China Wanti-wanti Warga Tibet: Jangan Ikuti Dalai Lama

Jum'at, 14 Desember 2018 - 16:54 WIB
China Wanti-wanti Warga Tibet: Jangan Ikuti Dalai Lama
China Wanti-wanti Warga Tibet: Jangan Ikuti Dalai Lama
A A A
BEIJING - Warga Tibet jangan mengikuti kebohongan Dalai Lama dan harus memahami dengan jelas aturan Partai Komunis. Demikian pernyataan yang dikeluarkan pemerintah China jelang peringatan ulang tahun Dalai Lama ke-60 yang telah melarikan diri ke pengasingan.

Beijing mengirim pasukan ke Tibet pada tahun 1950 dalam apa yang secara resmi dianggap sebagai pembebasan dengan damai dan telah memerintah di sana dengan tangan besi sejak itu.

Dalai Lama, tokoh tertinggi dalam agama Buddha Tibet, melarikan diri ke pengasingan ke India pada 1959 setelah pemberontakan yang gagal terhadap pemerintah China.

China kerap menyebutnya sebagai seorang separatis yang berbahaya, meskipun Dalai Lama mengatakan ia hanya menginginkan otonomi untuk tanah airnya yang terpencil dan bergunung-gunung.

Harian resmi Tibet Daily mengatakan Dalai Lama yang berusia 83 tahun tidak pernah menyerah mendengungkan kemerdekaan Tibet, menolak niat Beijing untuk mencari "jalan tengah" otonomi.

"Apakah itu 'jalan tengah' atau 'tingkat otonomi tinggi', tujuannya adalah untuk mencoba dan meniadakan kepemimpinan partai, meniadakan sistem sosialis, dan meniadakan sistem wilayah otonomi etnis," tulis media itu seperti dikutip dari Reuters, Jumat (14/12/2018).

Dikatakan Dalai Lama telah mencoba menggunakan kekuatan musuh di media Barat untuk menyebarkan desas-desus dan fitnahnya terhadap China untuk mempromosikan kemerdekaan Tibet, mengabaikan kebebasan dan hormat yang diberikan kepada rakyat Tibet.

“Dalam menghadapi kebohongan Dalai Lama ke-14, rakyat Tibet yang beragam harus lebih sadar bahwa Tibet yang baru dan sosialis menggantikan sistem teistik dan feodal Tibet kuno adalah kebutuhan historis, dan kemenangan bagi kebenaran dan rakyat,” tulis media itu.

Tidak ada reaksi langsung terhadap komentar koran tersebut dari pemerintah Tibet di pengasingan di India.

Sementara itu, Dalai Lama sendiri memberikan kuliah di Mumbai tentang pengetahuan India kuno, tetapi tidak secara langsung menyebutkan hubungan saat ini dengan China.

"Kekerasan selalu membawa penderitaan," katanya, dalam komentar di halaman Facebooknya.

"Sifat dasar manusia lebih berwelas asih," imbuhnya.

Kelompok-kelompok HAM mengatakan situasi untuk etnis Tibet tetap sulit dalam apa yang disebut China sebagai Daerah Otonomi Tibet. Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia PBB mengatakan pada bulan Juni kondiri di Tiber memburuk dengan cepat.

Minggu ini, Senat AS meloloskan Rencana Undang-Undang Akses Timbal Balik ke Tibet, yang sekarang menuju Gedung Putih untuk Presiden Donald Trump sahkan menjadi undang-undang.

Tindakan itu berusaha untuk mempromosikan akses ke Tibet bagi para diplomat AS dan pejabat lainnya, wartawan, dan warga lainnya dengan menolak pejabat China masuk ke AS karena dianggap bertanggung jawab untuk membatasi akses ke Tibet.

Juru bicara Departemen Luar Negeri China Lu Kang mengatakan RUU itu merupakan intervensi terhadap urusan domestik China dan mereka sudah melayangkan "protes keras" ke AS tentang hal itu.

"Banyak wisatawan asing mengunjungi Tibet setiap tahun, dengan hampir 40.000 perjalanan dilakukan warga Amerika ke sana sejak tahun 2015, termasuk oleh politisi senior AS, menunjukkan tidak ada alasan untuk RUU ini," kata Lu Kang.

"China mendesak AS untuk mencegah RUU tersebut menjadi undang-undang untuk menghindari merusak hubungan bilateral," Lu Kang menambahkan.

Untuk diketahui, semua orang asing membutuhkan izin khusus untuk memasuki Tibet, yang umumnya diberikan untuk turis tetapi sangat jarang bagi para diplomat dan jurnalis asing.
(ian)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4973 seconds (0.1#10.140)