Dituding Terlibat Genosida Gaza, PM Australia Diseret ke Pengadilan Kriminal Internasional

Rabu, 06 Maret 2024 - 09:01 WIB
loading...
Dituding Terlibat Genosida Gaza, PM Australia Diseret ke Pengadilan Kriminal Internasional
Perdana Menteri (PM) Australia Anthony Albanese. Foto/REUTERS
A A A
CANBERRA - Dokumen setebal 92 halaman yang didukung lebih dari 100 pengacara Australia, telah diserahkan ke Pengadilan Kriminal Internasional (ICC).

Tim pengacara itu menuduh Perdana Menteri (PM) Australia Anthony Albanese “terlibat” dalam serangan genosida Israel di Jalur Gaza.

Para pengacara Australia itu menyeret Perdana Menteri Anthony Albanese ke Pengadilan Kriminal Internasional “sebagai pendukung genosida di Gaza”.

Dalam pernyataan pada Selasa (5/3/2024), Birchgrove Legal, yang mengajukan kasus tersebut, mengatakan, “Rujukan tersebut menjadikannya pemimpin pertama negara Barat yang dirujuk ke ICC berdasarkan Pasal 15 Statuta Roma.”

Tim tersebut mengatakan mereka menghabiskan waktu berbulan-bulan untuk “mendokumentasikan dugaan keterlibatan dan menguraikan tanggung jawab pidana individu Albanese sehubungan dengan situasi di Palestina.”

Dokumen setebal 92 halaman tersebut, yang telah didukung lebih dari seratus pengacara Australia, telah diserahkan ke Kantor Jaksa ICC, Karim Khan, pada Senin.

“Dokumen tersebut menguraikan sejumlah tindakan yang diambil PM dan menteri lainnya serta anggota parlemen, termasuk Menteri Luar Negeri Wong dan Pemimpin Oposisi, untuk dipertimbangkan dan diselidiki oleh Jaksa,” papar tim hukum tersebut.



Tim pengacara itu menambahkan, “Tindakan tersebut termasuk membekukan dana sebesar USD6 juta untuk lembaga bantuan utama yang beroperasi di Gaza, UNRWA, di tengah krisis kemanusiaan berdasarkan klaim yang tidak berdasar oleh Israel setelah Mahkamah Internasional memutuskan tindakan genosida di Gaza masuk akal, serta memberikan bantuan militer dan menyetujui ekspor pertahanan ke Israel, yang dapat digunakan oleh IDF dalam rangka melakukan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan.”

Laporan tersebut juga menyatakan, “Pemerintah secara ambigu mengerahkan kontingen militer Australia ke wilayah tersebut, di mana lokasi dan peran pastinya belum diungkapkan; mengizinkan warga Australia, baik secara eksplisit maupun implisit, melakukan perjalanan ke Israel untuk bergabung dengan tentara Israel dan mengambil bagian dalam serangannya terhadap Gaza; serta memberikan dukungan politik yang tegas terhadap tindakan Israel, sebagaimana dibuktikan pernyataan politik PM dan anggota Parlemen lainnya, termasuk Pemimpin Oposisi.”

Namun, Albanese menolak rujukan ke ICC dan mengatakan, “Hal tersebut jelas tidak memiliki kredibilitas di masa depan.”

“Saya tidak berpikir bahwa resolusi damai dihasilkan oleh misinformasi, dan terdapat banyak misinformasi mengenai apa yang terjadi,” ujar Perdana Menteri kepada wartawan menjelang KTT ASEAN-Australia di Melbourne.

Dia juga dilaporkan mengatakan, “Jika Anda melihat kembali resolusi yang dibuat dengan dukungan kedua partai besar pada bulan Oktober, mereka memperjelas bahwa setiap nyawa yang tidak bersalah penting, baik itu orang Israel atau orang Palestina.”

Statuta Roma


Pengacara Sheryn Omeri, yang memimpin tim hukum mengatakan kasus ini penting secara hukum karena berfokus secara eksklusif pada dua bentuk tanggung jawab tambahan.

“Statuta Roma memberikan empat bentuk tanggung jawab pidana individu, dua di antaranya bersifat tambahan,” papar Omeri.

“Sehubungan dengan tanggung jawab tambahan, seseorang dapat bertanggung jawab secara pidana atas kejahatan yang diatur dalam Statuta Roma jika, untuk tujuan memfasilitasi dilakukannya kejahatan tersebut, orang tersebut membantu, bersekongkol atau dengan cara lain membantu dalam dilakukannya kejahatan tersebut, atau percobaan pelaksanaannya, termasuk dengan menyediakan sarana untuk pelaksanaannya,” ungkap dia.

Kedua, jika orang tersebut dengan cara lain berkontribusi terhadap dilakukannya kejahatan atau upaya suatu kelompok, dengan mengetahui kelompok tersebut bermaksud melakukan kejahatan tersebut.

Omeri mengatakan komunikasi Pasal 15 telah dirancang dengan hati-hati oleh mereka yang memberi instruksi padanya dan kini menjadi bahan pertimbangan Jaksa.

“Kantor Kejaksaan ICC sudah melakukan penyelidikan berkelanjutan terhadap situasi di Negara Palestina, yang telah dilakukan sejak Maret 2021,” ungkap Omeri.

Pengacara utama di Birchgrove Legal, Moustafa Kheir, mengatakan timnya telah dua kali menulis surat kepada Albanese, memberitahukannya dan meminta tanggapan atas nama para pemohon yang merupakan konsorsium besar yang terdiri dari warga negara Australia yang peduli, termasuk mereka yang berasal dari etnis Palestina.

Kheir mengatakan komunikasi diabaikan pada kedua kesempatan tersebut.

“Perdana Menteri telah mengabaikan kekhawatiran kami dan mengingat terbatasnya kesempatan yang kami miliki untuk mencari jalan keluar berdasarkan hukum nasional, kami hanya punya sedikit pilihan selain meneruskan komunikasi Pasal 15 ini ke Pengadilan Kriminal Internasional,” tegas dia.

Dia menambahkan, “Sebagai pengacara, tidak mungkin untuk duduk diam dan menyaksikan pelanggaran hukum internasional yang berkelanjutan sementara Albanese terus menyebut pelaku sebagai teman baik.”

Lebih dari 30.600 Tewas


Saat ini Israel diadili di Mahkamah Internasional (ICJ) atas tuduhan genosida terhadap warga Palestina. Israel telah melancarkan perang yang menghancurkan di Gaza sejak 7 Oktober.

Menurut Kementerian Kesehatan Gaza, 30.631 warga Palestina tewas dibunuh Israel dan 72.042 orang terluka dalam genosida yang sedang berlangsung di Gaza mulai tanggal 7 Oktober.

Selain itu, 7.000 orang belum ditemukan, diperkirakan tewas di bawah reruntuhan rumah mereka di seluruh Jalur Gaza.

Organisasi-organisasi Palestina dan internasional mengatakan bahwa mayoritas dari mereka yang terbunuh dan terluka adalah perempuan dan anak-anak.
(sya)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1831 seconds (0.1#10.140)