Maladewa Berisiko Jatuh ke Jebakan Utang Jika Sepakati FTA China
loading...
A
A
A
FTA akan semakin memperburuk ketidakseimbangan perdagangan dan menguras devisa negara yang langka. Barang-barang China akan memasuki pasar Maladewa dengan bebas tanpa dikenai tarif yang akan menguras pendapatan Maladewa dalam bentuk bea masuk. Namun, dampak paling berbahaya dari FTA adalah mencakup perdagangan bebas barang dan jasa.
Diperkirakan bahwa setelah FTA ditandatangani, permintaan impor akan meningkat seiring meningkatnya momentum proyek China yang sedang berlangsung dan baru di Maladewa, terutama yang merupakan bagian dari BRI.
Salah satu contohnya adalah terowongan bawah tanah yang menghubungkan Male dan RasMale, yang diklaim sebagai yang pertama dari jenisnya. Ini akan menjadi proyek mewah berbiaya tinggi yang melibatkan reklamasi lahan dan pembangunan proyek perumahan.
Proyek tersebut juga akan menghubungkan pulau-pulau yang dekat dengan kota Male melalui jembatan. Semua proposal yang sangat padat modal ini tidak dapat dipertahankan bagi perekonomian Maladewa dan akan semakin mendorongnya ke dalam risiko jebakan utang.
Khususnya, impor yang lebih tinggi dari China akan memperburuk ketidakseimbangan perdagangan Maladewa dan meningkatkan defisit perdagangan secara keseluruhan.
Pendapatan ekspor Maladewa secara keseluruhan jauh lebih rendah dibandingkan pengeluaran impor, dan karena kemungkinan besar ekspor Maladewa ke China tidak akan meningkat setelah FTA, negara ini mungkin akan segera menghadapi defisit perdagangan yang meningkat pesat.
Berlatar belakang kampanye "India Out" yang dipelopori mantan Presiden Yameen dan didukung petahana, langkah penandatanganan FTA menandakan tekad menjauhkan India dari segala aspek. Hal ini juga meluas ke bidang pertahanan.
Laporan terbaru menunjukkan bahwa Maladewa berencana membeli drone militer dari Turki, dengan alasan pemantauan garis pantai. China juga menawarkan untuk memasok senjata ke Maladewa.
Sungguh ironis bahwa India, yang telah memberikan keamanan ke Maladewa selama beberapa dekade, kini dijauhi. Para personel militer India, yang terlibat dalam pelatihan dan membantu Angkatan Pertahanan Maladewa, juga diminta untuk pergi.
Impor senjata oleh Maladewa dari negara-negara ketiga juga akan berdampak pada perekonomian yang sudah terguncang karena tingginya utang serta keterbatasan anggaran.
Kehadiran India di Maladewa
Diperkirakan bahwa setelah FTA ditandatangani, permintaan impor akan meningkat seiring meningkatnya momentum proyek China yang sedang berlangsung dan baru di Maladewa, terutama yang merupakan bagian dari BRI.
Salah satu contohnya adalah terowongan bawah tanah yang menghubungkan Male dan RasMale, yang diklaim sebagai yang pertama dari jenisnya. Ini akan menjadi proyek mewah berbiaya tinggi yang melibatkan reklamasi lahan dan pembangunan proyek perumahan.
Proyek tersebut juga akan menghubungkan pulau-pulau yang dekat dengan kota Male melalui jembatan. Semua proposal yang sangat padat modal ini tidak dapat dipertahankan bagi perekonomian Maladewa dan akan semakin mendorongnya ke dalam risiko jebakan utang.
Khususnya, impor yang lebih tinggi dari China akan memperburuk ketidakseimbangan perdagangan Maladewa dan meningkatkan defisit perdagangan secara keseluruhan.
Pendapatan ekspor Maladewa secara keseluruhan jauh lebih rendah dibandingkan pengeluaran impor, dan karena kemungkinan besar ekspor Maladewa ke China tidak akan meningkat setelah FTA, negara ini mungkin akan segera menghadapi defisit perdagangan yang meningkat pesat.
Berlatar belakang kampanye "India Out" yang dipelopori mantan Presiden Yameen dan didukung petahana, langkah penandatanganan FTA menandakan tekad menjauhkan India dari segala aspek. Hal ini juga meluas ke bidang pertahanan.
Laporan terbaru menunjukkan bahwa Maladewa berencana membeli drone militer dari Turki, dengan alasan pemantauan garis pantai. China juga menawarkan untuk memasok senjata ke Maladewa.
Sungguh ironis bahwa India, yang telah memberikan keamanan ke Maladewa selama beberapa dekade, kini dijauhi. Para personel militer India, yang terlibat dalam pelatihan dan membantu Angkatan Pertahanan Maladewa, juga diminta untuk pergi.
Impor senjata oleh Maladewa dari negara-negara ketiga juga akan berdampak pada perekonomian yang sudah terguncang karena tingginya utang serta keterbatasan anggaran.