Dibombardir Israel, 18 Rumah Sakit di Jalur Gaza Terpaksa Ditutup
loading...
A
A
A
JALUR GAZA - Sebanyak 18 rumah sakit di Jalur Gaza terpaksa menghentikan operasionalnya di tengah tembakan artileri dan serangan udara besar-besaran Israel. Hal itu diungkapkan otoritas kesehatan di wilayah kantong Palestina itu kepada Al Jazeera.
“Sebanyak 18 rumah sakit, termasuk delapan fasilitas yang dikelola negara, harus menghentikan operasional mereka di Jalur Gaza. Situasi di rumah sakit Gaza adalah sebuah bencana. Tidak ada kata-kata yang dapat menggambarkan hal ini, terutama di wilayah utara,” bunyi laporan Al Jazeera mengutip sebuah sumber yang dikutip dari TASS, Rabu (8/11/2023).
“Rumah sakit di Gaza utara mengalami kekurangan obat-obatan, makanan, bahan bakar,” katanya.
Situasi di Timur Tengah meningkat tajam setelah serangan militan Hamas dari Jalur Gaza ke Israel pada tanggal 7 Oktober, disertai dengan pembunuhan penduduk pemukiman Israel di dekat perbatasan dan penyanderaan lebih dari 200 orang.
Hamas menganggap serangan itu sebagai respons atas tindakan Israel terhadap Masjid al-Aqsa di Temple Mount Yerusalem.
Israel kemudian menyatakan pengepungan total terhadap Jalur Gaza dan mulai melancarkan serangan terhadap wilayah tersebut serta sebagian wilayah Lebanon serta Suriah. Bentrokan juga terjadi di Tepi Barat.
Pada tanggal 27 Oktober, juru bicara utama IDF, Laksamana Muda Daniel Hagari, mengumumkan perluasan serangan darat Israel di Gaza.
Hingga saat ini lebih dari 10.300 orang telah terbunuh di Gaza menurut kementerian kesehatan yang dikelola Hamas, termasuk lebih dari 4.100 anak-anak.
“Sebanyak 18 rumah sakit, termasuk delapan fasilitas yang dikelola negara, harus menghentikan operasional mereka di Jalur Gaza. Situasi di rumah sakit Gaza adalah sebuah bencana. Tidak ada kata-kata yang dapat menggambarkan hal ini, terutama di wilayah utara,” bunyi laporan Al Jazeera mengutip sebuah sumber yang dikutip dari TASS, Rabu (8/11/2023).
“Rumah sakit di Gaza utara mengalami kekurangan obat-obatan, makanan, bahan bakar,” katanya.
Situasi di Timur Tengah meningkat tajam setelah serangan militan Hamas dari Jalur Gaza ke Israel pada tanggal 7 Oktober, disertai dengan pembunuhan penduduk pemukiman Israel di dekat perbatasan dan penyanderaan lebih dari 200 orang.
Hamas menganggap serangan itu sebagai respons atas tindakan Israel terhadap Masjid al-Aqsa di Temple Mount Yerusalem.
Israel kemudian menyatakan pengepungan total terhadap Jalur Gaza dan mulai melancarkan serangan terhadap wilayah tersebut serta sebagian wilayah Lebanon serta Suriah. Bentrokan juga terjadi di Tepi Barat.
Pada tanggal 27 Oktober, juru bicara utama IDF, Laksamana Muda Daniel Hagari, mengumumkan perluasan serangan darat Israel di Gaza.
Hingga saat ini lebih dari 10.300 orang telah terbunuh di Gaza menurut kementerian kesehatan yang dikelola Hamas, termasuk lebih dari 4.100 anak-anak.
(ian)