Sederet Fakta Mundurnya Direktur HAM PBB
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kabar mengejutkan datang dari Direktur Hak Asasi Manusi (HAM) PBB di New York Craig Mokhiber. Ia mengambil keputusan untuk mengundurkan diri dari jabatannya, dengan alasan kegagalan badan tersebut menangani krisis Israel-Palestina dengan baik.
Mundurnya Mokhiber adalah sebuah tamparan bagi dunia dan organisasi internasional yang hingga saat ini tidak berdaya untuk menghentikan keberingasan Israel membombardir Jalur Gaza dengan melanggar sederet hukum internasional.
Mundurnya Craig Mokhiber meninggalkan sejumlah fakta yang menarik untuk diungkap. Berikut adalah sederet fakta mundurnya praktisi hukum itu dari jabatan Direktur Hak Asasi Manusi (HAM) PBB di New York.
Seperti ditulis di atas, Mokhiber mengundurkan diri karena merasa badan yang dipimpinnya gagal menangani krisis Israel-Palestina dengan baik. Lebih jauh, ia menuduh PBB sekali lagi gagal mengambil tindakan, mengacu pada genosida sebelumnya di Bosnia, Rwanda, dan Myanmar.
Ia pun telah meminta PBB untuk menerapkan standar yang sama kepada Israel seperti yang diterapkan ketika menilai pelanggaran hak asasi manusia di negara-negara lain di dunia.
“Bukannya melakukan tugasnya, PBB justru menyerah pada kekuasaan Amerika Serikat (AS) dan menyerah pada lobi Israel, sementara proyek kolonial pemukim, etno-nasionalis, orang Eropa di Palestina telah memasuki tahap akhir,” ujar pejabat tinggi PBB itu.
Menurutnya, PBB telah berulang kali gagal menghentikan genosida, menurut Mokhiber, dengan menyebutkan peristiwa di Rwanda dan Bosnia, genosida terhadap Yazidi oleh ISIS, dan Rohingya di Myanmar sebagai contohnya.
“Dalam beberapa dekade terakhir, bagian-bagian penting dari PBB telah menyerah pada kekuatan Amerika Serikat dan ketakutan terhadap lobi Israel, sehingga mereka mengabaikan prinsip-prinsip ini, dan mundur dari hukum internasional itu sendiri. Kita telah kehilangan banyak hal karena pengabaian ini, termasuk kredibilitas global kita sendiri. Namun rakyat Palestinalah yang menderita kerugian terbesar akibat kegagalan kami,” ujar dia.
“Untuk memperbaiki situasi ini, PBB harus belajar dari sikap prinsip yang diambil di kota-kota di seluruh dunia dalam beberapa hari terakhir ketika banyak orang menentang genosida, bahkan dengan risiko pemukulan dan penangkapan,” saran dia.
Dalam surat pengunduran dirinya, Mokhiber mengatakan bahwa tindakan militer Israel di Jalur Gaza adalah genosida yang sesuai dengan aturan tertulis.
Dalam wawancara dengan Al Jazeera, ia mengatakan bahwa biasanya bagian tersulit dalam membuktikan genosida adalah harus adanya niat untuk menghancurkan seluruh atau sebagian kelompok tertentu.
"Dalam hal ini, niat para pemimpin Israel telah dinyatakan secara eksplisit dan dinyatakan secara terbuka – oleh perdana menteri, oleh presiden, oleh menteri-menteri senior di kabinet, oleh para pemimpin militer – sehingga hal tersebut mudah untuk dilakukan. Itu ada dalam catatan publik," ujarnya.
Mokhiber menyebut serangan Israel di Jalur Gaza adalah kasus genosida yang ada dalam buku teks. Proyek kolonial pemukim, etno-nasionalis Eropa, di Palestina telah memasuki tahap akhir, menuju percepatan penghancuran sisa-sisa terakhir kehidupan penduduk asli Palestina di Palestina.
“Pemerintah AS, Inggris, dan sebagian besar negara Eropa sepenuhnya terlibat dalam serangan yang mengerikan ini, bukan hanya karena kegagalan memenuhi kewajiban internasional mereka namun juga karena secara aktif mempersenjatai serangan tersebut, memberikan dukungan ekonomi dan intelijen, dan memberikan kedok politik dan diplomatik atas kekejaman Israel,” dia menjelaskan.
“Kedok ini semakin diperkuat oleh media korporat Barat, yang semakin banyak dikuasai dan berdekatan dengan negara, yang telah terus menerus melakukan dehumanisasi terhadap warga Palestina untuk memfasilitasi genosida, dan menyiarkan propaganda perang dan menganjurkan kebencian nasional, ras, atau agama,” tegasnya.
Dalam surat pengunduran dirinya, Mokhiber menyerukan kepada PBB untuk membatalkan solusi dua negara yang ilusif, dan menganjurkan pembentukan negara tunggal, demokratis, sekuler di seluruh wilayah bersejarah Palestina, yang akan menjamin “pembongkaran” Israel, yang disebutnya sebagai “proyek kolonial pemukim yang sangat rasis.”
