Pejabat Inggris Mundur, Protes Penjualan Senjata ke Israel: 'Ini Kejahatan Perang!'
loading...
A
A
A
LONDON - Seorang pejabat Kantor Luar Negeri Inggris yang bekerja pada kontra terorisme telah mengundurkan diri. Itu sebagai protes atas penjualan senjata ke Israel, dengan mengatakan pemerintahnya "mungkin terlibat dalam kejahatan perang".
Pejabat bernama Mark Smith tersebut menulis surat kepada rekan-rekannya pada hari Jumat lalu, mengatakan bahwa dia telah menyampaikan kekhawatiran "di setiap level" di Kantor Luar Negeri, termasuk melalui mekanisme pengungkapan pelanggaran resmi.
Smith, yang bertugas di Kedutaan Besar Inggris di Dublin, menambahkan bahwa dia tidak menerima apa pun selain ucapan terima kasih.
Kantor Luar Negeri, Persemakmuran, dan Pembangunan (FCDO) menolak berkomentar mengenai kasus perorangan tetapi mengatakan bahwa pemerintah berkomitmen untuk menegakkan hukum internasional.
Email pengunduran diri Smith dikirimkan ke sejumlah besar daftar distribusi yang mencakup ratusan pejabat pemerintah, staf kedutaan, dan para penasihat khusus menteri di Kantor Luar Negeri.
Smith mengatakan bahwa dia sebelumnya bekerja dalam penilaian lisensi ekspor senjata Timur Tengah untuk pemerintah dan setiap hari rekan-rekannya menyaksikan contoh-contoh yang jelas dan tidak perlu dipertanyakan lagi tentang kejahatan perang dan pelanggaran hukum humaniter internasional oleh Israel di Gaza.
"Anggota senior pemerintah dan militer Israel telah menyatakan niat genosida secara terbuka, tentara Israel merekam video dengan sengaja membakar, menghancurkan, dan menjarah properti sipil," tulisnya.
"Seluruh jalan dan universitas telah dihancurkan, bantuan kemanusiaan diblokir, dan warga sipil secara teratur tidak memiliki tempat yang aman untuk melarikan diri. Ambulans Bulan Sabit Merah telah diserang, sekolah dan rumah sakit secara teratur menjadi sasaran. Ini adalah Kejahatan Perang," lanjut dia, seperti dikutip AFP, Selasa (20/8/2024).
"Tidak ada pembenaran atas penjualan senjata Inggris yang terus berlanjut ke Israel," imbuh dia.
Sumber yang dekat dengan Smith mengatakan bahwa email-nya terbatas pada alamat internal pemerintah dan dia tidak mengundurkan diri secara terbuka.
Sejak berita pengunduran dirinya mencuat ke publik, Smith telah mengeluarkan pernyataan yang menyerukan kepada pemerintah untuk "mendengarkan kekhawatiran" para pegawai negeri, seraya menambahkan bahwa dia sebelumnya adalah penulis utama penilaian pusat yang mengatur legalitas penjualan senjata Inggris di Direktorat Timur Tengah dan Afrika Utara.
"Tugas saya adalah mengumpulkan semua informasi yang relevan mengenai korban sipil, kepatuhan hukum internasional, serta menilai komitmen dan kemampuan negara-negara yang bersangkutan," kata Smith.
"Untuk mengekspor senjata ke negara mana pun, Inggris harus yakin bahwa negara penerima memiliki prosedur yang kuat untuk menghindari korban sipil dan meminimalkan bahaya bagi kehidupan warga sipil. Tidak mungkin untuk membantah bahwa Israel melakukan itu," paparnya.
“Saya telah menulis surat kepada Menteri Luar Negeri untuk memberitahukan pengunduran diri saya dan mendesaknya untuk segera meninjau pendekatan Inggris terhadap situasi di Gaza. Saya sangat berharap dia akan mendengarkan kekhawatiran Pegawai Negeri Sipil tentang masalah ini dan membuat perubahan yang diperlukan," imbuh Smith.
Sejak 2008, Inggris telah memberikan lisensi untuk ekspor senjata ke Israel senilai total ÂŁ574 juta (USD727 juta), menurut Campaign Against Arms Trade (CAAT).
Pemerintah Inggris baru-baru ini mengecilkan skala pasokan, menyebutnya “relatif kecil” sebesar £42 juta (USD53 juta) pada tahun 2022.
Israel telah berulang kali membantah melanggar hukum humaniter internasional di Gaza.
Menanggapi kasus-kasus perbedaan pendapat sebelumnya oleh pejabat Barat atas kebijakan dan pasokan senjata, pemerintah Israel mengatakan bahwa mereka bertindak untuk mengalahkan Hamas sebagai “organisasi teroris genosida yang melakukan kejahatan perang serta kejahatan terhadap kemanusiaan”.
