Trump Telepon Abbas Ingin Pindahkan Kedubes AS di Israel ke Yerusalem
A
A
A
WASHINGTON - Presiden Donald Trump menelepon Presiden Palestina Mahmoud Abbas pada hari Selasa waktu Washington bahwa dia bermaksud untuk memindahkan Kedutaan Besar (Kedubes) Amerika Serikat (AS) di Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem.
Trump, menurut seorang pejabat senior AS, berencana mengumumkan pengakuan Washington bahwa Yerusalem menjadi Ibu Kota Israel pada hari Rabu (6/12/2017).
”Presiden Mahmoud Abbas menerima telepon dari Presiden Amerika Serikat Donald Trump di mana dia (Trump) memberi tahu presiden tentang niatnya untuk memindahkan Kedutaan Besar Amerika dari Tel Aviv ke Yerusalem,” kata juru bicara Abbas, Nabil Abu Rdainah.
Abu Rdainah tidak merinci apakah Trump juga berbicara dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan Raja Yordania Abdullah soal langkah AS tersebut.
“Abbas memperingatkan konsekuensi berbahaya dari keputusan tersebut mengenai proses perdamaian, keamanan dan stabilitas wilayah dan dunia,” ujar Abu Rdainah, seperti dikutip Reuters.
Menteri Intelijen Israel, Israel Katz, yang bertemu dengan para pejabat AS di Washington pekan lalu, mengatakan kepada Army Radio, bahwa Yerusalem akan diakui sebagai Ibu Kota Israel. ”Kesan saya adalah bahwa presiden akan mengakui Yerusalem, ibu kota abadi orang-orang Yahudi selama 3.000 tahun, sebagai ibu kota negara Israel,” ujarnya.
Ketika ditanya apakah Israel sedang mempersiapkan gelombang kekerasan jika Trump mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel, dia berujar; ”Kami sedang mempersiapkan setiap pilihan. Apa pun itu selalu bisa meletus. Jika Abu Mazen (Presiden Palestina Mahmoud Abbas) akan memimpin ke arah itu, maka dia akan membuat kesalahan besar.”
Sementara itu, Turki mengancam akan memutuskan hubungan diplomatik dengan Israel jika Trump mengakui Yerusalem sebagai ibu kota negara Yahudi itu.
”Trump, Yerusalem adalah garis merah umat Islam,” kata Presiden Turki Tayyip Erdogan dalam sebuah pertemuan parlemen Partai AK, partai berkuasa di Turki.
”Ini bisa sampai sejauh pemutusan hubungan Turki dengan Israel. Saya memperingatkan Amerika Serikat untuk tidak mengambil langkah yang akan memperdalam masalah di wilayah ini.”
Tapi, Katz melalui Twitter menolak ancaman Erdogan. ”Kami tidak menerima perintah atau menerima ancaman dari presiden Turki,” tulis dia.
Trump, menurut seorang pejabat senior AS, berencana mengumumkan pengakuan Washington bahwa Yerusalem menjadi Ibu Kota Israel pada hari Rabu (6/12/2017).
”Presiden Mahmoud Abbas menerima telepon dari Presiden Amerika Serikat Donald Trump di mana dia (Trump) memberi tahu presiden tentang niatnya untuk memindahkan Kedutaan Besar Amerika dari Tel Aviv ke Yerusalem,” kata juru bicara Abbas, Nabil Abu Rdainah.
Abu Rdainah tidak merinci apakah Trump juga berbicara dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan Raja Yordania Abdullah soal langkah AS tersebut.
“Abbas memperingatkan konsekuensi berbahaya dari keputusan tersebut mengenai proses perdamaian, keamanan dan stabilitas wilayah dan dunia,” ujar Abu Rdainah, seperti dikutip Reuters.
Menteri Intelijen Israel, Israel Katz, yang bertemu dengan para pejabat AS di Washington pekan lalu, mengatakan kepada Army Radio, bahwa Yerusalem akan diakui sebagai Ibu Kota Israel. ”Kesan saya adalah bahwa presiden akan mengakui Yerusalem, ibu kota abadi orang-orang Yahudi selama 3.000 tahun, sebagai ibu kota negara Israel,” ujarnya.
Ketika ditanya apakah Israel sedang mempersiapkan gelombang kekerasan jika Trump mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel, dia berujar; ”Kami sedang mempersiapkan setiap pilihan. Apa pun itu selalu bisa meletus. Jika Abu Mazen (Presiden Palestina Mahmoud Abbas) akan memimpin ke arah itu, maka dia akan membuat kesalahan besar.”
Sementara itu, Turki mengancam akan memutuskan hubungan diplomatik dengan Israel jika Trump mengakui Yerusalem sebagai ibu kota negara Yahudi itu.
”Trump, Yerusalem adalah garis merah umat Islam,” kata Presiden Turki Tayyip Erdogan dalam sebuah pertemuan parlemen Partai AK, partai berkuasa di Turki.
”Ini bisa sampai sejauh pemutusan hubungan Turki dengan Israel. Saya memperingatkan Amerika Serikat untuk tidak mengambil langkah yang akan memperdalam masalah di wilayah ini.”
Tapi, Katz melalui Twitter menolak ancaman Erdogan. ”Kami tidak menerima perintah atau menerima ancaman dari presiden Turki,” tulis dia.
(mas)