Pesanan Wajib Perhiasan Istri Najib 44 Item, Total Rp212 Miliar
A
A
A
KUALA LUMPUR - Pemasok perhiasan internasional kelas tinggi mengungkap bahwa istri mantan perdana menteri Malaysia Najib Razak, Rosmah Mansor, adalah pelanggan lamanya. Pemasok itu juga merinci 44 perhiasan yang merupakan pesanan wajib Rosmah dengan total harga USD14.787.770 atau lebih dari Rp212 miliar.
Pemasok perhiasan itu adalah Global Royalty Trading SAL, sebuah perusahaan perhiasan yang berbasis di Beirut, Lebanon. Pemasok yang memiliki daftar klien eksklusif ini kini menuntut istri Najib atas pengiriman perhiasan "yang hilang".
Perusahaan tersebut minta 44 perhiasan yang dipesan Rosmah dikembalikan.
Sebuah catatan menunjukkan Global Royalty adalah perusahaan perhiasan internasional yang sudah mapan. Perusahaan ini memasok perhiasan untuk para pelanggan kaya di seluruh dunia.
Menurut perusahaan itu, semua perhiasan yang dipesan telah dikirimkan kepada istri Najib untuk dievaluasi. Setelah dievaluasi, Rosmah memilih untuk membelinya.
Perusahaan mengklaim Rosmah akan mengeluarkan pembayaran atas kapasitasnya sendiri atau melalui pihak ketiga untuk perhiasan yang dia pilih.
"Tergugat (Rosmah) secara pribadi akan menerima perhiasan itu sendiri dan/atau melalui perwakilan/agennya di Kuala Lumpur, Dubai atau Singapura," bunyi pernyataan perusahaan tersebut.
“Ini adalah proses alami dari semua transaksi antara plantiff (Global Royalty) dan tergugat. Semua transaksi dilakukan dengan perwakilan penggugat dan/atau wiraniaga," lanjut pernyataan tersebut, yang dikutip The Star, Rabu (11/7/2018).
Global Royalty mengklaim mengirimkan 44 item perhiasan senilai sekitar USD14.787.780 kepada Rosmah pada bulan Februari.
Pada tanggal 26 Juni, perusahaan mengajukan gugatan terhadap Rosmah di Pengadilan Tinggi Kuala Lumpur.
Dalam pernyataan klaimnya, Global Royalty mengacu pada memorandum nomor 926 tanggal 10 Februari, bahwa melalui agen penjualan/agennya Samer Halimeh dan/atau Maen Shakhsir, menyerahkan perhiasan itu langsung kepada Rosmah.
Di antara barang-barang paling mahal adalah cincin berlian seharga USD925.000. Cincin itu terdiri dari berlian biru kehijauan 16,5 karat dengan kelas VVS2 yang disertifikasi oleh Gemological Institute of America.Foto/The Star
Pemasok perhiasan itu adalah Global Royalty Trading SAL, sebuah perusahaan perhiasan yang berbasis di Beirut, Lebanon. Pemasok yang memiliki daftar klien eksklusif ini kini menuntut istri Najib atas pengiriman perhiasan "yang hilang".
Perusahaan tersebut minta 44 perhiasan yang dipesan Rosmah dikembalikan.
Sebuah catatan menunjukkan Global Royalty adalah perusahaan perhiasan internasional yang sudah mapan. Perusahaan ini memasok perhiasan untuk para pelanggan kaya di seluruh dunia.
Menurut perusahaan itu, semua perhiasan yang dipesan telah dikirimkan kepada istri Najib untuk dievaluasi. Setelah dievaluasi, Rosmah memilih untuk membelinya.
Perusahaan mengklaim Rosmah akan mengeluarkan pembayaran atas kapasitasnya sendiri atau melalui pihak ketiga untuk perhiasan yang dia pilih.
"Tergugat (Rosmah) secara pribadi akan menerima perhiasan itu sendiri dan/atau melalui perwakilan/agennya di Kuala Lumpur, Dubai atau Singapura," bunyi pernyataan perusahaan tersebut.
“Ini adalah proses alami dari semua transaksi antara plantiff (Global Royalty) dan tergugat. Semua transaksi dilakukan dengan perwakilan penggugat dan/atau wiraniaga," lanjut pernyataan tersebut, yang dikutip The Star, Rabu (11/7/2018).
Global Royalty mengklaim mengirimkan 44 item perhiasan senilai sekitar USD14.787.780 kepada Rosmah pada bulan Februari.
Pada tanggal 26 Juni, perusahaan mengajukan gugatan terhadap Rosmah di Pengadilan Tinggi Kuala Lumpur.
Dalam pernyataan klaimnya, Global Royalty mengacu pada memorandum nomor 926 tanggal 10 Februari, bahwa melalui agen penjualan/agennya Samer Halimeh dan/atau Maen Shakhsir, menyerahkan perhiasan itu langsung kepada Rosmah.
Di antara barang-barang paling mahal adalah cincin berlian seharga USD925.000. Cincin itu terdiri dari berlian biru kehijauan 16,5 karat dengan kelas VVS2 yang disertifikasi oleh Gemological Institute of America.Foto/The Star
(mas)