Stimulus USD278 Miliar Gagal Hidupkan Kembali Pertumbuhan Manufaktur China
loading...
A
A
A
BEIJING - Website indikator ekonomi Trading Economics mencatat bahwa suku bunga deposito di China rata-rata berada di angka 1,03 persen dari tahun 1990 hingga 2023. Tingkat suku bunga tertinggi sempat mencapai 3,15 persen di bulan Juli 1993, dan kini 0,35 persen.
Data tersebut mencerminkan situasi yang terjadi di negara-negara maju, sementara China adalah negara kategori berkembang. Namun, Bank Sentral China mempertahankan suku bunga deposito tetap rendah.
Manufaktur dan real estate merupakan kelompok yang memperoleh keuntungan tertinggi (top gainer) dari kondisi ini.
Mengutip dari Financial Post pada Selasa (13/2/2024), rakyat jelata China harus menanggung akibatnya. Uang hasil jerih payah mereka tidak mendapat bunga dari bank. Mereka tidak mempercayai pasar modalnya. Mereka tidak punya pilihan aman untuk menanam uang.
Partai Komunis China (CCP) memaksa warga untuk membeli apartemen sebagai sarana investasi, dan pembangun properti menikmati setiap bagiannya. Mereka memiliki akses terhadap pendanaan proyek yang sangat murah dari bank dan aliran pelanggan yang terjamin.
Gelembung tersebut pecah di tahun 2021 ketika satu demi satu pembangun, dimulai dengan Evergrande, mulai gagal membayar pinjaman. Evergrande adalah perusahaan pengembang terbesar di China.
Pada tahun 2018, Evergrande dinyatakan sebagai perusahaan real estate paling berharga di dunia. Di saat pinjaman gagal bayar, perusahaan sedang mengerjakan lebih dari 1.300 proyek di 280 kota di China.
Saat ini, Evergrande merupakan perusahaan real estate paling banyak berutang di dunia. Nilai sahamnya turun 90 persen. Pada tanggal 29 Juni, Pengadilan Hong Kong memerintahkan likuidasi grup Evergrande.
Sebagai bekas Koloni Inggris, Hong Kong masih menikmati hasil dari sistem hukum yang terpisah. Pengadilan yang dikelola CCP di daratan China mungkin melindungi Evergrande.
Namun hal itu tidak membantu masyarakat China pada umumnya. Tabungan seumur hidup mereka habis. Harga properti jatuh bebas antara tahun 2021 dan 2022. Penurunan harga properti terhenti ketika Beijing menggelontorkan miliaran dolar untuk mengurangi utang bank dari pinjaman properti yang kaku.
Tapi para pembeli rumah tidak punya waktu beristirahat. Mereka tidak dapat keluar dari investasi buruk tersebut karena hanya ada sedikit pembeli di pasar.
Pemerintah China telah melonggarkan jadwal pembayaran hipotek bagi pembeli rumah, tetapi mereka tidak bisa lepas dari pembayaran. Singkatnya, masyarakat diminta membayar harga akhir atas kesalahan pengelolaan kebijakan yang menciptakan gelembung yang terus meningkatkan angka pertumbuhan China ke tingkat mencengangkan.
Di negara demokratis mana pun, kegagalan kebijakan yang besar seperti itu akan menyebabkan runtuhnya pemerintahan. Namun, China bukanlah negara demokrasi.
CCP bekerja lembur untuk merampas kebebasan politik. Angka hukuman mati di pengadilan seluruh dunia terus berkurang selama beberapa dekade terakhir, namun China tidak memberikan data resmi mengenai eksekusi.
Namun, beberapa perkiraan menunjukkan bahwa tingkat hukuman mati di China adalah yang tertinggi di dunia. Kebanyakan dari eksekusi itu dilakukan secara tidak resmi.
Siapa pun yang dianggap sebagai ancaman terhadap CCP atau pemerintahan Presiden Xi Jinping, cenderung hilang begitu saja. Suara dibungkam. Semua orang yang berani memberontak melawan keruntuhan sektor perumahan, perbankan, lockdown Covid-19, dan/atau kesengsaraan ekonomi, tidak lagi diketahui keberadaannya.
Pemerintahan demokratis bertanggung jawab kepada rakyatnya dan mengadakan pemilihan umum setiap beberapa tahun sekali. Pemerintahan China di bawah Xi Jinping tidak menerapkan kewajiban seperti itu.
Pada Januari 2024, China menurunkan suku bunga bank lebih lanjut untuk menyalurkan sekitar USD140 miliar dana publik ke industri. Ini adalah bagian dari rencana stimulus senilai USD278 miliar untuk meningkatkan perekonomian yang bocor.
