Arab Saudi Hapus Gambaran Negatif tentang Israel dari Kurikulum Sekolahnya
loading...
A
A
A
TEL AVIV - Sebuah studi terhadap buku pelajaran sekolah di Arab Saudi menemukan peningkatan kemajuan dalam penggambaran Israel dan Zionisme oleh kerajaan tersebut.
Buku pelajaran untuk tahun ajaran 2023-2024 tidak lagi mengajarkan bahwa Zionisme adalah gerakan rasis Eropa, dan tidak lagi menyangkal sejarah kehadiran Yahudi di wilayah tersebut. Demikian penelitian yang diterbitkan organisasi nirlaba IMPACT-se, yang memantau kurikulum pendidikan di negara-negara Timur Tengah dan Afrika Utara.
“Ini adalah langkah kecil yang menunjukkan perubahan narasi terhadap Israel, dan menunjukkan lebih banyak toleransi dan keterbukaan,” kata Nimrod Goren, yang mengepalai Mitvim—Institut Kebijakan Luar Negeri Israel—, kepada The Times of Israel, Selasa (4/6/2024).
Penunjukan Israel sebagai “negara musuh” telah dihapuskan, namun referensi terhadap “pendudukan Israel” masih dapat ditemukan, dan kurikulumnya masih menggarisbawahi komitmen Arab Saudi terhadap perjuangan Palestina.
Laporan penelitian itu menyoroti nama “Israel” masih tidak muncul di peta, namun nama “Palestina”—yang sebelumnya mencakup seluruh wilayah Israel—, kini telah dihapus.
“Ini menunjukkan bahwa jika Saudi menuju normalisasi, mereka melakukan semuanya sejalan dengan model UEA [Uni Emirat Arab] dan Bahrain,” kata Goren, merujuk pada hubungan diplomatik yang dibangun dengan kedua kerajaan Teluk tersebut dalam kerangkaKesepakatan Abraham pada tahun 2020.
Hubungan dengan UEA dan Bahrain telah diterjemahkan ke dalam kerja sama budaya dan kontak antar-masyarakat, yang disebut “perdamaian hangat", berbeda dengan “perdamaian dingin” yang terjadi di Yordania dan Mesir, dua negara di mana opini publik sangat bermusuhan terhadap Israel.
Menurut Goren, "pembukaan" bertahap Arab Saudi dimulai sekitar satu dekade lalu.
"Prosesnya mirip dengan apa yang dilakukan UEA dan Bahrain pada dekade sebelum Kesepakatan Abraham, sebuah langkah yang sangat lambat dan bertahap yang mencerminkan toleransi dan normalisasi keterlibatan, menjadikannya lebih rutin dalam persepsi publik,” katanya.
Buku pelajaran untuk tahun ajaran 2023-2024 tidak lagi mengajarkan bahwa Zionisme adalah gerakan rasis Eropa, dan tidak lagi menyangkal sejarah kehadiran Yahudi di wilayah tersebut. Demikian penelitian yang diterbitkan organisasi nirlaba IMPACT-se, yang memantau kurikulum pendidikan di negara-negara Timur Tengah dan Afrika Utara.
“Ini adalah langkah kecil yang menunjukkan perubahan narasi terhadap Israel, dan menunjukkan lebih banyak toleransi dan keterbukaan,” kata Nimrod Goren, yang mengepalai Mitvim—Institut Kebijakan Luar Negeri Israel—, kepada The Times of Israel, Selasa (4/6/2024).
Penunjukan Israel sebagai “negara musuh” telah dihapuskan, namun referensi terhadap “pendudukan Israel” masih dapat ditemukan, dan kurikulumnya masih menggarisbawahi komitmen Arab Saudi terhadap perjuangan Palestina.
Laporan penelitian itu menyoroti nama “Israel” masih tidak muncul di peta, namun nama “Palestina”—yang sebelumnya mencakup seluruh wilayah Israel—, kini telah dihapus.
“Ini menunjukkan bahwa jika Saudi menuju normalisasi, mereka melakukan semuanya sejalan dengan model UEA [Uni Emirat Arab] dan Bahrain,” kata Goren, merujuk pada hubungan diplomatik yang dibangun dengan kedua kerajaan Teluk tersebut dalam kerangkaKesepakatan Abraham pada tahun 2020.
Bertujuan untuk 'Perdamaian Hangat' dengan Saudi
Hubungan dengan UEA dan Bahrain telah diterjemahkan ke dalam kerja sama budaya dan kontak antar-masyarakat, yang disebut “perdamaian hangat", berbeda dengan “perdamaian dingin” yang terjadi di Yordania dan Mesir, dua negara di mana opini publik sangat bermusuhan terhadap Israel.
Menurut Goren, "pembukaan" bertahap Arab Saudi dimulai sekitar satu dekade lalu.
"Prosesnya mirip dengan apa yang dilakukan UEA dan Bahrain pada dekade sebelum Kesepakatan Abraham, sebuah langkah yang sangat lambat dan bertahap yang mencerminkan toleransi dan normalisasi keterlibatan, menjadikannya lebih rutin dalam persepsi publik,” katanya.