Pada bulan Mei, jaksa Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) mengajukan surat perintah penangkapan untuk perdana menteri dan menteri pertahanan Israel, serta untuk para pemimpin Hamas, atas kejahatan perang, namun surat perintah tersebut belum dikeluarkan.
Pejabat bernama Mark Smith tersebut menulis surat kepada rekan-rekannya pada hari Jumat lalu, mengatakan bahwa dia telah menyampaikan kekhawatiran "di setiap level" di Kantor Luar Negeri, termasuk melalui mekanisme pengungkapan pelanggaran resmi.
Smith, yang bertugas di Kedutaan Besar Inggris di Dublin, menambahkan bahwa dia tidak menerima apa pun selain ucapan terima kasih.
Kantor Luar Negeri, Persemakmuran, dan Pembangunan (FCDO) menolak berkomentar mengenai kasus perorangan tetapi mengatakan bahwa pemerintah berkomitmen untuk menegakkan hukum internasional.
Email pengunduran diri Smith dikirimkan ke sejumlah besar daftar distribusi yang mencakup ratusan pejabat pemerintah, staf kedutaan, dan para penasihat khusus menteri di Kantor Luar Negeri.
Smith mengatakan bahwa dia sebelumnya bekerja dalam penilaian lisensi ekspor senjata Timur Tengah untuk pemerintah dan setiap hari rekan-rekannya menyaksikan contoh-contoh yang jelas dan tidak perlu dipertanyakan lagi tentang kejahatan perang dan pelanggaran hukum humaniter internasional oleh Israel di Gaza.
"Anggota senior pemerintah dan militer Israel telah menyatakan niat genosida secara terbuka, tentara Israel merekam video dengan sengaja membakar, menghancurkan, dan menjarah properti sipil," tulisnya.
"Seluruh jalan dan universitas telah dihancurkan, bantuan kemanusiaan diblokir, dan warga sipil secara teratur tidak memiliki tempat yang aman untuk melarikan diri. Ambulans Bulan Sabit Merah telah diserang, sekolah dan rumah sakit secara teratur menjadi sasaran. Ini adalah Kejahatan Perang," lanjut dia, seperti dikutip AFP, Selasa (20/8/2024).
"Tidak ada pembenaran atas penjualan senjata Inggris yang terus berlanjut ke Israel," imbuh dia.
Sumber yang dekat dengan Smith mengatakan bahwa email-nya terbatas pada alamat internal pemerintah dan dia tidak mengundurkan diri secara terbuka.
Sejak berita pengunduran dirinya mencuat ke publik, Smith telah mengeluarkan pernyataan yang menyerukan kepada pemerintah untuk "mendengarkan kekhawatiran" para pegawai negeri, seraya menambahkan bahwa dia sebelumnya adalah penulis utama penilaian pusat yang mengatur legalitas penjualan senjata Inggris di Direktorat Timur Tengah dan Afrika Utara.
"Tugas saya adalah mengumpulkan semua informasi yang relevan mengenai korban sipil, kepatuhan hukum internasional, serta menilai komitmen dan kemampuan negara-negara yang bersangkutan," kata Smith.
"Untuk mengekspor senjata ke negara mana pun, Inggris harus yakin bahwa negara penerima memiliki prosedur yang kuat untuk menghindari korban sipil dan meminimalkan bahaya bagi kehidupan warga sipil. Tidak mungkin untuk membantah bahwa Israel melakukan itu," paparnya.
“Saya telah menulis surat kepada Menteri Luar Negeri untuk memberitahukan pengunduran diri saya dan mendesaknya untuk segera meninjau pendekatan Inggris terhadap situasi di Gaza. Saya sangat berharap dia akan mendengarkan kekhawatiran Pegawai Negeri Sipil tentang masalah ini dan membuat perubahan yang diperlukan," imbuh Smith.
Sejak 2008, Inggris telah memberikan lisensi untuk ekspor senjata ke Israel senilai total ÂŁ574 juta (USD727 juta), menurut Campaign Against Arms Trade (CAAT).
Pemerintah Inggris baru-baru ini mengecilkan skala pasokan, menyebutnya “relatif kecil” sebesar £42 juta (USD53 juta) pada tahun 2022.
Israel telah berulang kali membantah melanggar hukum humaniter internasional di Gaza.
Menanggapi kasus-kasus perbedaan pendapat sebelumnya oleh pejabat Barat atas kebijakan dan pasokan senjata, pemerintah Israel mengatakan bahwa mereka bertindak untuk mengalahkan Hamas sebagai “organisasi teroris genosida yang melakukan kejahatan perang serta kejahatan terhadap kemanusiaan”.
Pada bulan Mei, jaksa Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) mengajukan surat perintah penangkapan untuk perdana menteri dan menteri pertahanan Israel, serta untuk para pemimpin Hamas, atas kejahatan perang, namun surat perintah tersebut belum dikeluarkan.
(mas)