AS Remehkan Serangan di Laut Merah untuk Redam Bara Timur Tengah
loading...
A
A
A
WASHINGTON - Serangan terhadap pasukan Amerika Serikat (AS) di Timur Tengah meningkat di tengah dukungan AS yang tak tergoyahkan terhadap Israel yang melakukan “genosida” di Jalur Gaza.
Beberapa pejabat AS dilaporkan yakin pemerintahan Presiden Joe Biden mungkin meremehkan serangan terhadap kapal-kapal kargo AS di Laut Merah dalam upaya menghindari meningkatnya ketegangan di Timur Tengah di tengah konflik Palestina-Israel.
Menurut Pentagon, USS Carney bergegas menanggapi sinyal marabahaya beberapa kapal komersial AS yang ditembaki pasukan Houthi di Yaman.
Serangan tersebut dilaporkan melibatkan tiga drone udara tak berawak dan sejumlah rudal yang tidak ditentukan jumlahnya. Baku tembak selama berjam-jam pun terjadi, di mana ketiga drone tersebut ditembak jatuh.
Amerika Serikat dan negara-negara Barat lainnya mengklaim pasukan Houthi di Yaman didanai dan dikendalikan Iran, klaim yang dibantah Teheran.
Para pejabat, termasuk penasihat keamanan nasional Jake Sullivan, menyatakan AS “tidak dapat menilai” apakah USS Carney menjadi sasaran serangan tersebut.
Demikian pula, para pejabat Amerika juga tidak memberikan komitmen terkait serangan Houthi lainnya terhadap pelayaran komersial di wilayah tersebut selama beberapa bulan terakhir.
Selain kapal pelayaran komersial, pasukan AS telah diserang beberapa kali di Irak dan Suriah sejak 7 Oktober 2023.
Namun, empat pejabat yang tidak disebutkan namanya mengatakan kepada media AS bahwa mereka yakin pasukan angkatan laut AS berada di bawah ancaman di Teluk Persia dan Laut Merah.
“Anda akan kesulitan menemukan waktu lain pasukan AS ditantang dengan cara seperti ini di wilayah tersebut,” ujar seorang pejabat.
Yang lain mengatakan dia setuju dengan penilaian bahwa tidak diketahui apakah USS Carney menjadi sasaran, tetapi menambahkan pemerintahan Biden menekankan narasi tersebut untuk “menghindari eskalasi yang tidak perlu” di wilayah tersebut.
Namun, ditekankan bahwa pemerintahan Biden memberikan ruang gerak, sehingga para pejabat dapat memperbarui penilaian mereka di lain waktu.
Laksamana Christopher Grady mengatakan serangan-serangan itu mewakili perluasan konflik. “Ini mungkin merupakan perluasan dari konflik yang lebih besar antara Israel dan Hamas,” ujar dia, bertentangan dengan juru bicara Pentagon yang telah berulang kali menggambarkan serangan Houthi terhadap kapal pengiriman sebagai hal yang “terpisah dan berbeda” dari konflik Palestina-Israel.
Para pejabat lebih lanjut mengindikasikan respons yang lebih besar dari AS masih mungkin dilakukan.
“Jika kami melakukan penilaian atau merasa perlu untuk merespons, kami akan selalu mengambil keputusan tersebut pada waktu atau tempat yang kami pilih. Itu adalah keputusan yang juga akan dibuat oleh (menteri pertahanan AS) bersama dengan presiden,” ujar seorang pejabat Departemen Pertahanan kepada media AS.
Menanggapi klaim pemerintah Inggris bahwa pemerintah Teheran berada di balik serangan pemberontak Houthi, juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran Nasser Kanaani menampik klaim tersebut.
“Seperti yang telah kami umumkan dengan jelas sebelumnya, faksi-faksi perlawanan di kawasan ini tidak menerima perintah dari Republik Islam Iran untuk melawan dan menanggapi kejahatan perang dan genosida yang dilakukan rezim Zionis yang membunuh anak-anak,” ujar dia.
Dia kemudian menambahkan, “AS adalah kaki tangan kejahatan perang, pembantaian dan genosida yang dilakukan rezim Zionis perampas kekuasaan terhadap warga Palestina.”
Pakar kebijakan luar negeri telah berulang kali memperingatkan dukungan AS terhadap Israel membahayakan warga negara Amerika dan kepentingan AS.
Pada bulan Oktober, beberapa pekan setelah serangan mendadak Hamas, Departemen Luar Negeri mengeluarkan peringatan “kehati-hatian di seluruh dunia” yang jarang terjadi, memperingatkan wisatawan Amerika mempunyai risiko lebih besar terhadap kekerasan dan menyarankan mereka berhati-hati di kawasan wisata.
Dukungan AS terhadap Israel juga telah mempengaruhi hubungan dan kebijakan luar negeri AS selama beberapa dekade.
Stephan M. Walt, profesor hubungan internasional di Harvard, menulis pada tahun 2021 bahwa sudah waktunya mengakhiri “hubungan khusus” antara AS dan Israel.