Beijing ingin pabrik-pabriknya meningkatkan produksi dan membuang produk-produknya dengan harga yang sangat rendah di pasar global (dumping).
Ini juga merupakan strategi China di masa lalu. Semua konsumen utama—mulai dari Amerika Serikat hingga India—telah memasang tembok tarif yang tinggi terhadap impor China sebelum adanya pandemi Covid-19. Sentimen global terhadap praktik dumping China terkonsolidasi setelah pandemi ini.
Negara-negara Barat kini ingin mengurangi pentingnya China dalam perdagangan global dengan mendiversifikasi pusat-pusat sumber di luar China. Apple Inc kini bersiap untuk mendapatkan 25 persen produksi globalnya dari India.
Selain itu, sebagai upaya perlindungan terhadap ketegangan geopolitik, negara-negara Barat ingin membangun kembali sebagian kapasitas produksi di wilayah mereka. Negara-negara Barat tidak akan membiarkan China tumbuh berkembang begitu saja.
Pembuat panel surya asal Swiss, Meyer Burger, mengeluhkan dumping besar-besaran dari China. AS sedang mempertimbangkan kenaikan tarif lebih lanjut untuk melindungi kepentingannya.
India melakukan segala upaya untuk menjauhkan teknologi dan produk teknologi China. Pernah menjadi importir panel surya, India kini mengekspor jenis produk tersebut senilai USD1,1 miliar selama April-Oktober 2023.
Kesimpulannya sederhana: China tidak bisa lagi mengendalikan perekonomian dunia. Hal ini tercermin dalam angka-angka dari negara tersebut.
Meski terdapat stimulus yang sangat besar, indeks pembelian PMI manufaktur China berada di bawah 50, yang menunjukkan adanya kontraksi dalam aktivitas manufaktur.
Dunia tidak lagi memberi China izin masuk gratis. Selain itu, kepercayaan konsumen berada pada titik terendah dalam sejarah di China.
Rakyat China pada umumnya berada di bawah tekanan luar biasa dari semua pihak. Mereka meninggalkan negara tersebut dalam jumlah besar. Menurut PBB, jumlah pencari suaka China meningkat hampir lima kali lipat antara 2013 dan 2023. Perekonomian China melaporkan pertumbuhan sedikit di atas 5 persen pada 2023.
Di tahun 2024, China diproyeksikan mencapai pertumbuhan 4,5 persen, dan stagnasi ini diperkirakan akan terus berlanjut di masa mendatang.
Data tersebut mencerminkan situasi yang terjadi di negara-negara maju, sementara China adalah negara kategori berkembang. Namun, Bank Sentral China mempertahankan suku bunga deposito tetap rendah.
Manufaktur dan real estate merupakan kelompok yang memperoleh keuntungan tertinggi (top gainer) dari kondisi ini.
Mengutip dari Financial Post pada Selasa (13/2/2024), rakyat jelata China harus menanggung akibatnya. Uang hasil jerih payah mereka tidak mendapat bunga dari bank. Mereka tidak mempercayai pasar modalnya. Mereka tidak punya pilihan aman untuk menanam uang.
Partai Komunis China (CCP) memaksa warga untuk membeli apartemen sebagai sarana investasi, dan pembangun properti menikmati setiap bagiannya. Mereka memiliki akses terhadap pendanaan proyek yang sangat murah dari bank dan aliran pelanggan yang terjamin.
Gelembung tersebut pecah di tahun 2021 ketika satu demi satu pembangun, dimulai dengan Evergrande, mulai gagal membayar pinjaman. Evergrande adalah perusahaan pengembang terbesar di China.
Pada tahun 2018, Evergrande dinyatakan sebagai perusahaan real estate paling berharga di dunia. Di saat pinjaman gagal bayar, perusahaan sedang mengerjakan lebih dari 1.300 proyek di 280 kota di China.
Saat ini, Evergrande merupakan perusahaan real estate paling banyak berutang di dunia. Nilai sahamnya turun 90 persen. Pada tanggal 29 Juni, Pengadilan Hong Kong memerintahkan likuidasi grup Evergrande.
Sebagai bekas Koloni Inggris, Hong Kong masih menikmati hasil dari sistem hukum yang terpisah. Pengadilan yang dikelola CCP di daratan China mungkin melindungi Evergrande.
Namun hal itu tidak membantu masyarakat China pada umumnya. Tabungan seumur hidup mereka habis. Harga properti jatuh bebas antara tahun 2021 dan 2022. Penurunan harga properti terhenti ketika Beijing menggelontorkan miliaran dolar untuk mengurangi utang bank dari pinjaman properti yang kaku.
