Mengenal Hamas, Gerakan Politik yang Konsisten Usung Cita-Cita Kemerdekaan Palestina

Rabu, 31 Juli 2024 - 13:42 WIB
loading...
Mengenal Hamas, Gerakan...
Hamas adalah organisasi yang digagas oleh pemimpin agama (syekh) Ahmad Yasin dan didirikan pada 1987 saat konflik Palestina-Israel memuncak. Foto ilustrasi/AP
A A A
GAZA - Terbunuhnya pemimpin Hamas Ismail Haniyeh membuat konflik Palestina-Israel makin jauh dari kata damai. Apalagi konflik Palestina dan Israel adalah salah satu konflik era modern paling lama dan paling ganas yang belum selesai sampai sekarang.

Ada berbagai hal yang jadi mewarnai konflik ini, termasuk terlibatnya berbagai aktor, salah satunya adalah Hamas. Artikel kali ini akan membahas soal fakta-fakta tentang Hamas yang perlu diketahui, simak ya!

Awal Mula Kelahiran Hamas


Hamas adalah organisasi yang digagas oleh pemimpin agama (syekh) Ahmad Yasin dan didirikan pada 1987 saat konflik Palestina-Israel memuncak.

Hamas muncul sebagai oposisi terhadap Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), yang saat itu dipegang oleh pemerintah Palestina pimpinan Yasser Arafat, yang terinspirasi oleh sosialisme dan nasionalisme.

Para pendiri Hamas meyakini bahwa PLO gagal membela kepentingan rakyat Palestina dan justru cenderung mendukung terhadap apa yang mereka lihat sebagai penjajahan Israel atas wilayah Palestina.

Fakta-Fakta Tentang Hamas


1. Lahir karena Pendudukan Israel


Hamas didirikan pada tahun 1987 selama Intifada Pertama, pemberontakan Palestina melawan pemerintahan Israel. Tujuannya adalah untuk mendirikan negara Islam di Palestina.

2. Memerintah Gaza


Hamas saat ini memerintah Jalur Gaza, wilayah Palestina di pantai Mediterania timur. Setelah memenangkan pemilu legislatif Palestina 2006, Hamas menguasai Gaza pada tahun 2007 setelah konflik kekerasan dengan rivalnya, Fatah. Sejak saat itu, Hamas telah menjadi otoritas de facto di Gaza, sementara Fatah memerintah Tepi Barat.

3. Dicap Organisasi Teroris


Hamas dianggap sebagai organisasi teroris oleh Israel, Amerika Serikat, Uni Eropa, dan lainnya. Selama bertahun-tahun, Hamas telah melakukan banyak serangan, termasuk bom bunuh diri, peluncuran roket, dan bentuk-bentuk kekerasan lainnya terhadap target-target Israel. Aksi-aksi ini telah menyebabkan konflik yang luas dan korban jiwa di kedua belah pihak.

4. Isolasi Internasional


Hamas telah menghadapi isolasi internasional karena aksi-aksi militannya dan penolakannya untuk mengakui hak Israel untuk hidup.

5. Ideologi Hamas


Ideologi Hamas menggabungkan nasionalisme dan Islamisme politik Ikhwanul Muslimin yang berasal dari Mesir. Dalam hal agama, mereka bisa dikatakan beraliran Salafi, dan oleh karena itu menganut interpretasi Islam yang ketat. Dengan demikian, jalan politik mereka adalah bergerak menuju negara Palestina (nasionalisme) yang diatur oleh syariat alias hukum Islam.


6. Cita-cita Palestina Merdeka


Apa yang diinginkan oleh Hamas dengan jelas adalah pendirian sebuah negara Palestina. Namun, yang masih dipersoalkan adalah wilayah negara tersebut. Sejak awal Hamas menginginkan sebuah negara Palestina yang mencakup Tepi Barat, Gaza, dan wilayah yang sekarang diduduki oleh negara Israel. Bahkan, mereka menentang keras perjanjian perdamaian Oslo, Norwegia tahun 1993 antara PLO dan pemerintah Israel.

Dalam hal ini, mereka sama saja menolak untuk menjadi bagian dari Otoritas Nasional Palestina, otoritas yang mulai diakui secara internasional–meskipun tidak secara bulat–sebagai otoritas Palestina yang sah dan embrio negara Palestina di masa depan.

