Pemberontak Suriah Tarik Senjata Berat dari Idlib

Kamis, 11 Oktober 2018 - 09:50 WIB
Pemberontak Suriah Tarik Senjata Berat dari Idlib
Pemberontak Suriah Tarik Senjata Berat dari Idlib
A A A
DAMASKUS - Organisasi payung pemberontak Suriah, National Liberation Front, menarik persenjataan berat dari zona penyangga yang akan diberlakukan di Idlib. Zona itu dibuat sebagai bagian dari kesepakatan antara Turki dan Rusia untuk menciptakan perdamaian di provinsi Suriah tersebut.

Turki sebelumnya menyatakan zona penyangga di Idlib telah dibersihkan dari persenjataan berat. Namun, para ahli mengatakan Ankara masih memiliki banyak tantangan di depan.

NLF, yang membawahi para pemberontak Suriah yang didukung Turki termasuk Tentara Pembebasan Suriah (FSA), menegaskan kepada Al Jazeera bahwa mereka telah menyelesaikan proses penarikan senjata berat dari Idlib, benteng pertahanan terakhir yang dikuasai pemberontak Suriah.

"Senjata berat kami, termasuk tank dan meriam, telah dipindahkan ke garis belakang zona de-militerisasi sehingga mereka tidak lagi menjadi target pesawat tempur Rusia," kata juru bicara NLF, Naji al-Mustafa, kepada Al Jazeera, yang dilansir Kamis (11/10/2018).

"Kami akan tetap berada di garis pertahanan kami dengan senjata kecil dan senjata ringan kami," kata al-Mustafa.

Perjanjian, yang ditandatangani pada 17 September di Sochi Rusia, bertujuan untuk mencegah serangan pemerintah Suriah berskala besar terhadap Idlib. Perjanjian itu menciptakan zona penyangga 15-20km di Idlib.

Zona penyangga rencananya akan diberlakukan pada 15 Oktober 2018. Zona ini membentang dari pinggiran utara Latakia hinga pinggiran wilayah barat laut Aleppo.

PBB telah memperingatkan bahwa serangan yang dipimpin pemerintah Suriah terhadap Idlib akan menciptakan bencana kemanusiaan di kawasan itu, yang merupakan rumah bagi hampir 3 juta orang.

Dalam beberapa hari terakhir, Turki telah mengirim bala bantuan ke 12 pos pengamatannya yang tersebar di seluruh Idlib dan mengirim pasukan untuk berpatroli di daerah yang dilarang militer.

Menurut kesepakatan itu, pasukan Turki dan polisi militer Rusia akan mengawasi keamanan di zona penyangga di Idlib. Namun, masih belum jelas apakah pasukan Rusia akan berpatroli di sisi zona yang dikuasai pemberontak atau tidak.

Pengamat mengatakan melucuti persenjataan dari zona itu hanya satu aspek dari perjanjian. Sedangkan penarikan semua milisi radikal dari zona itu belum jelas kepastiannya.

Kelompok milisi radikal itu termasuk Hay'et Tahrir al-Sham (HTS), yang didominasi oleh faksi pemberontak Suriah yang juga mantan afiliasi al-Qaeda.

"Masih ada klausul dalam perjanjian yang terbuka untuk berbagai interpretasi oleh Turki atau Rusia," kata Ahmed Abazeid, seorang peneliti Suriah yang tinggal di Istanbul, kepada Al Jazeera.

"Kesepakatan itu pada dasarnya adalah taktik negosiasi jangka panjang antara kedua negara," ujarnya.

Selain NLF, HTS adalah salah satu kekuatan pemberontak yang dominan Idlib. Pada tahun 2016, HTS ditetapkan sebagai "kelompok teroris" oleh Rusia dan dengan demikian tidak pernah dimasukkan dalam resolusi gencatan senjata dan upaya de-eskalasi.

Sejak penandatanganan kesepakatan itu, HTS belum mengungkapkan pendiriannya atas kesepakatan antara Turki dan Rusia tersebut. Namun, menurut aktivis di lapangan kepada Al Jazeera, kelompok HTS menerima ketentuan untuk penarikan senjata berat dari zona penyangga di Idlib.
(mas)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3024 seconds (0.1#10.140)