Evolusi Sikap Arab Saudi dalam Perang Gaza: dari Netral hingga Embargo Senjata untuk Israel
loading...
A
A
A
Pada titik ini, Pangeran Farhan dipandang sebagai pemimpin diplomasi Arab melalui bahasa yang sangat berbeda dibandingkan dengan bahasa yang digunakan pada 8 Oktober.
“Kami mulai melihat adanya pergeseran posisi, belum cukup, namun bergerak ke arah yang benar,” ujarnya pada konferensi pers usai KTT Bersama OKI-Liga Arab.
“Kami mulai mendengar bahwa negara-negara yang dulunya memberikan cek kosong kepada Israel kini berbicara tentang perlindungan warga sipil dan pentingnya melakukan pertempuran dalam batas-batas Hukum Humaniter Internasional dan jeda kemanusiaan," paparnya.
Meskipun Arab Saudi telah mengesampingkan penggunaan kekuatan ekonomi mereka untuk melakukan embargo terhadap negara-negara Barat yang mendukung dan membiayai perang Israel di Gaza, Putra Mahkota Mohammed bin Salman mengambil beberapa langkah lebih dekat ke posisi yang dianggap kuat.
Dalam pidatonya pada KTT Luar Biasa BRICS pada Selasa, 21 November 2023, Mohammed bin Salman mengatakan kejahatan brutal disaksikan di Gaza terhadap warga sipil tak berdosa. Dia menuntut komunitas internasional untuk menghentikan bencana kemanusiaan tersebut.
Dia mengulangi kecaman Riyadh atas agresi Israel di Jalur Gaza, menolak segala dalih yang membenarkan tindakan Israel dan yang paling penting, dia mendesak pemberlakuan embargo senjata untuk Israel.
"Kami mendesak semua negara untuk berhenti mengekspor senjata dan amunisi ke Israel," kata Pangeran Mohammed bin Salman.
Menariknya, masuknya Israel ke Timur Tengah, dan potensi normalisasi Israel-Arab Saudi, sering disebut-sebut sebagai bagian dari upaya AS untuk memperkuat keamanan sekutunya: yaitu untuk menawarkan perlindungan militer Israel kepada negara-negara Arab dalam persaingan geostrategis Timur Tengah mereka melawan Iran.
Menurut laporan Palestine Chronicle, Kamis (23/11/2023), seruan Pangeran Mohammed bin Salman untuk melakukan embargo senjata terhadap Israel merupakan indikasi perubahan sikap Riyadh terhadap Tel Aviv.
“Kami mulai melihat adanya pergeseran posisi, belum cukup, namun bergerak ke arah yang benar,” ujarnya pada konferensi pers usai KTT Bersama OKI-Liga Arab.
“Kami mulai mendengar bahwa negara-negara yang dulunya memberikan cek kosong kepada Israel kini berbicara tentang perlindungan warga sipil dan pentingnya melakukan pertempuran dalam batas-batas Hukum Humaniter Internasional dan jeda kemanusiaan," paparnya.
Meskipun Arab Saudi telah mengesampingkan penggunaan kekuatan ekonomi mereka untuk melakukan embargo terhadap negara-negara Barat yang mendukung dan membiayai perang Israel di Gaza, Putra Mahkota Mohammed bin Salman mengambil beberapa langkah lebih dekat ke posisi yang dianggap kuat.
Dalam pidatonya pada KTT Luar Biasa BRICS pada Selasa, 21 November 2023, Mohammed bin Salman mengatakan kejahatan brutal disaksikan di Gaza terhadap warga sipil tak berdosa. Dia menuntut komunitas internasional untuk menghentikan bencana kemanusiaan tersebut.
Dia mengulangi kecaman Riyadh atas agresi Israel di Jalur Gaza, menolak segala dalih yang membenarkan tindakan Israel dan yang paling penting, dia mendesak pemberlakuan embargo senjata untuk Israel.
"Kami mendesak semua negara untuk berhenti mengekspor senjata dan amunisi ke Israel," kata Pangeran Mohammed bin Salman.
Menariknya, masuknya Israel ke Timur Tengah, dan potensi normalisasi Israel-Arab Saudi, sering disebut-sebut sebagai bagian dari upaya AS untuk memperkuat keamanan sekutunya: yaitu untuk menawarkan perlindungan militer Israel kepada negara-negara Arab dalam persaingan geostrategis Timur Tengah mereka melawan Iran.
Menurut laporan Palestine Chronicle, Kamis (23/11/2023), seruan Pangeran Mohammed bin Salman untuk melakukan embargo senjata terhadap Israel merupakan indikasi perubahan sikap Riyadh terhadap Tel Aviv.
(mas)