Pandemi Covid-19 Memukul Keuntungan Kebijakan 'Abenomics' Jepang

Selasa, 18 Agustus 2020 - 11:30 WIB
loading...
Pandemi Covid-19 Memukul Keuntungan Kebijakan Abenomics Jepang
Seorang pria memakai masker duduk di dalam toko di Tokyo, Jepang. Foto/REUTERS
A A A
TOKYO - Perdana Menteri (PM) Jepang Shinzo Abe berkuasa pada 2012 dengan menerapkan kebijakan yang disebut "Abenomics" untuk membantu menghidupkan kembali ekonomi dan mendorong laba perusahaan, ekspor dan lapangan kerja.

Meski demikian, rekor penurunan ekonomi Jepang pada kuartal II akibat virus corona telah menghancurkan banyak keuntungan dari kebijakan itu, menjadi pukulan politik bagi Abe, setahun sebelum masa jabatannya sebagai ketua Partai Liberal Demokrat (LDP) berakhir.

Produk domestik bruto (PDB) riil Jepang terpukul hampir USD5,09 triliun pada September tahun lalu, tapi kemudian mulai tergelincir saat perang dagang Amerika Serikat (AS)-China dan kenaikan pajak penjualan memukul ekspor dan konsumsi.

Pandemi kemudian memukul PDB riil menjadi 485 triliun yen, terendah sejak gempa bumi dan tsunami 2011.

Untuk menghadapi pukulan pandemi, pemerintah Abe mengerahkan sejumlah stimulus belanja senilai USD2,2 triliun, hampir setengah dari ukuran ekonominya.

Langkah itu mendorong anggaran belanja dan menambah utang publik Jepang semakin membengkak, padahal saat ini utang publik Jepang sudah yang terbesar di antara negara-negara kaya lainnya.

Abe mempertimbangkan pertumbuhan lapangan kerja yang kuat sebagai salah satu kesuksesan kebijakannya, dikaitkan dengan pertumbuhan ekonomi kuat di saat populasi usia produktif menyusut dan persaingan kerja yang ketat.

Tingkat pengangguran Jepang berada di level terendah dalam 27 tahun sebesar 2,2% pada Desember tahun lalu, sedikit di atas setengah level saat Abe berkuasa pada 2012, meski pandemi telah turut menaikkannya. (Baca Juga: Israel Setujui Mega Proyek Pemukiman Yahudi, Termasuk Jalan Penghubung)

Meski beberapa tahun terakhir Bank Sentral Jepang memperbanyak pencetakan uang, inflasi gagal menguat mencapai target 2%, puncaknya 1,4% pada 2014 setelah harga minyak merosot. (Baca Infografis: Merdeka Pak Jokowi! Ini Saran Pelaku Usaha untuk Ekonomi RI)

Pandemi sekarang memicu kekhawatiran deflasi saat belanja rumah tangga yang melemah menekan harga-harga produk. (Lihat Video: Warga Antusias Beri Penghormatan Pada Merah Putih Pukul 10.17 WIB)
(sya)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1041 seconds (0.1#10.140)