Apakah Rusia Mempersenjatai Hamas? Ini Penjelasannya
loading...
A
A
A
Beberapa hari sebelumnya, Hamas mengucapkan terima kasih kepada Putin atas dukungan diplomatiknya. Pemimpin Rusia itu membutuhkan waktu berhari-hari untuk mengutuk serangan Hamas, dan dalam komentar pertamanya mengenai krisis tersebut, ia menyalahkan “kegagalan kebijakan Amerika Serikat di Timur Tengah”.
“[Kami] menghargai posisi Presiden Rusia Vladimir Putin mengenai agresi Zionis yang sedang berlangsung terhadap rakyat kami dan penolakannya terhadap pengepungan Gaza, pemotongan pasokan bantuan, dan penargetan warga sipil yang aman di sana,” kata Hamas dalam sebuah pernyataan pada 15 Oktober.
Hubungan Rusia saat ini dengan Israel dan Hamas sudah ada sejak puluhan tahun atau era Soviet.
Pemimpin Soviet Joseph Stalin menyambut baik berdirinya Israel pada tahun 1948, dengan harapan negara itu akan menjadi negara sosialis pro-Moskow.
Namun setelah Israel bersekutu dengan Barat, Soviet mulai menjalin hubungan dengan para pemimpin Palestina–dan melatih ratusan pejuang di sekolah-sekolah KGB.
Ribuan warga Palestina lainnya belajar di universitas-universitas di seluruh Uni Soviet, dari Tallinn hingga Tashkent–dan salah satunya adalah Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas.
Dia menulis disertasi PhD berjudul “Wajah Tersembunyi: Hubungan antara Zionisme dan Nazisme” di Moskow pada tahun 1982 di bawah bimbingan Yevgeny Primakov, seorang Arabis dan kemudian menjadi direktur Institut Studi Oriental di Akademi Ilmu Pengetahuan Uni Soviet.
Primakov, seorang mata-mata, kemudian menjadi menteri luar negeri Rusia pasca-Soviet dan kemudian menjadi perdana menteri pada tahun 1990-an.
Pada tahun 1967, Kremlin menyebut Israel sebagai “penghasut perang Zionis” dan memutuskan hubungan diplomatik karena perang Arab-Israel.
Namun setelah jutaan orang Yahudi pasca-Soviet pindah ke Israel, Israel mulai menjalin hubungan lebih dekat dengan Moskow.
“[Kami] menghargai posisi Presiden Rusia Vladimir Putin mengenai agresi Zionis yang sedang berlangsung terhadap rakyat kami dan penolakannya terhadap pengepungan Gaza, pemotongan pasokan bantuan, dan penargetan warga sipil yang aman di sana,” kata Hamas dalam sebuah pernyataan pada 15 Oktober.
Hubungan Rusia dengan Hamas dan Israel
Hubungan Rusia saat ini dengan Israel dan Hamas sudah ada sejak puluhan tahun atau era Soviet.
Pemimpin Soviet Joseph Stalin menyambut baik berdirinya Israel pada tahun 1948, dengan harapan negara itu akan menjadi negara sosialis pro-Moskow.
Namun setelah Israel bersekutu dengan Barat, Soviet mulai menjalin hubungan dengan para pemimpin Palestina–dan melatih ratusan pejuang di sekolah-sekolah KGB.
Ribuan warga Palestina lainnya belajar di universitas-universitas di seluruh Uni Soviet, dari Tallinn hingga Tashkent–dan salah satunya adalah Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas.
Dia menulis disertasi PhD berjudul “Wajah Tersembunyi: Hubungan antara Zionisme dan Nazisme” di Moskow pada tahun 1982 di bawah bimbingan Yevgeny Primakov, seorang Arabis dan kemudian menjadi direktur Institut Studi Oriental di Akademi Ilmu Pengetahuan Uni Soviet.
Primakov, seorang mata-mata, kemudian menjadi menteri luar negeri Rusia pasca-Soviet dan kemudian menjadi perdana menteri pada tahun 1990-an.
Pada tahun 1967, Kremlin menyebut Israel sebagai “penghasut perang Zionis” dan memutuskan hubungan diplomatik karena perang Arab-Israel.
Namun setelah jutaan orang Yahudi pasca-Soviet pindah ke Israel, Israel mulai menjalin hubungan lebih dekat dengan Moskow.