Negosiator Israel Kembali dari Mesir tanpa Kesepakatan soal Koridor Philadelphia

Selasa, 20 Agustus 2024 - 15:40 WIB
loading...
Negosiator Israel Kembali...
Seorang perempuan mengenakan penutup mata saat kerabat sandera yang ditawan Hamas di Jalur Gaza dan pendukung mereka berunjuk rasa di dekat hotel tempat Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken menginap selama kunjungannya, di Tel Aviv, 19 Agustus 2024. Foto
A A A
TEL AVIV - Satu tim negosiasi Israel kembali dari Kairo pada Senin (19/8/2024) tanpa mencapai kesepakatan mengenai Koridor Philadelphia di perbatasan antara Gaza dan Mesir, menurut media Israel.

Koridor tersebut merupakan zona penyangga demiliterisasi sepanjang 14 kilometer (8,69 mil) di sepanjang perbatasan antara Jalur Gaza dan Mesir.

“Tidak ada kemajuan yang dicapai dalam pembicaraan mengenai Koridor Philadelphia,” ungkap surat kabar Yedioth Ahronoth.

Masih belum jelas kapan putaran pembicaraan berikutnya mengenai poros tersebut akan diadakan.

“Kita berbicara mengenai jam-jam yang sangat kritis,” papar surat kabar tersebut, mengutip sumber Israel yang mengetahui pembicaraan tersebut.

“Masalah Koridor Philadelphia masih terbuka karena belum ada kesepahaman mengenai hal itu,” ujar sumber tersebut. “Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, tidak mau berkompromi mengenai posisinya.”

“Sementara Israel bersedia mempertahankan pasukan di sana, Mesir dan Palestina bersikeras pada penarikan penuh (Israel),” ungkap dia.

Senin pagi, Netanyahu memberi tahu Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken bahwa dia berencana mengirim tim negosiasinya ke Mesir pekan ini untuk putaran baru gencatan senjata Gaza dan perundingan pertukaran tahanan.

Pada Minggu, Netanyahu mengatakan tentara Israel akan tetap berada di Koridor Philadelphia. Pemimpin oposisi, Yair Lapid, menuduh Netanyahu menyabotase perundingan pertukaran tahanan dengan Hamas.

Perundingan gencatan senjata Gaza di Qatar berakhir pada Jumat dengan mengajukan "proposal yang mempersempit kesenjangan" antara Israel dan Hamas yang konsisten dengan prinsip-prinsip yang ditetapkan Presiden AS Joe Biden pada 31 Mei.

Biden mengatakan pada Mei bahwa Israel mengajukan kesepakatan tiga fase yang akan mengakhiri permusuhan di Gaza dan mengamankan pembebasan sandera yang ditahan di daerah kantong pantai tersebut.

Rencana tersebut mencakup gencatan senjata, pertukaran sandera-tahanan, dan rekonstruksi Gaza.

Namun Hamas mengatakan pada Minggu bahwa Netanyahu menetapkan syarat baru dalam proposal gencatan senjata dan pertukaran sandera Gaza yang diajukan selama pembicaraan Doha.

“Proposal baru tersebut memenuhi syarat dan keselarasan Netanyahu dengan syarat dan keselarasan tersebut, khususnya penolakannya terhadap gencatan senjata permanen, penarikan penuh dari Jalur Gaza, dan desakannya melanjutkan pendudukan Persimpangan Netzarim (yang memisahkan utara dan selatan Jalur Gaza), Penyeberangan Rafah, dan Koridor Philadelphia (di selatan),” papar pernyataan Hamas.

Selama berbulan-bulan, AS, Qatar, dan Mesir telah berusaha mencapai kesepakatan antara Israel dan Hamas untuk memastikan pertukaran tahanan dan gencatan senjata serta mengizinkan bantuan kemanusiaan memasuki Gaza.

Namun upaya mediasi telah terhenti karena penolakan Netanyahu untuk memenuhi tuntutan Hamas untuk menghentikan perang.

Melanggar resolusi Dewan Keamanan PBB yang menuntut gencatan senjata segera, Israel telah menghadapi kecaman internasional di tengah serangan brutalnya yang terus berlanjut di Gaza sejak serangan 7 Oktober 2023 oleh Hamas.

Serangan Israel sejak saat itu telah menewaskan lebih dari 40.130 warga Palestina, sebagian besar wanita dan anak-anak, dan melukai lebih dari 92.740 orang, menurut otoritas kesehatan Gaza.

Lebih dari 10 bulan sejak serangan Israel, sebagian besar wilayah Gaza hancur di tengah blokade yang melumpuhkan terhadap makanan, air bersih, dan obat-obatan.

Israel dituduh melakukan genosida di Mahkamah Internasional, yang putusan terbarunya memerintahkannya segera menghentikan operasi militernya di kota selatan Rafah, tempat lebih dari 1 juta warga Palestina mencari perlindungan dari perang sebelum diserang pada 6 Mei.

(sya)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0981 seconds (0.1#10.140)