AS Perlahan Tendang Turki dari Program Jet Tempur Siluman F-35
A
A
A
WASHINGTON - Amerika Serikat (AS) secara perlahan-lahan mendepak Turki dari program jet tempur siluman F-35. Langkah itu diambil setelah Ankara nekat mengakuisisi sistem pertahanan rudal S-400 Rusia.
Pelaksana Tugas (Plt) Menteri Pertahanan AS Patrick Shanahan melalui surat telah memberi tahu rekan Turki-nya Hulusi Akar perihal keputusan AS yang akan mengekstraksi Turki—mitra utama dan pemasok tunggal lusinan suku cadang untuk jet tempur F-35—dari program tersebut.
Surat bos Pentagon tertanggal 6 Juni itu berisi tulisan "Unwinding Turkey's Participation in the F-35", yang menurutnya Turki harus menghentikan semua operasi yang terkait dengan program tersebut pada 31 Juli.
Penghentian itu termasuk pelatihan pilot-pilotnya. Pilot Turki hanya akan diizinkan untuk tetap berada di AS hingga tanggal itu. Setelah melewati batas waktu, mereka akan dilarang memasuki Pangkalan Angkatan Udara Luke di Arizona dan Pangkalan Angkatan Udara Eglin di Florida, tempat pelatihan F-35 berlangsung. Saat ini, ada 42 kru Turki yang ditempatkan di salah satu pangkalan.
Mengonfirmasi laporan media sebelumnya, Shanahan menulis bahwa AS tidak akan menerima pilot baru dari Ankara."Karena kami menangguhkan Turki dari program F-35," ujarnya.
Turki tidak akan diundang ke meja bundar "F-35 CEO" tahunan pada 12 Juni dan tidak akan mendapatkan jadwal produksi, dukungan, dan pembaruan pengembangan lanjutan pada program tersebut. AS akan "menangguhkan pengiriman" materi dan peralatan tanpa batas waktu ke Turki dalam lingkup program tersebut.
Laporan didepaknya Turki dari program F-35 muncul setelah perusahaan pertahanan negara Rusia, Rostec, mengumumkan pada hari Jumat bahwa baterai sistem rudal S-400 pertama akan tiba di Turki dalam dua bulan. (Baca: Abaikan Ancaman AS, Rusia Mulai Kirim Sistem Rudal S-400 ke Turki )
CEO Rostec Sergey Chemezov mengindikasikan bahwa Rusia telah menyelesaikan pelatihan spesialis militer Turki untuk mengoperasikan kompleks sistem pertahanan udara yang mutakhir tersebut.
Pembelian sistem pertahanan rudal buatan Rusia telah menggagalkan rencana Turki untuk membeli sekitar 100 unit jet F-35, di mana Washington mempertimbangkan keberadaan kompleks sistem rudal S-400 di Turki sebagai ancaman keamanan bagi jet tempur dan NATO secara keseluruhan.
Dalam suratnya kepada pejabat Turki, Shanahan mengulangi ultimatum AS. "Turki tidak akan menerima F-35 jika membutuhkan pengiriman S-400," bunyi surat bos Pentagon tersebut, yang dikutip Sabtu (8/6/2019).
Selain mengulangi klaim bahwa S-400 akan mengkompromikan interoperabilitas NATO dan keamanan pesawat tempur F-35, Shanahan mengatakan kesepakatan antara Moskow dan Ankara pada tahun 2017 itu akan mengarah pada ketergantungan strategi dan ekonomi Turki pada Rusia.
Shanahan menggambarkan nasib suram Turki tanpa F-35. "(Turki) kehilangan pekerjaan, produk domestik bruto, dan perdagangan internasional," lanjut surat tersebut.
Selain itu, AS juga dapat menghantam Turki dengan sanksi di bawah undang-undang bernama Countering America's Adversaries Through Sanctions Act (CAATSA).
Masih menurut surat Shanahan, semua yang harus dilakukan Ankara untuk menghindari masalah adalah mengakhiri kesepakatan dengan Rusia. Namun, Ankara telah berulang kali menolak desakan AS tersebut dengan menegaskan bahwa S-400 adalah solusi yang lebih efisien untuk pertahanannya daripada alternatif yang ditawarkan oleh AS.
Ellen Lord, Wakil Menteri Pertahanan AS untuk Akuisisi dan Keberlanjutan, mengonfirmasi pada hari Jumat bahwa AS bertujuan untuk menghapus perusahaan-perusahaan Turki dari loop F-35 pada awal 2020. "Tidak akan ada gangguan besar dan sedikit penundaan, meskipun kehilangan kontribusi besar Ankara untuk produksi jet," katanya.
