Putra Ismail Haniyeh Ungkap Warisan Ayahnya: Hati yang Menolong Semua Orang
loading...
A
A
A
JALUR GAZA - Mendiang Pemimpin Hamas Ismail Haniyeh adalah “hati yang menolong siapa pun yang dapat mencapainya,” menurut putranya Abdel Salam Haniyeh dalam wawancara eksklusif dengan jaringan media Lebanon Al-Mayadeen.
Abdel Salam Haniyeh berbicara tentang ayahnya, seorang pejuang, politisi, dan manusia yang tangguh.
Putra tertua mendiang pemimpin politik Hamas itu mengatakan banyaknya orang yang turun ke jalan untuk mengucapkan selamat tinggal kepada ayahnya, menegaskan Palestina dan Yerusalem tetap menjadi “kompas bangsa ini, tidak peduli seberapa sulit keadaannya.”
Ismail Haniyeh, kepala biro politik Hamas, dibunuh dalam serangan Israel pada 31 Juli, di ibu kota Iran, Teheran.
Abdel Salam menggambarkan ayahnya sebagai sosok yang teguh dalam pendiriannya yang berprinsip tetapi juga sebagai sosok yang suka sepakat yang menyatukan berbagai pandangan.
Dia mengatakan, pendiri Hamas, Sheikh Ahmed Yassin, memilih ayahnya sebagai orang yang paling dekat dengannya.
“Yassin memandang Abu al-Abed (Haniyeh) sebagai putranya, putra keluarganya, kubunya, dan negaranya,” papar dia.
Pemuda itu mengatakan mendiang ayahnya dan Yahya Sinwar, yang baru-baru ini terpilih sebagai kepala biro politik Hamas, “lebih dari sekadar saudara.”
Abdel Salam mengatakan kedua pria itu memiliki banyak kesamaan seperti “masa muda mereka di Universitas Islam dan dalam konteks ini mereka bersama-sama di dewan mahasiswa dan kemudian di aparat Al-Majd, hanya untuk kemudian dipisahkan di dalam tahanan.”
Dia menambahkan kesetiaan ayahnya kepada sahabatnya ditunjukkan dalam kesepakatan “Wafa al-Ahrar” saat Ismail Haniyeh menjadi kepala Hamas dan pemerintahan Palestina dan dia menjadi “payung” untuk operasi yang menyebabkan Gilad Shalit ditahan, yang kemudian mengarah pada kesepakatan pertukaran tahanan yang menghasilkan pembebasan Sinwar.
Abdel Salam Haniyeh berbicara tentang ayahnya, seorang pejuang, politisi, dan manusia yang tangguh.
Putra tertua mendiang pemimpin politik Hamas itu mengatakan banyaknya orang yang turun ke jalan untuk mengucapkan selamat tinggal kepada ayahnya, menegaskan Palestina dan Yerusalem tetap menjadi “kompas bangsa ini, tidak peduli seberapa sulit keadaannya.”
Ismail Haniyeh, kepala biro politik Hamas, dibunuh dalam serangan Israel pada 31 Juli, di ibu kota Iran, Teheran.
Lebih dari Sekadar Saudara
Abdel Salam menggambarkan ayahnya sebagai sosok yang teguh dalam pendiriannya yang berprinsip tetapi juga sebagai sosok yang suka sepakat yang menyatukan berbagai pandangan.
Dia mengatakan, pendiri Hamas, Sheikh Ahmed Yassin, memilih ayahnya sebagai orang yang paling dekat dengannya.
“Yassin memandang Abu al-Abed (Haniyeh) sebagai putranya, putra keluarganya, kubunya, dan negaranya,” papar dia.
Pemuda itu mengatakan mendiang ayahnya dan Yahya Sinwar, yang baru-baru ini terpilih sebagai kepala biro politik Hamas, “lebih dari sekadar saudara.”
Abdel Salam mengatakan kedua pria itu memiliki banyak kesamaan seperti “masa muda mereka di Universitas Islam dan dalam konteks ini mereka bersama-sama di dewan mahasiswa dan kemudian di aparat Al-Majd, hanya untuk kemudian dipisahkan di dalam tahanan.”
Dia menambahkan kesetiaan ayahnya kepada sahabatnya ditunjukkan dalam kesepakatan “Wafa al-Ahrar” saat Ismail Haniyeh menjadi kepala Hamas dan pemerintahan Palestina dan dia menjadi “payung” untuk operasi yang menyebabkan Gilad Shalit ditahan, yang kemudian mengarah pada kesepakatan pertukaran tahanan yang menghasilkan pembebasan Sinwar.