Mundurnya Mokhiber adalah sebuah tamparan bagi dunia dan organisasi internasional yang hingga saat ini tidak berdaya untuk menghentikan keberingasan Israel membombardir Jalur Gaza dengan melanggar sederet hukum internasional.
Mundurnya Craig Mokhiber meninggalkan sejumlah fakta yang menarik untuk diungkap. Berikut adalah sederet fakta mundurnya praktisi hukum itu dari jabatan Direktur Hak Asasi Manusi (HAM) PBB di New York.
1. Merasa PBB Gagal Menangani Krisis Israel Palestina dan Tunduk Pada AS
Seperti ditulis di atas, Mokhiber mengundurkan diri karena merasa badan yang dipimpinnya gagal menangani krisis Israel-Palestina dengan baik. Lebih jauh, ia menuduh PBB sekali lagi gagal mengambil tindakan, mengacu pada genosida sebelumnya di Bosnia, Rwanda, dan Myanmar.
Ia pun telah meminta PBB untuk menerapkan standar yang sama kepada Israel seperti yang diterapkan ketika menilai pelanggaran hak asasi manusia di negara-negara lain di dunia.
“Bukannya melakukan tugasnya, PBB justru menyerah pada kekuasaan Amerika Serikat (AS) dan menyerah pada lobi Israel, sementara proyek kolonial pemukim, etno-nasionalis, orang Eropa di Palestina telah memasuki tahap akhir,” ujar pejabat tinggi PBB itu.
Menurutnya, PBB telah berulang kali gagal menghentikan genosida, menurut Mokhiber, dengan menyebutkan peristiwa di Rwanda dan Bosnia, genosida terhadap Yazidi oleh ISIS, dan Rohingya di Myanmar sebagai contohnya.
“Dalam beberapa dekade terakhir, bagian-bagian penting dari PBB telah menyerah pada kekuatan Amerika Serikat dan ketakutan terhadap lobi Israel, sehingga mereka mengabaikan prinsip-prinsip ini, dan mundur dari hukum internasional itu sendiri. Kita telah kehilangan banyak hal karena pengabaian ini, termasuk kredibilitas global kita sendiri. Namun rakyat Palestinalah yang menderita kerugian terbesar akibat kegagalan kami,” ujar dia.
“Untuk memperbaiki situasi ini, PBB harus belajar dari sikap prinsip yang diambil di kota-kota di seluruh dunia dalam beberapa hari terakhir ketika banyak orang menentang genosida, bahkan dengan risiko pemukulan dan penangkapan,” saran dia.
2. Menyebut Israel Telah Melakukan Genosida
Dalam surat pengunduran dirinya, Mokhiber mengatakan bahwa tindakan militer Israel di Jalur Gaza adalah genosida yang sesuai dengan aturan tertulis.
Dalam wawancara dengan Al Jazeera, ia mengatakan bahwa biasanya bagian tersulit dalam membuktikan genosida adalah harus adanya niat untuk menghancurkan seluruh atau sebagian kelompok tertentu.
"Dalam hal ini, niat para pemimpin Israel telah dinyatakan secara eksplisit dan dinyatakan secara terbuka – oleh perdana menteri, oleh presiden, oleh menteri-menteri senior di kabinet, oleh para pemimpin militer – sehingga hal tersebut mudah untuk dilakukan. Itu ada dalam catatan publik," ujarnya.
3. Menyebut AS dan Negara Besar Terlibat Aksi Genosida Israel di Jalur Gaza
Mokhiber menyebut serangan Israel di Jalur Gaza adalah kasus genosida yang ada dalam buku teks. Proyek kolonial pemukim, etno-nasionalis Eropa, di Palestina telah memasuki tahap akhir, menuju percepatan penghancuran sisa-sisa terakhir kehidupan penduduk asli Palestina di Palestina.
“Pemerintah AS, Inggris, dan sebagian besar negara Eropa sepenuhnya terlibat dalam serangan yang mengerikan ini, bukan hanya karena kegagalan memenuhi kewajiban internasional mereka namun juga karena secara aktif mempersenjatai serangan tersebut, memberikan dukungan ekonomi dan intelijen, dan memberikan kedok politik dan diplomatik atas kekejaman Israel,” dia menjelaskan.
“Kedok ini semakin diperkuat oleh media korporat Barat, yang semakin banyak dikuasai dan berdekatan dengan negara, yang telah terus menerus melakukan dehumanisasi terhadap warga Palestina untuk memfasilitasi genosida, dan menyiarkan propaganda perang dan menganjurkan kebencian nasional, ras, atau agama,” tegasnya.
4. Meminta PBB Membatalkan Solusi Dua Negara yang Ilusif
Dalam surat pengunduran dirinya, Mokhiber menyerukan kepada PBB untuk membatalkan solusi dua negara yang ilusif, dan menganjurkan pembentukan negara tunggal, demokratis, sekuler di seluruh wilayah bersejarah Palestina, yang akan menjamin “pembongkaran” Israel, yang disebutnya sebagai “proyek kolonial pemukim yang sangat rasis.”
(ian)