Dia menyatakan hal itu digunakan sebagai pembenaran atas serangan 11 September. Dia lebih lanjut berpendapat “manfaat” dari dukungan AS “tidak ada, dan biayanya tinggi dan terus meningkat.”
Beberapa pejabat AS dilaporkan yakin pemerintahan Presiden Joe Biden mungkin meremehkan serangan terhadap kapal-kapal kargo AS di Laut Merah dalam upaya menghindari meningkatnya ketegangan di Timur Tengah di tengah konflik Palestina-Israel.
Menurut Pentagon, USS Carney bergegas menanggapi sinyal marabahaya beberapa kapal komersial AS yang ditembaki pasukan Houthi di Yaman.
Serangan tersebut dilaporkan melibatkan tiga drone udara tak berawak dan sejumlah rudal yang tidak ditentukan jumlahnya. Baku tembak selama berjam-jam pun terjadi, di mana ketiga drone tersebut ditembak jatuh.
Amerika Serikat dan negara-negara Barat lainnya mengklaim pasukan Houthi di Yaman didanai dan dikendalikan Iran, klaim yang dibantah Teheran.
Para pejabat, termasuk penasihat keamanan nasional Jake Sullivan, menyatakan AS “tidak dapat menilai” apakah USS Carney menjadi sasaran serangan tersebut.
Demikian pula, para pejabat Amerika juga tidak memberikan komitmen terkait serangan Houthi lainnya terhadap pelayaran komersial di wilayah tersebut selama beberapa bulan terakhir.
Selain kapal pelayaran komersial, pasukan AS telah diserang beberapa kali di Irak dan Suriah sejak 7 Oktober 2023.
Namun, empat pejabat yang tidak disebutkan namanya mengatakan kepada media AS bahwa mereka yakin pasukan angkatan laut AS berada di bawah ancaman di Teluk Persia dan Laut Merah.
“Anda akan kesulitan menemukan waktu lain pasukan AS ditantang dengan cara seperti ini di wilayah tersebut,” ujar seorang pejabat.
Yang lain mengatakan dia setuju dengan penilaian bahwa tidak diketahui apakah USS Carney menjadi sasaran, tetapi menambahkan pemerintahan Biden menekankan narasi tersebut untuk “menghindari eskalasi yang tidak perlu” di wilayah tersebut.
Namun, ditekankan bahwa pemerintahan Biden memberikan ruang gerak, sehingga para pejabat dapat memperbarui penilaian mereka di lain waktu.
Laksamana Christopher Grady mengatakan serangan-serangan itu mewakili perluasan konflik. “Ini mungkin merupakan perluasan dari konflik yang lebih besar antara Israel dan Hamas,” ujar dia, bertentangan dengan juru bicara Pentagon yang telah berulang kali menggambarkan serangan Houthi terhadap kapal pengiriman sebagai hal yang “terpisah dan berbeda” dari konflik Palestina-Israel.
Para pejabat lebih lanjut mengindikasikan respons yang lebih besar dari AS masih mungkin dilakukan.
“Jika kami melakukan penilaian atau merasa perlu untuk merespons, kami akan selalu mengambil keputusan tersebut pada waktu atau tempat yang kami pilih. Itu adalah keputusan yang juga akan dibuat oleh (menteri pertahanan AS) bersama dengan presiden,” ujar seorang pejabat Departemen Pertahanan kepada media AS.
Menanggapi klaim pemerintah Inggris bahwa pemerintah Teheran berada di balik serangan pemberontak Houthi, juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran Nasser Kanaani menampik klaim tersebut.
“Seperti yang telah kami umumkan dengan jelas sebelumnya, faksi-faksi perlawanan di kawasan ini tidak menerima perintah dari Republik Islam Iran untuk melawan dan menanggapi kejahatan perang dan genosida yang dilakukan rezim Zionis yang membunuh anak-anak,” ujar dia.
Dia kemudian menambahkan, “AS adalah kaki tangan kejahatan perang, pembantaian dan genosida yang dilakukan rezim Zionis perampas kekuasaan terhadap warga Palestina.”
Pakar kebijakan luar negeri telah berulang kali memperingatkan dukungan AS terhadap Israel membahayakan warga negara Amerika dan kepentingan AS.
Pada bulan Oktober, beberapa pekan setelah serangan mendadak Hamas, Departemen Luar Negeri mengeluarkan peringatan “kehati-hatian di seluruh dunia” yang jarang terjadi, memperingatkan wisatawan Amerika mempunyai risiko lebih besar terhadap kekerasan dan menyarankan mereka berhati-hati di kawasan wisata.
Dukungan AS terhadap Israel juga telah mempengaruhi hubungan dan kebijakan luar negeri AS selama beberapa dekade.
Stephan M. Walt, profesor hubungan internasional di Harvard, menulis pada tahun 2021 bahwa sudah waktunya mengakhiri “hubungan khusus” antara AS dan Israel.
Dia menyatakan hal itu digunakan sebagai pembenaran atas serangan 11 September. Dia lebih lanjut berpendapat “manfaat” dari dukungan AS “tidak ada, dan biayanya tinggi dan terus meningkat.”
(sya)