Ahli: AS Hamburkan Duit untuk 150 Bom Nuklir yang Tak Digunakan
A
A
A
WASHINGTON - Para ahli pengontrol senjata mengkritik kebijakan pemerintah Amerika Serikat (AS) yang akan menghamburkan uang miliaran dolar untuk meningkatkan kemampuan 150 bom nuklirnya yang ada di Eropa.
Padahal, ratusan bom pemusnah massal itu tidak digunakan sebagai pencegah serangan “musuh”. Sebaliknya, AS harus memikul tanggung jawab keamanan dari potensi bencana yang ditimbulkan dari bom-bom berbahaya itu.
Para ahli yang mengkritik pemerintah Donald Trump ini tergabung dalam kelompok pengontrol senjata Nuclear Threat Initiative (NTI). Kebijakan AS itu telah tertuang di rencana alokasi anggaran pemerintah dan dokumen doktrin nuklir Trump yang dikenal sebagai Nuclear Posture Review (NPR).
Sepertiga dari bom B61 di Eropa di bawah kendali gabungan AS dan NATO diperkirakan disimpan di pangkalan Incirlik, Turki, 70 mil dari perbatasan Suriah. Bom-bom berbahaya itu telah menjadi perhatian serius karena lokasinya yang dekat dengan medan konflik Suriah rawan dari bencana.
Ancaman terhadap pangkalan Incirlik yang dilontarkan militan kelompok ISIS dianggap cukup serius sehingga pada bulan Maret 2016 AS mengevakuasi keluarga perwira militer dari wilayah tersebut.
Selain terkait konflik Suriah, pangkalan Incirlik juga rawan dari bahaya setelah percobaan kudeta militer terhadap Presiden Tayyip Erdogan. Tak lama setelah percobaan kudeta, aliran listrik di pangkalan itu padam. Komandan Turki di Incirlik ditangkap atas dugaan terlibat dalam plot tersebut.
NTI dalam laporannya yang dilansir The Guardian menyoroti masa depan bom B61.”Bahwa 2016 kondisi menunjukkan seberapa cepat asumsi tentang keamanan dan keamanan senjata nuklir AS yang disimpan di luar negeri dapat mengalami perubahan,” bunyi laporan NTI.
Sejak percobaan kudeta hingga dukungan Washington terhadap milisi Kurdi di Suriah yang dimusuhi Ankara, hubungan AS-Turki semakin memburuk. Penasihat Keamanan Nasional HR McMaster dan Menteri Luar Negeri AS Rex Tillerson telah melakukan perjalanan ke Turki minggu ini untuk mencoba menyembuhkan keretakan hubungan tersebut.
Ada laporan bahwa bom-bom nuklir AS di Incirlik telah dipindahkan secara diam-diam karena masalah keamanan, tapi laporan itu belum dikonfirmasi oleh Pentagon.
Menurut Federasi Ilmuwan Amerika yang melacak persenjataan Pentagon, bom B61 AS lainnya disimpan di lima lokasi lain di empat negara; Italia, Belanda, Belgia dan Jerman.
“Harus diasumsikan bahwa mereka (bom-bom B61) adalah sasaran terorisme dan pencurian,” lanjut laporan NTI.
Bom tersebut adalah sisa-sisa senjata nuklir Perang Dingin. AS selama ini berdalih mempertahankan senjata pemusnah massalnya itu untuk mencegah potensi serangan Rusia.
Penggunaan bom B61 dalam konflik apapun akan melibatkan kesepakatan antara AS dan negara tuan rumah bom tersebut dengan berkonsultasi pada anggota NATO lainnya.
”Sulit untuk membayangkan keadaan di mana seorang presiden AS akan memulai penggunaan nuklir untuk pertama kalinya dalam lebih dari 70 tahun dengan sebuah (pesawat berkemampuan ganda NATO) yang diterbangkan oleh pilot non-AS yang mengirimkan bom B61 AS,” imbuh laporan NTI berjudul “Building a Safe, Secure and Credible Nato Nuclear Posture”, yang dikutip Jumat (16/2/2018).
