Guru Arab Saudi Dipenjara 20 Tahun atas Tuduhan Menghina Keadilan Raja Salman dan Agama
loading...
A
A
A
RIYADH - Asaad bin Nasser Al-Ghamdi, seorang guru di Arab Saudi, dijatuhi hukuman penjara 20 tahun dan larangan bepergian. Dia dinyatakan bersalah atas berbagai tuduhan, termasuk menghina keadilan Raja Salman bin Abdulaziz al-Saud dan agama.
Hukuman itu dikecam Partai Majelis Nasional Saudi (NAAS), sebuah partai oposisi Arab Saudi yang bermarkas di pengasingan di London, Inggris.
Hukuman untuk guru tersebut diungkap Yemen Press Agency dan kelompok hak asasi manusia (HAM) Saudi yang berbasis di London, SANAD.
Menurut laporan kantor media dan organisasi HAM tersebut, Al-Ghamdi divonis bersalah atas tuduhan terkait aktivitas media sosialnya, termasuk tuduhan menghina agama dan keadilan Raja Salman, mendukung gagasan teroris, berupaya mengacaukan sistem, dan membahayakan persatuan nasional.
Dia awalnya ditangkap menyusul postingannya di akun X pribadinya, yang ingin ditutup oleh Jaksa Penuntut Umum.
Di antara postingan yang dianggap sebagai bukti yang memberatkannya adalah postingan yang menyatakan belasungkawa kepada Dr Abdullah Al-Hamid, pendiri Asosiasi Hak Sipil dan Politik Saudi (HASM).
Al-Ghamdi juga dituduh mengkritik proyek Visi 2030 yang digagas Putra Mahkota Mohammed bin Salman dan transformasi di kerajaan serta pengabaian pihak berwenang terhadap aliansi agama lama.
Al-Ghamdi, yang ditahan selama satu setengah tahun, dilaporkan terus-menerus disiksa dan diabaikan secara medis di penjara Dhahban dan Al-Hayer.
NAAS mengeklaim bahwa dia diberi obat yang memengaruhi kondisi mentalnya, sehingga menyebabkan penurunan kesehatan yang nyata.
Pihak berwenang Saudi telah dikritik karena menunjuk seorang pengacara yang bertindak lebih seperti petugas keamanan daripada pengacara pembela, kata partai oposisi tersebut.
Al-Ghamdi adalah saudara laki-laki pembangkang Sa’id bin Nasser Al-Ghamdi yang berbasis di London dan Mohammed Al-Ghamdi, yang dijatuhi hukuman mati karena postingannya di X.
Dr Al-Hamid, seorang aktivis HAM terkemuka, meninggal dalam tahanan pada bulan April 2020. Sejak September 2017, pihak berwenang Saudi telah menangkap dan menargetkan banyak cendekiawan, pemikir, dan akademisi.
"SANAD mengutuk penangkapan sewenang-wenang, hukuman berikutnya, dan hukuman penjara 20 tahun yang dijatuhkan kepadanya semata-mata karena menjalankan hak dasarnya atas kebebasan berekspresi," kata organisasi tersebut.
“Kami mengutuk keras penangkapan Asaad Al-Ghamdi dan segala pelanggaran yang dihadapinya selama masa penahanan, penyidikan, dan persidangan. Kami juga dengan keras menolak hukuman tidak adil yang dijatuhkan kepadanya hanya karena menggunakan hak dasar dan sahnya atas kebebasan berekspresi dengan cara yang damai," paparnya.
“Kami menyerukan kepada pemerintah Saudi untuk mempercepat pembebasannya dan memberinya perawatan medis yang diperlukan tanpa penundaan,” imbuh SANAD, seperti dikutip Middle East Monitor, Selasa (25/6/2024).
Pemerintah Kerajaan Arab Saudi belum berkomentar atas laporan tentang hukuman penjara terhadap Asaad bin Nasser Al-Ghamdi.
Hukuman itu dikecam Partai Majelis Nasional Saudi (NAAS), sebuah partai oposisi Arab Saudi yang bermarkas di pengasingan di London, Inggris.
Hukuman untuk guru tersebut diungkap Yemen Press Agency dan kelompok hak asasi manusia (HAM) Saudi yang berbasis di London, SANAD.
Baca Juga
Menurut laporan kantor media dan organisasi HAM tersebut, Al-Ghamdi divonis bersalah atas tuduhan terkait aktivitas media sosialnya, termasuk tuduhan menghina agama dan keadilan Raja Salman, mendukung gagasan teroris, berupaya mengacaukan sistem, dan membahayakan persatuan nasional.
Dia awalnya ditangkap menyusul postingannya di akun X pribadinya, yang ingin ditutup oleh Jaksa Penuntut Umum.
Di antara postingan yang dianggap sebagai bukti yang memberatkannya adalah postingan yang menyatakan belasungkawa kepada Dr Abdullah Al-Hamid, pendiri Asosiasi Hak Sipil dan Politik Saudi (HASM).
Al-Ghamdi juga dituduh mengkritik proyek Visi 2030 yang digagas Putra Mahkota Mohammed bin Salman dan transformasi di kerajaan serta pengabaian pihak berwenang terhadap aliansi agama lama.
Al-Ghamdi, yang ditahan selama satu setengah tahun, dilaporkan terus-menerus disiksa dan diabaikan secara medis di penjara Dhahban dan Al-Hayer.
NAAS mengeklaim bahwa dia diberi obat yang memengaruhi kondisi mentalnya, sehingga menyebabkan penurunan kesehatan yang nyata.
Pihak berwenang Saudi telah dikritik karena menunjuk seorang pengacara yang bertindak lebih seperti petugas keamanan daripada pengacara pembela, kata partai oposisi tersebut.
Al-Ghamdi adalah saudara laki-laki pembangkang Sa’id bin Nasser Al-Ghamdi yang berbasis di London dan Mohammed Al-Ghamdi, yang dijatuhi hukuman mati karena postingannya di X.
Dr Al-Hamid, seorang aktivis HAM terkemuka, meninggal dalam tahanan pada bulan April 2020. Sejak September 2017, pihak berwenang Saudi telah menangkap dan menargetkan banyak cendekiawan, pemikir, dan akademisi.
"SANAD mengutuk penangkapan sewenang-wenang, hukuman berikutnya, dan hukuman penjara 20 tahun yang dijatuhkan kepadanya semata-mata karena menjalankan hak dasarnya atas kebebasan berekspresi," kata organisasi tersebut.
“Kami mengutuk keras penangkapan Asaad Al-Ghamdi dan segala pelanggaran yang dihadapinya selama masa penahanan, penyidikan, dan persidangan. Kami juga dengan keras menolak hukuman tidak adil yang dijatuhkan kepadanya hanya karena menggunakan hak dasar dan sahnya atas kebebasan berekspresi dengan cara yang damai," paparnya.
“Kami menyerukan kepada pemerintah Saudi untuk mempercepat pembebasannya dan memberinya perawatan medis yang diperlukan tanpa penundaan,” imbuh SANAD, seperti dikutip Middle East Monitor, Selasa (25/6/2024).
Pemerintah Kerajaan Arab Saudi belum berkomentar atas laporan tentang hukuman penjara terhadap Asaad bin Nasser Al-Ghamdi.
(mas)