Benarkah Arab Saudi dan Yaman Berperang? Simak Penjelasannya
loading...
A
A
A
SANAA - Arab Saudi dan Yaman merupakan dua negara mayoritas Muslim di kawasan Timur Tengah. Kendati letaknya berdekatan, keduanya sering disebut punya hubungan yang kurang harmonis.
Melihat ke belakang, Arab Saudi dan Yaman memang memiliki catatan konflik tersendiri. Sebagai contoh, keduanya pernah terlibat konfrontasi ketika perang saudara di Yaman berkecamuk pada 2014.
Riwayat tersebut membuat banyak orang menganggap bahwa Arab Saudi dan Yaman benar-benar berperang. Namun, benarkah demikian?
Mengutip laman Cfr, Senin (3/6/2024), Houthi yang memiliki sejarah pemberontakan melawan pemerintah Sunni menuntut adanya pemerintahan baru di Yaman. Saat negosiasi gagal, kelompok ini merebut istana presiden pada Januari 2015.
Akibatnya, Presiden Abd Rabbu Mansour Hadi dan pemerintahannya terpaksa mengundurkan diri. Kondisi tersebut juga membuat Hadi harus kabur ke luar negeri untuk berlindung.
Setelah itu, Arab Saudi mulai terlibat. Menyikapi kondisi di Yaman, Arab Saudi sebagai tetangga melakukan intervensi militer.
Tujuannya adalah untuk menggulingkan Houthi, sekaligus mengembalikan kekuasaan Presiden Hadi. Menariknya, langkah ini juga didukung negara Arab lain seperti Bahrain hingga Uni Emirat Arab (UEA).
Jalannya intervensi kekuatan-kekuatan regional dalam konflik Yaman turut menarik negara tersebut ke dalam perjuangan proksi regional seiring dengan perpecahan Sunni-Syiah yang lebih luas. Akibatnya, konflik menjadi semakin runyam.
Pada Juni 2015, Arab Saudi menerapkan blokade laut guna mencegah Iran memasok senjata ke Houthi. Sebagai tanggapan, Teheran mengirimkan konvoi angkatan laut yang berakibat meningkatnya risiko eskalasi militer antara kedua negara.
Arab Saudi dan Uni Emirat Arab juga memimpin kampanye udara tanpa henti dengan perkiraan lebih dari 25.000 serangan. Serangan ini disebut menyebabkan lebih dari 19.000 korban sipil.
Lebih jauh, sepanjang konflik ini berlangsung telah menimbulkan banyak korban jiwa bagi warga sipil Yaman dan menjadikannya sebagai krisis kemanusiaan terburuk di dunia. PBB menyebut 60 persen dari perkiraan 377.000 kematian di Yaman antara 2015-2022 diakibatkan penyebab tidak langsung seperti kerawanan pangan hingga kurangnya layanan kesehatan.
Melihat kondisi di atas, bisa dipahami bahwa Arab Saudi sejatinya tidak bertujuan untuk perang dengan Yaman. Intervensi militer yang dilakukan Riyadh murni untuk menumpas kelompok Houthi dan mengembalikan rezim lama di Sanaa.
Namun, sejumlah pihak menganggap bahwa langkah Arab Saudi itu turut memperumit jalannya perang saudara di Yaman. Akibatnya, tak jarang orang lebih mengenal konflik tersebut dengan sebutan perang Arab Saudi dan Yaman.
Melihat ke belakang, Arab Saudi dan Yaman memang memiliki catatan konflik tersendiri. Sebagai contoh, keduanya pernah terlibat konfrontasi ketika perang saudara di Yaman berkecamuk pada 2014.
Riwayat tersebut membuat banyak orang menganggap bahwa Arab Saudi dan Yaman benar-benar berperang. Namun, benarkah demikian?
Benarkah Arab Saudi dan Yaman Berperang
Sebelum lebih jauh, perlu diketahui bahwa Yaman mengalami perang saudara pada 2014. Keadaan ini bermula ketika kelompok militan Houthi mengambil alih ibu kota Yaman dan kota terbesarnya, yakni Sanaa.Mengutip laman Cfr, Senin (3/6/2024), Houthi yang memiliki sejarah pemberontakan melawan pemerintah Sunni menuntut adanya pemerintahan baru di Yaman. Saat negosiasi gagal, kelompok ini merebut istana presiden pada Januari 2015.
Akibatnya, Presiden Abd Rabbu Mansour Hadi dan pemerintahannya terpaksa mengundurkan diri. Kondisi tersebut juga membuat Hadi harus kabur ke luar negeri untuk berlindung.
Setelah itu, Arab Saudi mulai terlibat. Menyikapi kondisi di Yaman, Arab Saudi sebagai tetangga melakukan intervensi militer.
Tujuannya adalah untuk menggulingkan Houthi, sekaligus mengembalikan kekuasaan Presiden Hadi. Menariknya, langkah ini juga didukung negara Arab lain seperti Bahrain hingga Uni Emirat Arab (UEA).
Jalannya intervensi kekuatan-kekuatan regional dalam konflik Yaman turut menarik negara tersebut ke dalam perjuangan proksi regional seiring dengan perpecahan Sunni-Syiah yang lebih luas. Akibatnya, konflik menjadi semakin runyam.
Pada Juni 2015, Arab Saudi menerapkan blokade laut guna mencegah Iran memasok senjata ke Houthi. Sebagai tanggapan, Teheran mengirimkan konvoi angkatan laut yang berakibat meningkatnya risiko eskalasi militer antara kedua negara.
Arab Saudi dan Uni Emirat Arab juga memimpin kampanye udara tanpa henti dengan perkiraan lebih dari 25.000 serangan. Serangan ini disebut menyebabkan lebih dari 19.000 korban sipil.
Lebih jauh, sepanjang konflik ini berlangsung telah menimbulkan banyak korban jiwa bagi warga sipil Yaman dan menjadikannya sebagai krisis kemanusiaan terburuk di dunia. PBB menyebut 60 persen dari perkiraan 377.000 kematian di Yaman antara 2015-2022 diakibatkan penyebab tidak langsung seperti kerawanan pangan hingga kurangnya layanan kesehatan.
Melihat kondisi di atas, bisa dipahami bahwa Arab Saudi sejatinya tidak bertujuan untuk perang dengan Yaman. Intervensi militer yang dilakukan Riyadh murni untuk menumpas kelompok Houthi dan mengembalikan rezim lama di Sanaa.
Namun, sejumlah pihak menganggap bahwa langkah Arab Saudi itu turut memperumit jalannya perang saudara di Yaman. Akibatnya, tak jarang orang lebih mengenal konflik tersebut dengan sebutan perang Arab Saudi dan Yaman.
(ahm)