Grup Facebook Baru Pengkritik Raja Thailand Raih 500.000 Anggota
loading...
A
A
A
BANGKOK - Lebih dari setengah juta pengguna bergabung grup Facebook baru yang dibuat pengkritik Raja Thailand setelah perusahaan media sosial itu memblokir grup sebelumnya karena tekanan pemerintah.
Grup bernama “Royalist Marketplace” yang telah memiliki lebih dari 1 juta anggota itu diblokir di Thailand pada Senin (24/8) setelah Kementerian Digital mengancam langkah hukum terhadap Facebook sesuai Undang-undang (UU) Kejahatan Komputer.
Facebook menyatakan pihaknya dipaksa untuk memenuhi permintaan pemerintah tapi akan mengajukan gugatan hukum pada pemerintah Thailand.
Ketegangan meningkat seiring unjuk rasa setiap hari menentang pemerintah dan seruan reformasi kerajaan. Penghinaan terhadap kerajaan dianggap melanggar hukum di Thailand .
Beberapa jam sebelum grup Facebook lama diblokir, pengkritik pemerintah Pavin Chachavalpongpun membuat grup baru dengan nama serupa dan kini telah memiliki lebih dari setengah juta member.
“Jika Anda ingin menutupnya lagi, maka saya akan membuat grup lain. Untuk mempromosikan kebebasan ekspresi, saya akan melakukannya,” kata Pavin yang kini mengasingkan diri di Jepang.
Dia membuat grup Facebook lama itu pada April, mendorong diskusi bebas tentang kerajaan dan anggota keluarga kerajaan. Membicarakan kerajaan dianggap tabu di Thailand.
UU lese majeste Thailand melarang penghinaan terhadap raja dengan hukuman hingga 15 tahun penjara. UU itu menjadi dasar untuk meminta pemblokiran atau penghapusan konten di media sosial.
Kementerian Digital Thailand menyatakan Facebook berisiko melanggar UU lain yakni UU Kejahatan Komputer jika tidak bertindak melaksanakan perintah pengadilan berisi permintaan pemerintah untuk memblokir konten. (Baca Juga: India Tuding Pakistan Lakukan Lima Kebohongan Besar di DK PBB)
Facebook akan menantang pemerintah di pengadilan terkait legalitas perintah terkait grup itu dan akan mendesak mereka mencabut permintaan itu. (Baca Infografis: Pengganti F-18 Super Hornet US Navy Kemungkinan Mirip F-14 Tomcat)
“Permintaan seperti ini sangat melanggar hukum hak asasi manusia internasional dan memiliki dampak pada kemampuan orang mengekspresikan diri sendiri,” ungkap juru bicara Facebook. (Lihat Video: Pelaku Penembakan Masjid Selandia Baru, Terancam Hukuman Seumur Hidup)
Grup bernama “Royalist Marketplace” yang telah memiliki lebih dari 1 juta anggota itu diblokir di Thailand pada Senin (24/8) setelah Kementerian Digital mengancam langkah hukum terhadap Facebook sesuai Undang-undang (UU) Kejahatan Komputer.
Facebook menyatakan pihaknya dipaksa untuk memenuhi permintaan pemerintah tapi akan mengajukan gugatan hukum pada pemerintah Thailand.
Ketegangan meningkat seiring unjuk rasa setiap hari menentang pemerintah dan seruan reformasi kerajaan. Penghinaan terhadap kerajaan dianggap melanggar hukum di Thailand .
Beberapa jam sebelum grup Facebook lama diblokir, pengkritik pemerintah Pavin Chachavalpongpun membuat grup baru dengan nama serupa dan kini telah memiliki lebih dari setengah juta member.
“Jika Anda ingin menutupnya lagi, maka saya akan membuat grup lain. Untuk mempromosikan kebebasan ekspresi, saya akan melakukannya,” kata Pavin yang kini mengasingkan diri di Jepang.
Dia membuat grup Facebook lama itu pada April, mendorong diskusi bebas tentang kerajaan dan anggota keluarga kerajaan. Membicarakan kerajaan dianggap tabu di Thailand.
UU lese majeste Thailand melarang penghinaan terhadap raja dengan hukuman hingga 15 tahun penjara. UU itu menjadi dasar untuk meminta pemblokiran atau penghapusan konten di media sosial.
Kementerian Digital Thailand menyatakan Facebook berisiko melanggar UU lain yakni UU Kejahatan Komputer jika tidak bertindak melaksanakan perintah pengadilan berisi permintaan pemerintah untuk memblokir konten. (Baca Juga: India Tuding Pakistan Lakukan Lima Kebohongan Besar di DK PBB)
Facebook akan menantang pemerintah di pengadilan terkait legalitas perintah terkait grup itu dan akan mendesak mereka mencabut permintaan itu. (Baca Infografis: Pengganti F-18 Super Hornet US Navy Kemungkinan Mirip F-14 Tomcat)
“Permintaan seperti ini sangat melanggar hukum hak asasi manusia internasional dan memiliki dampak pada kemampuan orang mengekspresikan diri sendiri,” ungkap juru bicara Facebook. (Lihat Video: Pelaku Penembakan Masjid Selandia Baru, Terancam Hukuman Seumur Hidup)
(sya)