Sejak Perang Dingin, bom-bom B61 telah memainkan peran simbolis, sebagai jaminan komitmen AS terhadap beberapa anggota NATO untuk membela Eropa. Bom-bom tersebut juga dianggap sebagai chip tawar-menawar potensial dalam melawan persenjataan Rusia yang mencakup hampir 2.000 senjata nuklir taktis.
Padahal, ratusan bom pemusnah massal itu tidak digunakan sebagai pencegah serangan “musuh”. Sebaliknya, AS harus memikul tanggung jawab keamanan dari potensi bencana yang ditimbulkan dari bom-bom berbahaya itu.
Para ahli yang mengkritik pemerintah Donald Trump ini tergabung dalam kelompok pengontrol senjata Nuclear Threat Initiative (NTI). Kebijakan AS itu telah tertuang di rencana alokasi anggaran pemerintah dan dokumen doktrin nuklir Trump yang dikenal sebagai Nuclear Posture Review (NPR).
Sepertiga dari bom B61 di Eropa di bawah kendali gabungan AS dan NATO diperkirakan disimpan di pangkalan Incirlik, Turki, 70 mil dari perbatasan Suriah. Bom-bom berbahaya itu telah menjadi perhatian serius karena lokasinya yang dekat dengan medan konflik Suriah rawan dari bencana.
Ancaman terhadap pangkalan Incirlik yang dilontarkan militan kelompok ISIS dianggap cukup serius sehingga pada bulan Maret 2016 AS mengevakuasi keluarga perwira militer dari wilayah tersebut.
Selain terkait konflik Suriah, pangkalan Incirlik juga rawan dari bahaya setelah percobaan kudeta militer terhadap Presiden Tayyip Erdogan. Tak lama setelah percobaan kudeta, aliran listrik di pangkalan itu padam. Komandan Turki di Incirlik ditangkap atas dugaan terlibat dalam plot tersebut.
NTI dalam laporannya yang dilansir The Guardian menyoroti masa depan bom B61.”Bahwa 2016 kondisi menunjukkan seberapa cepat asumsi tentang keamanan dan keamanan senjata nuklir AS yang disimpan di luar negeri dapat mengalami perubahan,” bunyi laporan NTI.
Sejak percobaan kudeta hingga dukungan Washington terhadap milisi Kurdi di Suriah yang dimusuhi Ankara, hubungan AS-Turki semakin memburuk. Penasihat Keamanan Nasional HR McMaster dan Menteri Luar Negeri AS Rex Tillerson telah melakukan perjalanan ke Turki minggu ini untuk mencoba menyembuhkan keretakan hubungan tersebut.
Ada laporan bahwa bom-bom nuklir AS di Incirlik telah dipindahkan secara diam-diam karena masalah keamanan, tapi laporan itu belum dikonfirmasi oleh Pentagon.
Menurut Federasi Ilmuwan Amerika yang melacak persenjataan Pentagon, bom B61 AS lainnya disimpan di lima lokasi lain di empat negara; Italia, Belanda, Belgia dan Jerman.
“Harus diasumsikan bahwa mereka (bom-bom B61) adalah sasaran terorisme dan pencurian,” lanjut laporan NTI.
Bom tersebut adalah sisa-sisa senjata nuklir Perang Dingin. AS selama ini berdalih mempertahankan senjata pemusnah massalnya itu untuk mencegah potensi serangan Rusia.
Penggunaan bom B61 dalam konflik apapun akan melibatkan kesepakatan antara AS dan negara tuan rumah bom tersebut dengan berkonsultasi pada anggota NATO lainnya.
”Sulit untuk membayangkan keadaan di mana seorang presiden AS akan memulai penggunaan nuklir untuk pertama kalinya dalam lebih dari 70 tahun dengan sebuah (pesawat berkemampuan ganda NATO) yang diterbangkan oleh pilot non-AS yang mengirimkan bom B61 AS,” imbuh laporan NTI berjudul “Building a Safe, Secure and Credible Nato Nuclear Posture”, yang dikutip Jumat (16/2/2018).
Sejak Perang Dingin, bom-bom B61 telah memainkan peran simbolis, sebagai jaminan komitmen AS terhadap beberapa anggota NATO untuk membela Eropa. Bom-bom tersebut juga dianggap sebagai chip tawar-menawar potensial dalam melawan persenjataan Rusia yang mencakup hampir 2.000 senjata nuklir taktis.
(mas)