Konflik Gaza Ungkap Kelemahan China di Timur Tengah
loading...
A
A
A
Menariknya, dalam hal ada di pihak mana China sebenarnya berada, Houthi mengatakan kapal-kapal Rusia dan China tidak akan menjadi sasaran di Laut Merah.
Angkatan Laut Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) telah memiliki satuan tugas anti-pembajakan di Teluk Aden sejak tahun 2008. Namun, laporan menunjukkan bahwa tiga kapal perang China, yang berlayar di dekat kapal dagang yang diserang bajak laut Somalia dan rudal Houthi pada akhir November 2023, menolak merespons terhadap panggilan darurat dari kapal yang dibajak.
Pada 15 Oktober 2023, Wang Yi mengkritik pembunuhan warga sipil yang dilakukan Israel. Dia mengatakan tindakan Israel "lebih dari sekedar pembelaan diri”, dan menggambarkan kampanye Israel sebagai "hukuman kolektif" terhadap Palestina.
Sikap China tersebut menunjukkan kepada Israel bahwa persahabatan sebelumnya hanyalah demi kenyamanan—Beijing tidak memiliki kedekatan nyata dengan Israel dan negara ini tidak termasuk dalam prioritas strategisnya.
Israel mengatakan pihaknya "sangat kecewa" dengan tanggapan Beijing. Di sisi lain, Wang mengatakan pada 20 November di komite menteri Arab dan Islam mengenai perang di Gaza yang diadakan di Beijing: "China adalah teman baik dan saudara negara-negara Arab dan Islam."
"Kami selalu dengan tegas menjaga keamanan negara-negara Arab dan Islam, hak dan kepentingan sah negara-negara Arab Islam dan selalu dengan tegas mendukung perjuangan adil rakyat Palestina," ucap Wang kala itu.
Memang, secara historis, China selalu bersimpati dengan Palestina, dan sejak awal Mao Zedong juga telah mengirimkan senjata kepada Palestina untuk digunakan dalam perjuangannya melawan Israel.
China jelas memposisikan dirinya di pihak negara-negara Arab dan Muslim. Namun hal ini bersifat quid pro quo, karena Beijing mengharapkan dukungan mereka dari organisasi internasional dalam isu-isu seperti Taiwan dan tata kelola global.
Namun, Ahmed Aboudouh, seorang peneliti non-residen di Atlantic Council—sebuah lembaga think tank Amerika, menilai: "Kebijakan Beijing kemungkinan besar akan menjadi bumerang. China tidak memiliki kepercayaan dari Israel maupun Palestina. Posisi China bertentangan dengan negara-negara Arab yang berpengaruh dan tidak memiliki kredibilitas serta pengaruh untuk mengendalikan Iran dan proksinya di kawasan. Israel, pihak yang lebih kuat dalam konflik ini, tidak lagi melihat China sebagai mediator kredibel."
Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas mengunjungi Beijing pada Juni 2023, di mana hubungan tersebut ditingkatkan menjadi "kemitraan strategis”, yang merupakan tingkat tertinggi kedua dalam dunia diplomasi. Namun Beijing hanya menyalurkan bantuan kemanusiaan yang relatif kecil sebesar USD4 juta kepada Palestina sejak konflik di Gaza pecah, yang menunjukkan level kepedulian China kepada Palestina.
Angkatan Laut Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) telah memiliki satuan tugas anti-pembajakan di Teluk Aden sejak tahun 2008. Namun, laporan menunjukkan bahwa tiga kapal perang China, yang berlayar di dekat kapal dagang yang diserang bajak laut Somalia dan rudal Houthi pada akhir November 2023, menolak merespons terhadap panggilan darurat dari kapal yang dibajak.
Pada 15 Oktober 2023, Wang Yi mengkritik pembunuhan warga sipil yang dilakukan Israel. Dia mengatakan tindakan Israel "lebih dari sekedar pembelaan diri”, dan menggambarkan kampanye Israel sebagai "hukuman kolektif" terhadap Palestina.
Sikap China tersebut menunjukkan kepada Israel bahwa persahabatan sebelumnya hanyalah demi kenyamanan—Beijing tidak memiliki kedekatan nyata dengan Israel dan negara ini tidak termasuk dalam prioritas strategisnya.
Israel mengatakan pihaknya "sangat kecewa" dengan tanggapan Beijing. Di sisi lain, Wang mengatakan pada 20 November di komite menteri Arab dan Islam mengenai perang di Gaza yang diadakan di Beijing: "China adalah teman baik dan saudara negara-negara Arab dan Islam."
"Kami selalu dengan tegas menjaga keamanan negara-negara Arab dan Islam, hak dan kepentingan sah negara-negara Arab Islam dan selalu dengan tegas mendukung perjuangan adil rakyat Palestina," ucap Wang kala itu.
Memang, secara historis, China selalu bersimpati dengan Palestina, dan sejak awal Mao Zedong juga telah mengirimkan senjata kepada Palestina untuk digunakan dalam perjuangannya melawan Israel.
China jelas memposisikan dirinya di pihak negara-negara Arab dan Muslim. Namun hal ini bersifat quid pro quo, karena Beijing mengharapkan dukungan mereka dari organisasi internasional dalam isu-isu seperti Taiwan dan tata kelola global.
Namun, Ahmed Aboudouh, seorang peneliti non-residen di Atlantic Council—sebuah lembaga think tank Amerika, menilai: "Kebijakan Beijing kemungkinan besar akan menjadi bumerang. China tidak memiliki kepercayaan dari Israel maupun Palestina. Posisi China bertentangan dengan negara-negara Arab yang berpengaruh dan tidak memiliki kredibilitas serta pengaruh untuk mengendalikan Iran dan proksinya di kawasan. Israel, pihak yang lebih kuat dalam konflik ini, tidak lagi melihat China sebagai mediator kredibel."
Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas mengunjungi Beijing pada Juni 2023, di mana hubungan tersebut ditingkatkan menjadi "kemitraan strategis”, yang merupakan tingkat tertinggi kedua dalam dunia diplomasi. Namun Beijing hanya menyalurkan bantuan kemanusiaan yang relatif kecil sebesar USD4 juta kepada Palestina sejak konflik di Gaza pecah, yang menunjukkan level kepedulian China kepada Palestina.