Cegah Invasi Israel, Militer Libanon Siaga
A
A
A
BEIRUT - Panglima Militer Libanon Jenderal Joseph Aoun meminta tentaranya agar siaga penuh di perbatasan selatan untuk menghadapi ancaman serangan tentara Israel.
Aoun menyerukan pasukannya agar tetap waspada untuk implementasi resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) 1701 dalam menjaga stabilitas di perbatasan dengan Israel. Resolusi tersebut bertujuan mengakhiri perang mematikan antara Israel dan Libanon pada 2006.
Sejak itu, kedua belah pihak menghindari konflik besar. PBB tetap mempertahankan pasukan penjaga perdamaian di perbatasan Israel-Libanon. Di bawah resolusi tersebut, tentara Libanon bertanggung jawab untuk keamanan.
Ketegangan meningkat antara Hizbullah dan Israel seiring dengan keterlibatan pejuang Hizbullah dalam perang di Suriah dan Irak. "Saya menyerukan kalian semua (tentara) untuk siaga penuh di perbatasan utara demi menghadapi ancaman musuh Israel dan segala bentuk pelanggarannya," ujar Aoun.
Dia menegaskan, memang ada indikasi bahwa niat agresi Israel terhadap Libanon, rakyatnya, dan tentaranya. "Situasi politik yang kisruh menjadikan Libanon harus meningkatkan kewaspadaan dan kesiagaan," ujar Aoun dilansir Reuters.
Komentar tentang kesiagaan perang menjadi hal langka. Pasalnya, krisis politik tengah melanda Libanon karena Perdana Menteri (PM) Saad al-Hariri mengundurkan diri pada awal bulan ini saat berkunjung di Arab Saudi. Dia mengkhawatirkan keselamatan nyawanya karena diancam akan dibunuh. Namun, kubu Hizbullah menuding kalau Hariri ditekan Arab Saudi untuk mundur. Dia mengingatkan kehidupan ratusan ribu warga Libanon di Teluk akan berisiko, seperti halnya perdagangan dan stabilitas ekonomi negara itu. Dia mengungkapkan pengunduran dirinya menjadi "kejutan positif" bagi negaranya yang dalam posisi bahaya.
Sementara itu, Presiden Libanon Michel Aoun mengungkapkan, Libanon akan menghadapi agresi Israel. "Israel terus menarget Libanon, dengan begitu rakyat Libanon memiliki hak membela diri dan menggagalkan rencana Israel dengan segala cara," ujar Michel Aoun dilansir Arab News.
Hal senada juga diungkapkan Menteri Luar Negeri Libanon Gebran Bassil yang memperingatkan Tel Aviv yang mengobarkan peperangan. "Libanon siap melawan. Tapi, lebih penting untuk mencegah Israel melakukan invasi," katanya kepada RT.
Dia mengungkapkan, Libanon harus mencegah Israel memulai serangan karena Beirut pasti akan memenangkan peperangan. Dari Tel Aviv, seorang pejabat senior Israel mengabaikan peringatan tentang kemungkinan agresi militer terhadap Libanon. "Itu tidak masuk akal," ujar pejabat yang enggan disebutkan namanya.
Sejak Minggu (19/11) lalu, militer Israel memang menggelar serangan di dekat perbatasan dengan Suriah. Sebelumnya Menteri Energi Israel Yuval Steinitz mengatakan, kalau Tel Aviv akan bekerja sama dengan dunia Arab yang moderat, termasuk Arab Saudi untuk mengekang Iran.
"Kita tidak malu bekerja sama dengan negara Arab," ujarnya. Padahal Israel pernah beberapa kali terlibat perang melawan negara-negara Arab. Bahkan, Kepala Staf Pasukan Pertahanan Israel Letnan Jenderal Gadi Eisenkot juga mengungkapkan, Tel Aviv siap berkontribusi dalam aliansi internasional baru di Timur Tengah. "Kita ingin menghentikan ancaman Iran," tuturnya.
Dia mengungkapkan Israel belum memiliki rencana menyerang Hizbullah. Kemudian Presiden Michel Aoun juga menegaskan, kalau Libanon tidak bertanggung jawab terhadap konflik regional dan Arab karena negara itu tidak pernah menyerang negara lain. Dia juga menolak kalau Pemerintah Libanon ikut mendukung aksi teroris. "Libanon menolak Hizbullah sebagai organisasi teroris. Hizbullah juga bagian dari pemerintah," katanya.
Sekjen Liga Arab Ahmed Aboul Gheit berkunjung ke Beirut pada Senin (20/11) lalu, setelah pertemuan para menteri luar negeri di Kairo. Dia ingin menyampaikan kutukan Liga Arab terhadap serangan misil balistik buatan Iran dari kawasan Yaman ke Riyadh. Mengenai kekhawatiran ancaman serangan Arab Saudi ke Libanon untuk menghancurkan basis Hizbullah, Aboul Gheit menegaskan, kalau negara-negara Arab menjamin kemerdekaan dan kedaulatan Libanon.
