New York Times: Pembunuhan Ilmuwan Palestina Operasi Mossad
A
A
A
NEW YORK - Surat kabar New York Times merilis laporan yang menyebut bahwa pembunuhan ilmuwan Palestina Dr Fadi al-Batsh di Kuala Lumpur adalah bagian dari operasi Mossad Israel. Operasi intelijen negara Yahudi itu bertujuan untuk melenyapkan para ahli drone Hamas.
Laporan yang mengutip para pejabat intelijen Barat dan Timur Tengah juga mengungkap bahwa operasi Mossad—badan rahasia intelijen Israel—untuk menyabotase proyek yang didukung Pyongyang untuk pengembangan dan transfer senjata canggih ke Gaza.
Al-Batsh, 35, ditembak mati dengan banyak peluru saat berjalan menuju sebuah masjid di Kuala Lumpur, Malaysia, pada Sabtu pagi pekan lalu. Dia diserang dua pria yang menaiki sepeda motor saat akan salat Subuh.
Al-Batsh yang berprofesi sebagai dosen di sebuah universitas di Malaysia dikenal sebagai ahli teknik listrik dan drone Hamas. Kelompok Hamas yang berkuasa di Gaza juga mengonfirmasi bahwa korban merupakan anggotanya yang loyal.
Keluarga al-Batsh sejak awal menuduh Mossad sebagai dalang pembunuhan. Sedangkan Hamas menyusul dengan menyalahkan Israel. Namun, pemerintah Israel membantah terlihat dalam pembunuhan al-Batsh.
"Albatsh mungkin telah terlibat dalam negosiasi kesepakatan senjata dengan Korea Utara melalui Malaysia," tulis media Amerika Serikat itu mengutip para pejabat intelijen, Kamis (26/4/2018).
Salah satu pejabat intelijen menambahkan bahwa al-Batsh telah membantu menengahi kesepakatan itu, yang diekspose oleh Mesir yang baru-baru ini menyita pengiriman komponen komunikasi Korea Utara. Komponen yang akan digunakan untuk pembuatan amunisi berpresisi itu diangkut ke wilayah pesisir yang dikuasai Hamas, namun dicegat pihak berwenang Mesir.
Seorang pejabat intelijen Timur Tengah, lanjut laporan tersebut, mengatakan bahwa pembunuhan al-Batsh adalah bagian dari operasi yang lebih luas yang dipimpin oleh kepala Mossad, Yossi Cohen.
"Bertujuan untuk menumbangkan program Hamas yang melibatkan partisipasi ahli terkemuka di Gaza dalam proyek luar negeri untuk mengumpulkan pengetahuan dan persenjataan untuk melawan Israel," katanya.
Para pejabat intelijen yang berbicara dengan syarat anonim tersebut mengatakan bahwa badan intelijen Israel telah memberikan perhatian khusus untuk memantau proyek drone bawah tanah Hamas. Proyek itu fokus pada pembuatan kendaraan udara dan bawah laut yang mampu meningkatkan kemampuan ofensif strategis Gaza.
Malaysia—negara berpenduduk mayoritas Muslim—telah mendukung perjuangan Palestina selama bertahun-tahun, tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel. Perdana Menteri Najib Razak pernah mengunjungi Gaza pada tahun 2013.
Masih menurut para pejabat intelijen tersebut, Hamas mulai untuk melirik Malaysia sebagai lokasi yang ideal untuk memajukan ambisi penelitiannya.
Sebuah laporan dinas rahasia Israel mengungkap bahwa pada tahun 2010, Malaysia berfungsi sebagai tempat pelatihan bagi para paraglider Palestina yang sedang dipersiapkan untuk digunakan dalam serangan di masa depan terhadap Israel. Namun, pejabat Malaysia membantah terlibat dalam plot seperti itu.
Laporan yang mengutip para pejabat intelijen Barat dan Timur Tengah juga mengungkap bahwa operasi Mossad—badan rahasia intelijen Israel—untuk menyabotase proyek yang didukung Pyongyang untuk pengembangan dan transfer senjata canggih ke Gaza.
Al-Batsh, 35, ditembak mati dengan banyak peluru saat berjalan menuju sebuah masjid di Kuala Lumpur, Malaysia, pada Sabtu pagi pekan lalu. Dia diserang dua pria yang menaiki sepeda motor saat akan salat Subuh.
Al-Batsh yang berprofesi sebagai dosen di sebuah universitas di Malaysia dikenal sebagai ahli teknik listrik dan drone Hamas. Kelompok Hamas yang berkuasa di Gaza juga mengonfirmasi bahwa korban merupakan anggotanya yang loyal.
Keluarga al-Batsh sejak awal menuduh Mossad sebagai dalang pembunuhan. Sedangkan Hamas menyusul dengan menyalahkan Israel. Namun, pemerintah Israel membantah terlihat dalam pembunuhan al-Batsh.
"Albatsh mungkin telah terlibat dalam negosiasi kesepakatan senjata dengan Korea Utara melalui Malaysia," tulis media Amerika Serikat itu mengutip para pejabat intelijen, Kamis (26/4/2018).
Salah satu pejabat intelijen menambahkan bahwa al-Batsh telah membantu menengahi kesepakatan itu, yang diekspose oleh Mesir yang baru-baru ini menyita pengiriman komponen komunikasi Korea Utara. Komponen yang akan digunakan untuk pembuatan amunisi berpresisi itu diangkut ke wilayah pesisir yang dikuasai Hamas, namun dicegat pihak berwenang Mesir.
Seorang pejabat intelijen Timur Tengah, lanjut laporan tersebut, mengatakan bahwa pembunuhan al-Batsh adalah bagian dari operasi yang lebih luas yang dipimpin oleh kepala Mossad, Yossi Cohen.
"Bertujuan untuk menumbangkan program Hamas yang melibatkan partisipasi ahli terkemuka di Gaza dalam proyek luar negeri untuk mengumpulkan pengetahuan dan persenjataan untuk melawan Israel," katanya.
Para pejabat intelijen yang berbicara dengan syarat anonim tersebut mengatakan bahwa badan intelijen Israel telah memberikan perhatian khusus untuk memantau proyek drone bawah tanah Hamas. Proyek itu fokus pada pembuatan kendaraan udara dan bawah laut yang mampu meningkatkan kemampuan ofensif strategis Gaza.
Malaysia—negara berpenduduk mayoritas Muslim—telah mendukung perjuangan Palestina selama bertahun-tahun, tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel. Perdana Menteri Najib Razak pernah mengunjungi Gaza pada tahun 2013.
Masih menurut para pejabat intelijen tersebut, Hamas mulai untuk melirik Malaysia sebagai lokasi yang ideal untuk memajukan ambisi penelitiannya.
Sebuah laporan dinas rahasia Israel mengungkap bahwa pada tahun 2010, Malaysia berfungsi sebagai tempat pelatihan bagi para paraglider Palestina yang sedang dipersiapkan untuk digunakan dalam serangan di masa depan terhadap Israel. Namun, pejabat Malaysia membantah terlibat dalam plot seperti itu.
(mas)