Polisi Swedia Gagalkan Rencana Pembakaran Al-Quran di Daerah Imigran Muslim

Selasa, 18 Agustus 2020 - 17:54 WIB
loading...
Polisi Swedia Gagalkan Rencana Pembakaran Al-Quran di Daerah Imigran Muslim
Polisi Swedia menolak rencana pembakaran Al-Quran di daerah imigran Muslim. Foto/Ilustrasi
A A A
STOCKHOLM - Polisi Swedia menghentikan rencana seorang seniman jalanan yang kontroversial untuk membakar Al-Quran di luar masjid di distrik Rosengard yang terkenal di Malmo. Wilayah itu masuk dalam daftar "daerah rawan" Swedia dan sering disebut sebagai daerah terlarang.

Seniman jalanan Swedia, Dan Park, yang juga teman dari pengacara Denmark dan pemimpin partai garis keras Rasmus Paludan, berencana untuk membakar kitab suci umat Islam itu pada 28 Agustus. Paludan sebelumnya juga memiliki sejarah membakar Al-Quran di daerah Muslim, yang dilihatnya sebagai perayaan kebebasan berbicara. Paludan menggambarkan tindakannya sebagai "membela orang-orang persaudaraannya" di Swedia.(Baca: Jadikan Al-Quran Bahan Candaan, Wanita Tunisia Dijebloskan ke Penjara )

Menurut Dan Park sendiri, polisi menolak izin atas aksinya tersebut dengan alasan keamanan.

“Kami mengajukan izin di luar masjid di Rosengard, atau di tempat lain di Rosengard. Mereka menolaknya, demi alasan keamanan. Mereka mengklaim akan ada terlalu banyak kekerasan, terlalu banyak provokasi,” kata Park kepada outlet berita Nyheter Idag yang dikutip Sputnik, Selasa (18/8/2020).

Menurut sang seniman, polisi malah mengusulkan alun-alun di daerah yang jauh lebih tenang dengan lebih sedikit imigran Muslim.

Dengan pengakuan Park sendiri, polisi menekankan bahwa 28 Agustus adalah hari Jumat, itulah sebabnya umat Islam yang berkumpul untuk sholat Jumat dapat melihat Al-Quran yang terbakar sebagai aksi provokasi yang disengaja.

"Saya memberi tahu polisi, Anda tunduk pada kekerasan. Anda takut akan ada kekerasan, jadi Anda menyerah. Kekerasan yang memutuskan kebebasan berekspresi,” kata Park kepada Nyheter Idag.

Rasmus Paludan, yang memimpin partai garis keras anti-imigrasi Denmark, yang diidentifikasi sebagai "etno-nasionalis utilitarian" dan berusaha melarang Islam secara total, tidak berkomentar apa-apa tentang keputusan polisi tersebut.

“Polisi Swedia jelas mencintai umat Islam dan tidak berani melakukan tugasnya. Sebuah babak memalukan dalam sejarah Swedia, hari ketika negara Swedia menolak kebebasan berekspresi dan kebebasan berkumpul,” kata Paludan kepada outlet berita Samhallsnytt.(Baca: Politisi Anti-Islam Denmark Akan Bakar Alquran di Swedia )

Baik Paludan maupun Park tidak asing dengan kontroversi. Paludan, yang partainya nyaris tidak lolos dari ambang batas parlemen dalam pemilu 2019, telah selamat dari serangkaian serangan dan upaya pembunuhan atas pembakaran Al-Quran dan hidup di bawah perlindungan polisi. Dia telah menghadapi beberapa kontroversi hukum dan dihukum karena mengungkapkan pandangan rasis.

Tahun lalu, tindakan Paludan di pinggiran kota Kopenhagen memicu kerusuhan sipil dan kerusuhan serta menyebabkan puluhan penangkapan.

Dan Park telah berulang kali ditangkap, didenda, dan dipenjara karena ujaran kebencian atas karya seninya. Beberapa karya Park termasuk kolase yang menggambarkan seorang aktivis mahasiswa Afro-Swedia terkenal yang dirantai dengan teks "Budak Negro kami telah melarikan diri" dan menempatkan toples berlabel Zyklon B dan swastika di luar gedung sidang Yahudi di Malmo.

Meski berasal dari latar belakang sayap kiri, Park menegaskan bahwa karyanya bukan menampilkan rasisme atau kebencian, melainkan komentar sosial yang pedas tentang peristiwa terkini dan protes terhadap kebenaran politik di Swedia. Park menyebut dirinya orang yang percaya pada kebebasan berbicara dan pelawan yang selalu benar jika masyarakat pergi ke kiri, dan sebaliknya.
(ber)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1191 seconds (0.1#10.140)