Perang dengan Iran Bakal Ngeri, Putra Mahkota Saudi Lebih Suka Damai
A
A
A
RIYADH - Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman (MBS) mengatakan harga minyak akan melambung tinggi dalam angka tak terbayangkan jika dunia tidak menghalangi "kenakalan" Iran di Teluk Persia. Namun, calon raja Saudi ini mengaku lebih suka solusi damai atau politik daripada solusi militer terhadap Teheran karena perang akan berdampak mengerikan.
Peringatan tersebut dia sampaikan dalam sebuah wawancara dengan program "60 Minutes" CBS yang disiarkan pada hari Minggu.
Dalam wawancara itu, Mohammed bin Salman—penguasa de facto Kerajaan Arab Saudi, juga membantah bahwa ia memerintahkan pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi oleh operator Saudi hampir setahun yang lalu. Kendati demikian, dia menyatakan akan memikul "tanggung jawab penuh" sebagai pihak yang bertanggung jawab yang memimpin negaranya.
Ketika kematian Khashoggi memicu keributan global dan mencoreng reputasi MBS, kebuntuan administrasi Donald Trump dengan Iran—rival regional Riyadh—, baru-baru ini mendominasi kebijakan Amerika Serikat (AS) terhadap Riyadh, terutama setelah serangan 14 September di jantung industri minyak Saudi Aramco.
"Jika dunia tidak mengambil tindakan yang kuat dan tegas untuk menghalangi Iran, kita akan melihat eskalasi lebih lanjut yang akan mengancam kepentingan dunia," kata putra Raja Salman bin Abdulaziz al-Saud tersebut, yang dilansir Reuters, Minggu (30/9/2019).
"Pasokan minyak akan terganggu dan harga minyak akan melonjak ke angka yang tidak terbayangkan tinggi yang belum pernah kita lihat di masa hidup kita," ujarnya.
Wawancara dengan Putra Mahkota MBS itu dilakukan pada hari Selasa pekan lalu di Arab Saudi. Dalam wawancara itu pula, MBS setuju dengan Menteri Luar Negeri AS Michael Pompeo bahwa serangan 14 September yang merusak fasilitas pemrosesan minyak bumi terbesar di dunia dan melumpuhkan lebih dari lima persen pasokan minyak dunia itu adalah tindakan perang oleh Iran.
Hanya saja, dia lebih suka resolusi damai karena perang antara Arab Saudi dan Iran akan menghancurkan ekonomi global.
Amerika Serikat, kekuatan Eropa dan Arab Saudi telah menyalahkan Iran atas serangan terhadap kilang minyak Saudi Aramco. Teheran membantah terlibat. Sedangkan kelompok pemberontak Houthi Yaman mengklaim bertanggung jawab.
"Solusi politik dan damai jauh lebih baik daripada solusi militer," katanya.
Lebih lanjut, Putra Mahkota mengatakan bahwa Presiden AS Donald Trump harus bertemu dengan Presiden Iran Hassan Rouhani untuk membuat kesepakatan baru mengenai program nuklir Teheran dan pengaruhnya di seluruh Timur Tengah.
Upaya menyatukan keduanya pekan lalu di Majelis Umum PBB gagal. Ketegangan antara Washington dan Teheran telah meningkat karena penarikan AS dari perjanjian nuklir Iran dan pemberlakuan kembali sanksi terhadap Teheran.
Peringatan tersebut dia sampaikan dalam sebuah wawancara dengan program "60 Minutes" CBS yang disiarkan pada hari Minggu.
Dalam wawancara itu, Mohammed bin Salman—penguasa de facto Kerajaan Arab Saudi, juga membantah bahwa ia memerintahkan pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi oleh operator Saudi hampir setahun yang lalu. Kendati demikian, dia menyatakan akan memikul "tanggung jawab penuh" sebagai pihak yang bertanggung jawab yang memimpin negaranya.
Ketika kematian Khashoggi memicu keributan global dan mencoreng reputasi MBS, kebuntuan administrasi Donald Trump dengan Iran—rival regional Riyadh—, baru-baru ini mendominasi kebijakan Amerika Serikat (AS) terhadap Riyadh, terutama setelah serangan 14 September di jantung industri minyak Saudi Aramco.
"Jika dunia tidak mengambil tindakan yang kuat dan tegas untuk menghalangi Iran, kita akan melihat eskalasi lebih lanjut yang akan mengancam kepentingan dunia," kata putra Raja Salman bin Abdulaziz al-Saud tersebut, yang dilansir Reuters, Minggu (30/9/2019).
"Pasokan minyak akan terganggu dan harga minyak akan melonjak ke angka yang tidak terbayangkan tinggi yang belum pernah kita lihat di masa hidup kita," ujarnya.
Wawancara dengan Putra Mahkota MBS itu dilakukan pada hari Selasa pekan lalu di Arab Saudi. Dalam wawancara itu pula, MBS setuju dengan Menteri Luar Negeri AS Michael Pompeo bahwa serangan 14 September yang merusak fasilitas pemrosesan minyak bumi terbesar di dunia dan melumpuhkan lebih dari lima persen pasokan minyak dunia itu adalah tindakan perang oleh Iran.
Hanya saja, dia lebih suka resolusi damai karena perang antara Arab Saudi dan Iran akan menghancurkan ekonomi global.
Amerika Serikat, kekuatan Eropa dan Arab Saudi telah menyalahkan Iran atas serangan terhadap kilang minyak Saudi Aramco. Teheran membantah terlibat. Sedangkan kelompok pemberontak Houthi Yaman mengklaim bertanggung jawab.
"Solusi politik dan damai jauh lebih baik daripada solusi militer," katanya.
Lebih lanjut, Putra Mahkota mengatakan bahwa Presiden AS Donald Trump harus bertemu dengan Presiden Iran Hassan Rouhani untuk membuat kesepakatan baru mengenai program nuklir Teheran dan pengaruhnya di seluruh Timur Tengah.
Upaya menyatukan keduanya pekan lalu di Majelis Umum PBB gagal. Ketegangan antara Washington dan Teheran telah meningkat karena penarikan AS dari perjanjian nuklir Iran dan pemberlakuan kembali sanksi terhadap Teheran.
(mas)