3 Perang yang Gagal Dimenangkan Israel, 2 di Antaranya Melawan Kelompok Pejuang
loading...
A
A
A
Awalnya, baik Hizbullah atau Israel saling mengklaim kemenangan. Namun, sebagian pengamat menyebut Israel kalah karena banyak mengalami kerugian dan melewatkan kesempatan.
Pada sisi Israel, Perang Lebanon II dianggap sebagai kegagalan militer. Alasannya karena tidak mampu melucuti senjata hingga menghancurkan kelompok Hizbullah di Lebanon.
Perang tersebut juga menjadi salah satu pendorong kejatuhan rezim Ehud Olmert di Israel. Di sisi lain, kekalahan tersebut menghidupkan kembali karier Benjamin Netanyahu untuk kembali berkuasa.
Pasca melakukan invasi ke Lebanon dan mengusir PLO, Israel membentuk Zona Keamanan dengan dalih untuk melindungi warga sipil. Faktanya, zona tersebut juga banyak merugikan dan membuat para warga kesulitan.
Setelahnya, terjadi sejumlah perlawanan bersenjata yang diinisiasi kelompok Islam seperti Hizbullah. Tak sendiri, Israel pun mengerahkan milisi yang menamakan dirinya sebagai Tentara Lebanon Selatan (SLA).
Mengutip Atlantic Council, konflik di zona keamanan semakin meningkat menjelang tahun 2000. Terlebih, setelah mengetahui Israel akan menarik pasukannya, Hizbullah semakin gencar menyerang.
Tak lama berselang, SLA runtuh. Sebagian menyerahkan diri kepada pemerintah Lebanon, sementara sisanya melarikan diri dalam ketakutan akan pembalasan dari Hizbullah yang menang.
Kendati tidak sepenuhnya kalah bertempur, mundurnya pasukan Israel dari Lebanon Ini dianggap sebagai kemenangan bagi Hizbullah. Momen ini juga menjadi titik balik popularitas kelompok tersebut Lebanon dan di seluruh dunia Arab.
Perang Atrisi melibatkan pertempuran antara Israel dengan koalisi negara Arab yang dipimpin Mesir. Konflik ini berlangsung antara 1969 hingga 1970.
Mengutip Britannica, konflik tersebut ditujukan Mesir untuk melemahkan Israel. Selain itu, mereka juga memiliki ambisi untuk merebut kembali Semenanjung Sinau yang direbut pasca Six Day War 1967.
Pada sisi Israel, Perang Lebanon II dianggap sebagai kegagalan militer. Alasannya karena tidak mampu melucuti senjata hingga menghancurkan kelompok Hizbullah di Lebanon.
Perang tersebut juga menjadi salah satu pendorong kejatuhan rezim Ehud Olmert di Israel. Di sisi lain, kekalahan tersebut menghidupkan kembali karier Benjamin Netanyahu untuk kembali berkuasa.
2. Konflik Lebanon Selatan
Pasca melakukan invasi ke Lebanon dan mengusir PLO, Israel membentuk Zona Keamanan dengan dalih untuk melindungi warga sipil. Faktanya, zona tersebut juga banyak merugikan dan membuat para warga kesulitan.
Setelahnya, terjadi sejumlah perlawanan bersenjata yang diinisiasi kelompok Islam seperti Hizbullah. Tak sendiri, Israel pun mengerahkan milisi yang menamakan dirinya sebagai Tentara Lebanon Selatan (SLA).
Mengutip Atlantic Council, konflik di zona keamanan semakin meningkat menjelang tahun 2000. Terlebih, setelah mengetahui Israel akan menarik pasukannya, Hizbullah semakin gencar menyerang.
Tak lama berselang, SLA runtuh. Sebagian menyerahkan diri kepada pemerintah Lebanon, sementara sisanya melarikan diri dalam ketakutan akan pembalasan dari Hizbullah yang menang.
Kendati tidak sepenuhnya kalah bertempur, mundurnya pasukan Israel dari Lebanon Ini dianggap sebagai kemenangan bagi Hizbullah. Momen ini juga menjadi titik balik popularitas kelompok tersebut Lebanon dan di seluruh dunia Arab.
3. Perang Atrisi
Perang Atrisi melibatkan pertempuran antara Israel dengan koalisi negara Arab yang dipimpin Mesir. Konflik ini berlangsung antara 1969 hingga 1970.
Mengutip Britannica, konflik tersebut ditujukan Mesir untuk melemahkan Israel. Selain itu, mereka juga memiliki ambisi untuk merebut kembali Semenanjung Sinau yang direbut pasca Six Day War 1967.