Erdogan: AS Coba Tikam Turki dari Belakang, Bisakah Diterima?
A
A
A
ANKARA - Presiden Recep Tayyip Erdogan kembali mengecam Amerika Serikat (AS) sebagai sekutu Turki di keanggotaan NATO yang justru tindakannya bertolak belakang. Menurutnya, Washington mencoba menikam Ankara dari belakang.
Komentar Erdogan itu membuat bank sentral Turki pada hari Senin (13/8/2018) gagal menghentikan anjloknya nilai mata uang lira. Kegagalan itu membuat ekonomi Ankara bergejolak.
Perselisihan kedua negara itu dipicu penahanan pastor Amerika Serikat, Andrew Brunson, di Ankara atas tuduhan terlibat terorisme dan mendukung upaya kudeta militer Turki 2016. Washington telah menjatuhkan sanksi terhadap dua menteri di kabinet Erdogan setelah Ankara menolak membebaskan Brunson.
Ketika lira merosot tujuh persen dalam nilainya, investor resah. Gejolak itu merembet ke bank-bank Eropa.
Lira Turki telah jatuh sekitar 16 persen terhadap dolar AS pada hari Jumat lalu karena Presiden AS Donald Trump mengatakan bahwa dia telah menggandakan tarif untuk baja dan aluminium dari Turki.
"Kami bersama dalam NATO dan kemudian Anda berusaha untuk menikam mitra strategis Anda di belakang. Bisakah hal semacam itu diterima?," kata Erdogan dalam sebuah konferensi di Ankara, kemarin, seperti dikutip AFP, Selasa (14/8/2018).
Erdogan mengindikasikan bahwa dia tidak berminat untuk menawarkan konsesi kepada Amerika Serikat dalam salah satu pertikaian terburuk antara dua sekutu NATO dalam beberapa tahun.
Erdogan mengatakan Turki menghadapi "pengepungan ekonomi" yang dia sebut sebagai serangan terhadap negaranya.
Sebelumnya, pemimpin Turki itu mengancam akan mencari sekutu baru karena kecewa dengan perilaku AS terhadap Ankara.
Ketika ekonomi Turki gonjang-ganjing, Erdogan minta kepada rakyatnya untuk tidak khawatir. "Ini sama sekali tidak seperti kita tenggelam dan kita sudah selesai. Dinamika ekonomi Turki solid, kuat dan sehat dan akan terus demikian," katanya.
Erdogan juga mengecam apa yang dia sebut sebagai "teroris ekonomi" di media sosial setelah para pengguna media sosial ramai memperbincangkan anjloknya nilai mata uang lira. Dia berjanji bahwa pengadilan Turki akan mengambil tindakan yang diperlukan untuk menghukum pengguna media sosial yang dia anggap spekulan.
Kantor berita Anadolu melaporkan, Kementerian Dalam Negeri meluncurkan penyelidikan terhadap 346 akun media sosial atas dasar "pembagian materi provokatif".
Komentar Erdogan itu membuat bank sentral Turki pada hari Senin (13/8/2018) gagal menghentikan anjloknya nilai mata uang lira. Kegagalan itu membuat ekonomi Ankara bergejolak.
Perselisihan kedua negara itu dipicu penahanan pastor Amerika Serikat, Andrew Brunson, di Ankara atas tuduhan terlibat terorisme dan mendukung upaya kudeta militer Turki 2016. Washington telah menjatuhkan sanksi terhadap dua menteri di kabinet Erdogan setelah Ankara menolak membebaskan Brunson.
Ketika lira merosot tujuh persen dalam nilainya, investor resah. Gejolak itu merembet ke bank-bank Eropa.
Lira Turki telah jatuh sekitar 16 persen terhadap dolar AS pada hari Jumat lalu karena Presiden AS Donald Trump mengatakan bahwa dia telah menggandakan tarif untuk baja dan aluminium dari Turki.
"Kami bersama dalam NATO dan kemudian Anda berusaha untuk menikam mitra strategis Anda di belakang. Bisakah hal semacam itu diterima?," kata Erdogan dalam sebuah konferensi di Ankara, kemarin, seperti dikutip AFP, Selasa (14/8/2018).
Erdogan mengindikasikan bahwa dia tidak berminat untuk menawarkan konsesi kepada Amerika Serikat dalam salah satu pertikaian terburuk antara dua sekutu NATO dalam beberapa tahun.
Erdogan mengatakan Turki menghadapi "pengepungan ekonomi" yang dia sebut sebagai serangan terhadap negaranya.
Sebelumnya, pemimpin Turki itu mengancam akan mencari sekutu baru karena kecewa dengan perilaku AS terhadap Ankara.
Ketika ekonomi Turki gonjang-ganjing, Erdogan minta kepada rakyatnya untuk tidak khawatir. "Ini sama sekali tidak seperti kita tenggelam dan kita sudah selesai. Dinamika ekonomi Turki solid, kuat dan sehat dan akan terus demikian," katanya.
Erdogan juga mengecam apa yang dia sebut sebagai "teroris ekonomi" di media sosial setelah para pengguna media sosial ramai memperbincangkan anjloknya nilai mata uang lira. Dia berjanji bahwa pengadilan Turki akan mengambil tindakan yang diperlukan untuk menghukum pengguna media sosial yang dia anggap spekulan.
Kantor berita Anadolu melaporkan, Kementerian Dalam Negeri meluncurkan penyelidikan terhadap 346 akun media sosial atas dasar "pembagian materi provokatif".
(mas)