Pelaksana Tugas (Plt) Menteri Pertahanan AS Patrick Shanahan melalui surat telah memberi tahu rekan Turki-nya Hulusi Akar perihal keputusan AS yang akan mengekstraksi Turki—mitra utama dan pemasok tunggal lusinan suku cadang untuk jet tempur F-35—dari program tersebut.
Surat bos Pentagon tertanggal 6 Juni itu berisi tulisan "Unwinding Turkey's Participation in the F-35", yang menurutnya Turki harus menghentikan semua operasi yang terkait dengan program tersebut pada 31 Juli.
Penghentian itu termasuk pelatihan pilot-pilotnya. Pilot Turki hanya akan diizinkan untuk tetap berada di AS hingga tanggal itu. Setelah melewati batas waktu, mereka akan dilarang memasuki Pangkalan Angkatan Udara Luke di Arizona dan Pangkalan Angkatan Udara Eglin di Florida, tempat pelatihan F-35 berlangsung. Saat ini, ada 42 kru Turki yang ditempatkan di salah satu pangkalan.
Mengonfirmasi laporan media sebelumnya, Shanahan menulis bahwa AS tidak akan menerima pilot baru dari Ankara."Karena kami menangguhkan Turki dari program F-35," ujarnya.
Turki tidak akan diundang ke meja bundar "F-35 CEO" tahunan pada 12 Juni dan tidak akan mendapatkan jadwal produksi, dukungan, dan pembaruan pengembangan lanjutan pada program tersebut. AS akan "menangguhkan pengiriman" materi dan peralatan tanpa batas waktu ke Turki dalam lingkup program tersebut.
Laporan didepaknya Turki dari program F-35 muncul setelah perusahaan pertahanan negara Rusia, Rostec, mengumumkan pada hari Jumat bahwa baterai sistem rudal S-400 pertama akan tiba di Turki dalam dua bulan. (Baca: Abaikan Ancaman AS, Rusia Mulai Kirim Sistem Rudal S-400 ke Turki )
CEO Rostec Sergey Chemezov mengindikasikan bahwa Rusia telah menyelesaikan pelatihan spesialis militer Turki untuk mengoperasikan kompleks sistem pertahanan udara yang mutakhir tersebut.
Pembelian sistem pertahanan rudal buatan Rusia telah menggagalkan rencana Turki untuk membeli sekitar 100 unit jet F-35, di mana Washington mempertimbangkan keberadaan kompleks sistem rudal S-400 di Turki sebagai ancaman keamanan bagi jet tempur dan NATO secara keseluruhan.
Dalam suratnya kepada pejabat Turki, Shanahan mengulangi ultimatum AS. "Turki tidak akan menerima F-35 jika membutuhkan pengiriman S-400," bunyi surat bos Pentagon tersebut, yang dikutip Sabtu (8/6/2019).
Selain mengulangi klaim bahwa S-400 akan mengkompromikan interoperabilitas NATO dan keamanan pesawat tempur F-35, Shanahan mengatakan kesepakatan antara Moskow dan Ankara pada tahun 2017 itu akan mengarah pada ketergantungan strategi dan ekonomi Turki pada Rusia.
Shanahan menggambarkan nasib suram Turki tanpa F-35. "(Turki) kehilangan pekerjaan, produk domestik bruto, dan perdagangan internasional," lanjut surat tersebut.
Selain itu, AS juga dapat menghantam Turki dengan sanksi di bawah undang-undang bernama Countering America's Adversaries Through Sanctions Act (CAATSA).
Masih menurut surat Shanahan, semua yang harus dilakukan Ankara untuk menghindari masalah adalah mengakhiri kesepakatan dengan Rusia. Namun, Ankara telah berulang kali menolak desakan AS tersebut dengan menegaskan bahwa S-400 adalah solusi yang lebih efisien untuk pertahanannya daripada alternatif yang ditawarkan oleh AS.
Ellen Lord, Wakil Menteri Pertahanan AS untuk Akuisisi dan Keberlanjutan, mengonfirmasi pada hari Jumat bahwa AS bertujuan untuk menghapus perusahaan-perusahaan Turki dari loop F-35 pada awal 2020. "Tidak akan ada gangguan besar dan sedikit penundaan, meskipun kehilangan kontribusi besar Ankara untuk produksi jet," katanya.
(mas)