Stimulus Ekonomi
Tapi para pembeli rumah tidak punya waktu beristirahat. Mereka tidak dapat keluar dari investasi buruk tersebut karena hanya ada sedikit pembeli di pasar.
Pemerintah China telah melonggarkan jadwal pembayaran hipotek bagi pembeli rumah, tetapi mereka tidak bisa lepas dari pembayaran. Singkatnya, masyarakat diminta membayar harga akhir atas kesalahan pengelolaan kebijakan yang menciptakan gelembung yang terus meningkatkan angka pertumbuhan China ke tingkat mencengangkan.
Di negara demokratis mana pun, kegagalan kebijakan yang besar seperti itu akan menyebabkan runtuhnya pemerintahan. Namun, China bukanlah negara demokrasi.
CCP bekerja lembur untuk merampas kebebasan politik. Angka hukuman mati di pengadilan seluruh dunia terus berkurang selama beberapa dekade terakhir, namun China tidak memberikan data resmi mengenai eksekusi.
Namun, beberapa perkiraan menunjukkan bahwa tingkat hukuman mati di China adalah yang tertinggi di dunia. Kebanyakan dari eksekusi itu dilakukan secara tidak resmi.
Siapa pun yang dianggap sebagai ancaman terhadap CCP atau pemerintahan Presiden Xi Jinping, cenderung hilang begitu saja. Suara dibungkam. Semua orang yang berani memberontak melawan keruntuhan sektor perumahan, perbankan, lockdown Covid-19, dan/atau kesengsaraan ekonomi, tidak lagi diketahui keberadaannya.
Pemerintahan demokratis bertanggung jawab kepada rakyatnya dan mengadakan pemilihan umum setiap beberapa tahun sekali. Pemerintahan China di bawah Xi Jinping tidak menerapkan kewajiban seperti itu.
Pada Januari 2024, China menurunkan suku bunga bank lebih lanjut untuk menyalurkan sekitar USD140 miliar dana publik ke industri. Ini adalah bagian dari rencana stimulus senilai USD278 miliar untuk meningkatkan perekonomian yang bocor.
Beijing ingin pabrik-pabriknya meningkatkan produksi dan membuang produk-produknya dengan harga yang sangat rendah di pasar global (dumping).
Ini juga merupakan strategi China di masa lalu. Semua konsumen utama—mulai dari Amerika Serikat hingga India—telah memasang tembok tarif yang tinggi terhadap impor China sebelum adanya pandemi Covid-19. Sentimen global terhadap praktik dumping China terkonsolidasi setelah pandemi ini.
Mengurangi Ketergantungan kepada China
Negara-negara Barat kini ingin mengurangi pentingnya China dalam perdagangan global dengan mendiversifikasi pusat-pusat sumber di luar China. Apple Inc kini bersiap untuk mendapatkan 25 persen produksi globalnya dari India.
Selain itu, sebagai upaya perlindungan terhadap ketegangan geopolitik, negara-negara Barat ingin membangun kembali sebagian kapasitas produksi di wilayah mereka. Negara-negara Barat tidak akan membiarkan China tumbuh berkembang begitu saja.
Pembuat panel surya asal Swiss, Meyer Burger, mengeluhkan dumping besar-besaran dari China. AS sedang mempertimbangkan kenaikan tarif lebih lanjut untuk melindungi kepentingannya.
India melakukan segala upaya untuk menjauhkan teknologi dan produk teknologi China. Pernah menjadi importir panel surya, India kini mengekspor jenis produk tersebut senilai USD1,1 miliar selama April-Oktober 2023.
Kesimpulannya sederhana: China tidak bisa lagi mengendalikan perekonomian dunia. Hal ini tercermin dalam angka-angka dari negara tersebut.
Meski terdapat stimulus yang sangat besar, indeks pembelian PMI manufaktur China berada di bawah 50, yang menunjukkan adanya kontraksi dalam aktivitas manufaktur.
Dunia tidak lagi memberi China izin masuk gratis. Selain itu, kepercayaan konsumen berada pada titik terendah dalam sejarah di China.
Rakyat China pada umumnya berada di bawah tekanan luar biasa dari semua pihak. Mereka meninggalkan negara tersebut dalam jumlah besar. Menurut PBB, jumlah pencari suaka China meningkat hampir lima kali lipat antara 2013 dan 2023. Perekonomian China melaporkan pertumbuhan sedikit di atas 5 persen pada 2023.
Di tahun 2024, China diproyeksikan mencapai pertumbuhan 4,5 persen, dan stagnasi ini diperkirakan akan terus berlanjut di masa mendatang.
(mas)