China Bikin Rudal Pintar Hipersonik, Marjin Kesalahan Hanya Kurang dari 15 Meter
loading...
A
A
A
BEIJING - Ilmuwan angkatan laut China mengklaim telah menciptakan apa yang disebut rudal pintar yang mampu melancarkan serangan presisi ke sasaran dengan kecepatan hipersonik.
Kabar itu dilaporkan South China Morning Post (SCMP). “Rudal tersebut, yang menurut Beijing dapat melaju dengan kecepatan Mach-7, atau tujuh kali kecepatan suara, mampu mengubah rencana penerbangannya dengan menggunakan sistem navigasi satelit,” papar laporan SCMP pada Senin (22/1/2024).
“Sistem pengiriman senjata canggih itu juga dapat mengirimkan hulu ledak ke sasaran dengan margin kesalahan kurang dari 15 meter,” ungkap laporan itu.
Kemampuan serangannya yang presisi mungkin membuatnya tidak cukup untuk menyerang objek bergerak yang lebih kecil seperti tank, namun secara teoritis ideal untuk target statis yang lebih besar seperti kapal perang, atau pelabuhan.
Pengembangan teknologi militer, menurut SCMP, dibangun berdasarkan usulan pengembangan “cangkang impian” Angkatan Laut AS.
Sistem senjata itu secara teoritis dimaksudkan untuk bernavigasi pada kecepatan Mach 5 dan dipandu sinyal satelit GPS.
Militer AS pertama kali mengusulkan konsep tersebut pada 2012, yang menunjukkan niatnya melakukan uji coba 'cangkang impian' dalam waktu lima tahun, menurut SCMP, namun tenggat waktu tersebut telah berlalu pada tahun 2017.
“Pada 2021, militer AS telah meninggalkan penelitian dan pengembangan proyektil sistem persenjataan tersebut,” papar laporan itu.
Tim China yang mengembangkan rudal Mach-7 juga mengatakan, meskipun AS memulai pengembangan teknologinya terlebih dahulu, mereka sendiri tidak menerima dukungan dari para ilmuwan Barat.
“Kami tidak memiliki panduan, bahkan pengenalan sekilas tentang sistem navigasi peluru kendali, terutama komponen navigasi satelit,” tulis Feng Junhing dari Universitas Teknik Angkatan Laut China dalam jurnal teknik pada November.
Teknologi cangkang ini diharapkan dapat digunakan secara luas dalam skenario medan perang, mengingat teknologi ini relatif hemat biaya untuk diproduksi namun tetap mempertahankan kemampuan serangan jarak jauh dan presisi yang lebih sering dikaitkan dengan rudal.
Namun, selama peluncuran, cangkang tersebut menghasilkan medan elektromagnetik yang signifikan yang selanjutnya dapat merusak komponen elektronik seperti microchip atau antena, dan berpotensi menghancurkan sistem navigasi satelitnya sendiri.
Para ilmuwan China mengatakan mereka mengatasi masalah ini dengan mengembangkan antena yang dapat menahan sinyal elektromagnetik, sekaligus mempertahankan navigasi satelit yang tepat.
Angkatan Laut China baru-baru ini mengatakan mereka telah membuat serangkaian terobosan dalam pengembangan senjata, khususnya di bidang senjata elektromagnetik.
“Simulasi ‘permainan perang’ terhadap perangkat keras militer baru menantang keunggulan tradisional yang dimiliki negara-negara Barat,” pungkas laporan itu.
Kabar itu dilaporkan South China Morning Post (SCMP). “Rudal tersebut, yang menurut Beijing dapat melaju dengan kecepatan Mach-7, atau tujuh kali kecepatan suara, mampu mengubah rencana penerbangannya dengan menggunakan sistem navigasi satelit,” papar laporan SCMP pada Senin (22/1/2024).
“Sistem pengiriman senjata canggih itu juga dapat mengirimkan hulu ledak ke sasaran dengan margin kesalahan kurang dari 15 meter,” ungkap laporan itu.
Kemampuan serangannya yang presisi mungkin membuatnya tidak cukup untuk menyerang objek bergerak yang lebih kecil seperti tank, namun secara teoritis ideal untuk target statis yang lebih besar seperti kapal perang, atau pelabuhan.
Pengembangan teknologi militer, menurut SCMP, dibangun berdasarkan usulan pengembangan “cangkang impian” Angkatan Laut AS.
Sistem senjata itu secara teoritis dimaksudkan untuk bernavigasi pada kecepatan Mach 5 dan dipandu sinyal satelit GPS.
Militer AS pertama kali mengusulkan konsep tersebut pada 2012, yang menunjukkan niatnya melakukan uji coba 'cangkang impian' dalam waktu lima tahun, menurut SCMP, namun tenggat waktu tersebut telah berlalu pada tahun 2017.
“Pada 2021, militer AS telah meninggalkan penelitian dan pengembangan proyektil sistem persenjataan tersebut,” papar laporan itu.
Tim China yang mengembangkan rudal Mach-7 juga mengatakan, meskipun AS memulai pengembangan teknologinya terlebih dahulu, mereka sendiri tidak menerima dukungan dari para ilmuwan Barat.
“Kami tidak memiliki panduan, bahkan pengenalan sekilas tentang sistem navigasi peluru kendali, terutama komponen navigasi satelit,” tulis Feng Junhing dari Universitas Teknik Angkatan Laut China dalam jurnal teknik pada November.
Teknologi cangkang ini diharapkan dapat digunakan secara luas dalam skenario medan perang, mengingat teknologi ini relatif hemat biaya untuk diproduksi namun tetap mempertahankan kemampuan serangan jarak jauh dan presisi yang lebih sering dikaitkan dengan rudal.
Namun, selama peluncuran, cangkang tersebut menghasilkan medan elektromagnetik yang signifikan yang selanjutnya dapat merusak komponen elektronik seperti microchip atau antena, dan berpotensi menghancurkan sistem navigasi satelitnya sendiri.
Para ilmuwan China mengatakan mereka mengatasi masalah ini dengan mengembangkan antena yang dapat menahan sinyal elektromagnetik, sekaligus mempertahankan navigasi satelit yang tepat.
Angkatan Laut China baru-baru ini mengatakan mereka telah membuat serangkaian terobosan dalam pengembangan senjata, khususnya di bidang senjata elektromagnetik.
“Simulasi ‘permainan perang’ terhadap perangkat keras militer baru menantang keunggulan tradisional yang dimiliki negara-negara Barat,” pungkas laporan itu.
(sya)