritas Kejaksaan Swedia dalam sebuah pernyataan pada Rabu, sebagaimana dikutip dari Reuters, Kamis (29/8/2024).
Badan keamanan dalam negeri Swedia menaikkan tingkat kewaspadaan terorisme sebagai akibat dari pembakaran Al-Quran tersebut. Sedangkan negara tetangga; Denmark—yang juga menjadi tempat serangkaian pembakaran Al-Quran—memperketat undang-undangnya untuk melarang praktik tersebut.
"Kedua pria itu dituntut karena pada empat kesempatan tersebut telah membuat pernyataan dan memperlakukan Al-Quran dengan cara yang dimaksudkan untuk mengekspresikan penghinaan terhadap umat Islam karena keyakinan mereka," kata Jaksa Senior Anna Hankkio dalam sebuah pernyataan.
Banyak umat Islam memandang penistaan terhadap Al-Quran sebagai pelanggaran berat.
Menurut Hankkio, bukti terhadap duo Salwan, sebagian besar terdiri dari rekaman video.
Salwan Najem membantah melakukan kesalahan, kata pengacaranya; Mark Safaryan, kepada Reuters.
"Izin yang diberikan sehubungan dengan demonstrasi tersebut tercakup dalam maksud klien saya. Hak-haknya dilindungi oleh konstitusi Swedia," kata Safaryan.
Pengacara Salwan Momika tidak segera menanggapi permintaan komentar.
Salwan Momika mengatakan bahwa dia ingin memprotes lembaga Islam dan melarang kitab sucinya.
Badan migrasi Swedia mengatakan bahwa mereka ingin mendeportasi Salwan Momika karena informasi palsu atas permohonan izin tinggalnya, tetapi perintah tersebut tidak akan dilaksanakan karena dia berisiko disiksa di negara asalnya.
Para kritikus mengatakan bahwa Swedia dan Denmark, dua negara paling liberal di dunia, seharusnya memperlakukan pembakaran Al-Quran sebagai bentuk kebebasan berbicara yang dilindungi oleh hukum.
(mas)