Sudah 85.000 Anak Yaman Mati Kelaparan akibat Perang

Kamis, 22 November 2018 - 07:39 WIB
Sudah 85.000 Anak Yaman Mati Kelaparan akibat Perang
Sudah 85.000 Anak Yaman Mati Kelaparan akibat Perang
A A A
SANAA - Sudah sekitar 85.000 anak di Yaman di bawah usia lima tahun meninggal karena kelaparan. Angka itu akumulasi tiga tahun terakhir, imbas dari perang sipil di negara tersebut.

Data itu merupakan laporan organisasi non-pemerintah internasional Save the Children. Organisasi itu mendesak gencatan senjata segera untuk mencegah lebih banyak korban jiwa.

Angka dari laporan Save the Children adalah perkiraan konservatif berdasarkan data PBB mengenai gizi buruk akut, yang disebut badan internasional telah menimpa lebih dari 1,3 juta anak sejak konflik antara pemberontak Houthi dan koalisi pimpinan Arab Saudi pecah mulai tahun 2015.

Sekitar 14 juta orang—separuh dari total penduduk Yaman—saat ini menghadapi risiko kelaparan. Sebagian besar penyebabnya karena blokade perbatasan Saudi yang dirancang untuk melemahkan kelompok Houthi. Blokade itu memutus akses sipil terhadap makanan, bahan bakar, bantuan dan barang-barang komersial.

Ketakutan penduduk sipil Yaman telah meningkat dalam beberapa pekan terakhir karena eskalasi pertempuran di sekitar kota pelabuhan Hodeidah di Laut Merah. Kota itu menjadi gerbang sekitar 80 persen aliran impor Yaman.

Bahkan, sejumlah kecil kerusakan fasilitas pelabuhan, dan penundaan pengiriman bantuan, berpotensi menyebabkan PBB mengumumkan bencana kelaparan yang meluas.

"Saya takut perang dan khawatir kita tidak akan punya makanan. Ini menyedihkan, ”kata Suad, seorang ibu dari Nusair yang berusia 13 bulan. Bocah 13 bulan itu adalah salah satu anak yang menderita kekurangan gizi akut yang sedang diobati Save the Children.

"Saya tidak bisa tidur, itu menyiksa, dan saya khawatir tentang anak-anak saya. Saya tidak bisa hidup jika ada bahaya yang menimpa mereka," ujarnya, seperti dikutip The Guardian, Kamis (22/11/2018).

Kekerasan baru di Hodeidah telah memaksa badan amal itu untuk mengalihkan pengiriman untuk wilayah utara yang dikuasai pemberontak Houthi melalui Aden, sebuah kota yang dihuni masyarakat loyalis pemerintah. Pengalihan itu menyebabkan penundaan pengiriman hingga dua minggu.

"Konflik ini telah menciptakan badai kondisi yang sempurna yang telah mendorong negara tersebut ke jurang kelaparan," kata Bhanu Bhatnagar, juru bicara Save the Children.

“Kekerasan telah mengganggu produksi makanan, menghancurkan rumah sakit dan pusat kesehatan di mana orang yang lemah dan sakit dapat diobati."

“Hambatan untuk mengimpor dan mendistribusikan pasokan telah sangat membatasi jumlah makanan yang masuk ke dan di seluruh negeri. Dan di pasar, di mana makanan benar-benar tersedia, orang biasa tidak dapat membelinya karena gaji belum dibayar selama berbulan-bulan dan mata uang telah jatuh nilainya," papar Bhatnagar.

Utusan khusus PBB untuk Yaman, Martin Griffiths, telah mengekstraksi janji-janji dari koalisi pimpinan Saudi dan Houthi untuk menghadiri pembicaraan damai pada akhir November setelah sebelumnya gagal pada bulan September.

Sebuah rancangan resolusi menyerukan gencatan senjata segera disampaikan kepada dewan keamanan PBB pada hari Senin mendatang, meskipun pemungutan suara belum dijadwalkan.

"Untuk anak-anak di bawah usia lima tahun, situasi ini terbukti sebagai hukuman mati," kata Bhatnagar.

"Apa yang mengejutkan tentang Yaman adalah bahwa 85.000 kematian ini bukan akibat dari kekeringan atau perubahan iklim, mereka sepenuhnya adalah hasil dari konflik buatan manusia yang didorong oleh negara-negara yang memiliki kekuatan untuk menghentikannya."
(mas)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3881 seconds (0.1#10.140)