Mengapa Houthi Ingin Dicap Teroris oleh AS?
loading...
A
A
A
SANAA - Houthi semakin naik ke panggung geopolitik global setelah dicap teroris oleh Amerika Serikat (AS). Itu semakin memperkuat posisi Houthi dan menunjukkan keberpihakan mereka dalam konflik Timur Tengah.
Langkah untuk menunjuk kembali kelompok Houthi sebagai teroris membalikkan keputusan Menteri Luar Negeri Antony Blinken pada tahun 2021 yang menghapus kelompok pemberontak tersebut dari Daftar Teroris Global yang Ditunjuk Khusus (SDGT) AS.
Label teroris oleh AS justru menjadikan Houthi semakin bangga karena meneguhkan posisi Washington sebagai musuh mereka. Selain itu, mereka kedepannya juga akan semakin kuat mendapatkan dukungan dari Iran.
Foto/Reuters
Kelompok Houthi adalah Zaydi, sebuah sekte minoritas Muslim Syiah yang mencakup sepertiga dari keseluruhan populasi Yaman. Mereka sudah lama merasa terpinggirkan di negara mayoritas Sunni.
Pada tahun 2014, Houthi merebut ibu kota Yaman, Sanaa, yang memicu perang saudara dengan pemerintah yang didukung oleh AS dan Arab Saudi. Kelompok Houthi saat ini menguasai sebagian besar wilayah Yaman, termasuk Sanaa, bagian utara negara yang berpenduduk padat, dan pelabuhan penting Hudaydah, yang terletak di dekat Laut Merah hingga Terusan Suez.
Foto/Reuters
Ini adalah perang yang tidak setara karena seluruh karakter perang telah berubah. Ini bukan tentang militer terbesar. Ini lebih tentang siapa yang memiliki keinginan terbesar untuk terus maju.
"Kaum Houthi tahu bahwa kami tidak akan melancarkan perang darat karena hal ini tidak hanya akan sangat tidak populer di kalangan sekutu kami di dunia Arab, namun juga akan sangat tidak populer di negara asal kami juga di kalangan pemilih yang tidak ingin melihat kami," kata Elisabeth Kendall, peneliti Girton College di Universitas Cambridge, dilansir CNN.
Foto/Reuters
Kelompok Houthi telah berulang kali terlibat dalam perang saudara di Yaman sejak tahun 2004. "Katakanlah Anda berusia 22 tahun, dan Anda berada di wilayah Houthi, khususnya di wilayah utara, yang sangat padat penduduknya. Anda hampir tidak akan mengingat apa pun selain perang. Dan ini sangat penting karena kami menganggap perang sebagai upaya terakhir. Mereka menganggapnya sebagai cara hidup," papar Kendall.
Kelompok Houthi telah berperang dalam perang saudara di Yaman sejak tahun 2004.
Foto/Reuters
Langkah untuk menunjuk kembali kelompok Houthi sebagai teroris membalikkan keputusan Menteri Luar Negeri Antony Blinken pada tahun 2021 yang menghapus kelompok pemberontak tersebut dari Daftar Teroris Global yang Ditunjuk Khusus (SDGT) AS.
Label teroris oleh AS justru menjadikan Houthi semakin bangga karena meneguhkan posisi Washington sebagai musuh mereka. Selain itu, mereka kedepannya juga akan semakin kuat mendapatkan dukungan dari Iran.
Mengapa Houthi Ingin Dicap Teroris oleh AS?
1. Memperkuat Eksistensi Houthi
Foto/Reuters
Kelompok Houthi adalah Zaydi, sebuah sekte minoritas Muslim Syiah yang mencakup sepertiga dari keseluruhan populasi Yaman. Mereka sudah lama merasa terpinggirkan di negara mayoritas Sunni.
Pada tahun 2014, Houthi merebut ibu kota Yaman, Sanaa, yang memicu perang saudara dengan pemerintah yang didukung oleh AS dan Arab Saudi. Kelompok Houthi saat ini menguasai sebagian besar wilayah Yaman, termasuk Sanaa, bagian utara negara yang berpenduduk padat, dan pelabuhan penting Hudaydah, yang terletak di dekat Laut Merah hingga Terusan Suez.
Baca Juga
2. Meningkatkan Popularitas Houthi di Luar Negeri
Foto/Reuters
Ini adalah perang yang tidak setara karena seluruh karakter perang telah berubah. Ini bukan tentang militer terbesar. Ini lebih tentang siapa yang memiliki keinginan terbesar untuk terus maju.
"Kaum Houthi tahu bahwa kami tidak akan melancarkan perang darat karena hal ini tidak hanya akan sangat tidak populer di kalangan sekutu kami di dunia Arab, namun juga akan sangat tidak populer di negara asal kami juga di kalangan pemilih yang tidak ingin melihat kami," kata Elisabeth Kendall, peneliti Girton College di Universitas Cambridge, dilansir CNN.
3. Menjadikan Perang sebagai Cara Hidup
Foto/Reuters
Kelompok Houthi telah berulang kali terlibat dalam perang saudara di Yaman sejak tahun 2004. "Katakanlah Anda berusia 22 tahun, dan Anda berada di wilayah Houthi, khususnya di wilayah utara, yang sangat padat penduduknya. Anda hampir tidak akan mengingat apa pun selain perang. Dan ini sangat penting karena kami menganggap perang sebagai upaya terakhir. Mereka menganggapnya sebagai cara hidup," papar Kendall.
Kelompok Houthi telah berperang dalam perang saudara di Yaman sejak tahun 2004.
4. Menganggap AS dan Israel sebagai Penjajah
Foto/Reuters