Peretas Rusia dan China Serang Basis Data KPU Indonesia
A
A
A
JAKARTA - Peretas Rusia dan China menyerang basis data Komisi Pemilihan Umum (KPU) Indonesia dalam upaya untuk mengganggu pemilihan presiden 17 April 2019 mendatang. Hal itu diungkap Ketua KPU Arief Budiman kepada Bloomberg, Rabu (13/3/2019).
Belum jelas apakah para peretas asing itu mewakili orotitas negara terkait atau bukan. Menurut Arief KPU menghadapi gelombang serangan siber yang diduga untuk mengacaukan proses pemilu.
"Termasuk upaya untuk memanipulasi atau memodifikasi konten serta untuk menciptakan apa yang disebut pemilih hantu, atau identitas pemilih palsu," kata Arief.
"Mereka mencoba meretas sistem kami," lanjut dia. "Tidak hanya setiap hari. Hampir setiap jam," imbuh Arief.
Arief mengaku belum tahu apakah motif serangan siber ini untuk mengganggu Indonesia atau untuk membantu salah satu kandidat presiden menang. "Perilaku pemilih dapat diubah dengan melegitimasi penyelenggara pemilu," katanya, merujuk pada KPU.
Kementerian Luar Negeri China menegaskan bahwa Beijing tidak ikut campur urusan dalam negeri negara-negara lain. Kementerian itu dalam sebuah pernyataan Rabu malam dengan tegas menentang peretasan.
Indonesia, lanjut kementerian tersebut belum memberikan informasi tentang tuduhan serangan siber itu. Namun, China mengaku siap bekerja sama dalam memerangi peretasan jika ada bukti.
Sementara itu, juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan Rusia menolak tuduhan serangan siber di Indonesia. Menurutnya, tuduhan itu tidak berdasar.
Peskov mengatakan negaranya tidak ikut campur urusan dalam negeri negara lain. "Rusia tidak berniat ikut campur dalam urusan negara lain, terutama dalam proses pemilu. Kami tidak suka kalau itu dilakukan untuk kami dan kami tidak pernah melakukannya," kata Peskov.
Belum jelas apakah para peretas asing itu mewakili orotitas negara terkait atau bukan. Menurut Arief KPU menghadapi gelombang serangan siber yang diduga untuk mengacaukan proses pemilu.
"Termasuk upaya untuk memanipulasi atau memodifikasi konten serta untuk menciptakan apa yang disebut pemilih hantu, atau identitas pemilih palsu," kata Arief.
"Mereka mencoba meretas sistem kami," lanjut dia. "Tidak hanya setiap hari. Hampir setiap jam," imbuh Arief.
Arief mengaku belum tahu apakah motif serangan siber ini untuk mengganggu Indonesia atau untuk membantu salah satu kandidat presiden menang. "Perilaku pemilih dapat diubah dengan melegitimasi penyelenggara pemilu," katanya, merujuk pada KPU.
Kementerian Luar Negeri China menegaskan bahwa Beijing tidak ikut campur urusan dalam negeri negara-negara lain. Kementerian itu dalam sebuah pernyataan Rabu malam dengan tegas menentang peretasan.
Indonesia, lanjut kementerian tersebut belum memberikan informasi tentang tuduhan serangan siber itu. Namun, China mengaku siap bekerja sama dalam memerangi peretasan jika ada bukti.
Sementara itu, juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan Rusia menolak tuduhan serangan siber di Indonesia. Menurutnya, tuduhan itu tidak berdasar.
Peskov mengatakan negaranya tidak ikut campur urusan dalam negeri negara lain. "Rusia tidak berniat ikut campur dalam urusan negara lain, terutama dalam proses pemilu. Kami tidak suka kalau itu dilakukan untuk kami dan kami tidak pernah melakukannya," kata Peskov.
(mas)