7. Penyangkalan Terhadap Negara Israel


Meskipun ada perubahan dalam pernyataan-pernyataan publik para pemimpinnya,penyangkalan terhadap keabsahan Israel sebagai sebuah negara menjadi tekanan bagi Israel.

8. Metode Operasi


Cara Hamas untuk mencapai tujuan politiknya adalah menggabungkan mobilisasi sosial, organisasi politik, dan negosiasi dengan penggunaan kekerasan. Oleh karena itu, Hamas secara umum dianggap sebagai kelompok jihadis, dalam arti mereka tidak meninggalkan kekerasan sebagai strategi politik untuk mencapai tujuannya.

Perlu klarifikasi lebih lanjut mengenai modus operandi Hamas. Namun, Hamas bukanlah kelompok jihadis pada umumnya, tidak seperti halnya Al-Qaeda atau ISIS, yang menganjurkan perjuangan bersenjata secara eksklusif.

Hamas, seperti Ikhwanul Muslimin di Mesir, meningkatkan aktivitas kekerasan sebagai strategi untuk menyertai negosiasi politik. Oleh karena itu, Hamas dapat mengikuti pemilihan umum dan duduk untuk bernegosiasi, sembari merencanakan dan melaksanakan aksi-aksi teror terhadap warga sipil dan militer, seperti yang dilakukannya akhir pekan lalu ke Israel.

9. Labelisasi Hamas sebagai Kelompok Teroris Terbelah


Pelabelan Hamas hanya sebagai kelompok teroris merupakan hal yang rumit. Komunitas internasional, yang diwakili oleh badan-badan internasional, memang berupaya mengobjektifikasi dan menguraikan definisi terorisme secara ketat, tapi klasifikasinya masih sumir.

Meski demikian, PBB beserta Uni Eropa, Amerika Serikat (AS), Kanada, Jepang, Australia, Paraguay, Organisasi Negara-Negara Amerika, dan Mesir tetap memasukkan Hamas ke dalam daftar organisasi teroris. Sementara, negara-negara lain seperti Swiss, Norwegia, Rusia, Brasil, Turki, dan China, tidak memasukkannya.

Dengan mempertimbangkan hal-hal di atas, kita bisa melihat dengan jelas anomali dalam hal pengakuan Hamas sebagai teroris.
Ikhwanul Muslimin di Mesir, yang saat ini sudah dilarang, juga pernah menjadi gerakan politik yang sah di waktu yang berbeda dan di mata aktor-aktor yang berbeda pula.

10. Anggap sebagai Gerakan Politik


Hamas menganggap dirinya (dan merupakan) sebuah gerakan politik. Bahkan, mereka memohon kepada Pengadilan Uni Eropa untuk menghapusnya dari daftar kelompok teroris Uni Eropa, yang sudah tercatat sejak 2001.

Pada 2014, Pengadilan untuk sementara mendesak Uni Eropa untuk menghapus Hamas dari daftar tersebut, meskipun akhirnya diputuskan pada tahun 2019 bahwa Hamas harus tetap berada dalam daftar. Ini membuat dana Hamas terus dibekukan ketika terdeteksi.

Di Palestina, Hamas juga beroperasi sebagai partai politik. Puncak dari situasi ini terjadi pada tahun 2006, ketika Hamas ikut serta dalam Pemilu Palestina, bersaing dengan partai besar lainnya yang lebih sekuler, Al-Fatah, dan menang dengan suara mayoritas.

Akan tetapi, masyarakat internasional tidak mengakui hasil Pemilu tersebut dan krisis internal besar lainnya pun terjadi. Ini membuat krisis belum sepenuhnya terselesaikan hingga kini dan membuat Al-Fatah berkuasa di Tepi Barat sementara Hamas, secara de facto, berkuasa di Gaza.

Meskipun pada tahun 2017 Hamas kembali mengakui Otoritas Nasional Palestina untuk memerintah di Gaza, pengaruh Hamas terhadap wilayah yang dihuni lebih dari dua juta orang ini tetap signifikan.
(wyn)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0856 seconds (0.1#10.140)