"Negara-negara Arab memiliki peran untuk melindungi struktur politik unik (di Libanon) dan menolak untuk menghancurkannya," katanya.
Aoun menyerukan pasukannya agar tetap waspada untuk implementasi resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) 1701 dalam menjaga stabilitas di perbatasan dengan Israel. Resolusi tersebut bertujuan mengakhiri perang mematikan antara Israel dan Libanon pada 2006.
Sejak itu, kedua belah pihak menghindari konflik besar. PBB tetap mempertahankan pasukan penjaga perdamaian di perbatasan Israel-Libanon. Di bawah resolusi tersebut, tentara Libanon bertanggung jawab untuk keamanan.
Ketegangan meningkat antara Hizbullah dan Israel seiring dengan keterlibatan pejuang Hizbullah dalam perang di Suriah dan Irak. "Saya menyerukan kalian semua (tentara) untuk siaga penuh di perbatasan utara demi menghadapi ancaman musuh Israel dan segala bentuk pelanggarannya," ujar Aoun.
Dia menegaskan, memang ada indikasi bahwa niat agresi Israel terhadap Libanon, rakyatnya, dan tentaranya. "Situasi politik yang kisruh menjadikan Libanon harus meningkatkan kewaspadaan dan kesiagaan," ujar Aoun dilansir Reuters.
Komentar tentang kesiagaan perang menjadi hal langka. Pasalnya, krisis politik tengah melanda Libanon karena Perdana Menteri (PM) Saad al-Hariri mengundurkan diri pada awal bulan ini saat berkunjung di Arab Saudi. Dia mengkhawatirkan keselamatan nyawanya karena diancam akan dibunuh. Namun, kubu Hizbullah menuding kalau Hariri ditekan Arab Saudi untuk mundur. Dia mengingatkan kehidupan ratusan ribu warga Libanon di Teluk akan berisiko, seperti halnya perdagangan dan stabilitas ekonomi negara itu. Dia mengungkapkan pengunduran dirinya menjadi "kejutan positif" bagi negaranya yang dalam posisi bahaya.
Sementara itu, Presiden Libanon Michel Aoun mengungkapkan, Libanon akan menghadapi agresi Israel. "Israel terus menarget Libanon, dengan begitu rakyat Libanon memiliki hak membela diri dan menggagalkan rencana Israel dengan segala cara," ujar Michel Aoun dilansir Arab News.
Hal senada juga diungkapkan Menteri Luar Negeri Libanon Gebran Bassil yang memperingatkan Tel Aviv yang mengobarkan peperangan. "Libanon siap melawan. Tapi, lebih penting untuk mencegah Israel melakukan invasi," katanya kepada RT.
Dia mengungkapkan, Libanon harus mencegah Israel memulai serangan karena Beirut pasti akan memenangkan peperangan. Dari Tel Aviv, seorang pejabat senior Israel mengabaikan peringatan tentang kemungkinan agresi militer terhadap Libanon. "Itu tidak masuk akal," ujar pejabat yang enggan disebutkan namanya.
Sejak Minggu (19/11) lalu, militer Israel memang menggelar serangan di dekat perbatasan dengan Suriah. Sebelumnya Menteri Energi Israel Yuval Steinitz mengatakan, kalau Tel Aviv akan bekerja sama dengan dunia Arab yang moderat, termasuk Arab Saudi untuk mengekang Iran.
"Kita tidak malu bekerja sama dengan negara Arab," ujarnya. Padahal Israel pernah beberapa kali terlibat perang melawan negara-negara Arab. Bahkan, Kepala Staf Pasukan Pertahanan Israel Letnan Jenderal Gadi Eisenkot juga mengungkapkan, Tel Aviv siap berkontribusi dalam aliansi internasional baru di Timur Tengah. "Kita ingin menghentikan ancaman Iran," tuturnya.
Dia mengungkapkan Israel belum memiliki rencana menyerang Hizbullah. Kemudian Presiden Michel Aoun juga menegaskan, kalau Libanon tidak bertanggung jawab terhadap konflik regional dan Arab karena negara itu tidak pernah menyerang negara lain. Dia juga menolak kalau Pemerintah Libanon ikut mendukung aksi teroris. "Libanon menolak Hizbullah sebagai organisasi teroris. Hizbullah juga bagian dari pemerintah," katanya.
Sekjen Liga Arab Ahmed Aboul Gheit berkunjung ke Beirut pada Senin (20/11) lalu, setelah pertemuan para menteri luar negeri di Kairo. Dia ingin menyampaikan kutukan Liga Arab terhadap serangan misil balistik buatan Iran dari kawasan Yaman ke Riyadh. Mengenai kekhawatiran ancaman serangan Arab Saudi ke Libanon untuk menghancurkan basis Hizbullah, Aboul Gheit menegaskan, kalau negara-negara Arab menjamin kemerdekaan dan kedaulatan Libanon.
"Negara-negara Arab memiliki peran untuk melindungi struktur politik unik (di Libanon) dan menolak untuk menghancurkannya," katanya.
(amm)