Militer Myanmar Terindikasi Gunakan Taktik Bumi Hangus terhadap Rohingya

Jum'at, 15 September 2017 - 09:38 WIB
Militer Myanmar Terindikasi Gunakan Taktik Bumi Hangus terhadap Rohingya
Militer Myanmar Terindikasi Gunakan Taktik Bumi Hangus terhadap Rohingya
A A A
YANGON - Militer Myanmar dan kelompok garis keras di negara itu terindikasi menjalankan taktik bumi hangus terhadap minoritas Rohingya di negara bagian Rakhine atau Arakan. Indikasi ini seperti dilaporkan Amnesty International dalam laporan terbarunya.

Taktik bumi hangus adalah strategi militer dengan melakukan perusakan segalanya terhadap musuh—termasuk bangunan dan barang-barang—ketika musuh mundur atau ketika musuh melewati kawasan yang jadi target.

Menurut laporan Amnesty International, desa-desa yang dihuni minoritas Muslim Rohingya dibakar dan orang-orang ditembaki saat mereka mencoba melarikan diri. Hal itu mengindikasikan bahwa taktik bumi hangus telah digunakan.

Menurut citra satelit terbaru—baik foto maupun video dari lokasi kejadian—setidaknya ada 80 kebakaran berskala besar di daerah-daerah yang didiami warga Rohingya di negara bagian Rakhine utara sejak 25 Agustus 2017.

”Bukti tidak terbantahkan, pasukan keamanan Myanmar sedang menetapkan negara bagian Rakhine utara terbakar dalam sebuah kampanye yang ditargetkan untuk mendorong orang-orang Rohingya keluar dari Myanmar,” kata Tirana Hassan, Direktur Penanggulangan Krisis Amnesty International.

”Jangan salah; ini adalah pembersihan etnis,” katanya lagi, seperti dilansir Al Jazeera, Jumat (15/9/2017).

Sekitar 370.000 orang Rohingya diperkirakan telah melarikan diri dari negara bagian Rakhine ke tetangga Bangladesh sejak kekerasan terbaru pecah di wilayah Rakhine. Kekerasan terjadi setelah kelompok gerilyawan Arakan Rohingya Solidarity Army (ARSA) menyerang pos-pos polisi dan markas militer yang menewaskan 12 petugas pada 25 Agustus. Sedangan ARSA inilah yang memicu operasi militer besar-besaran.

Pemerintah Myanmar mengakui bahwa hampir 40 persen desa Rohingya dijadikan sasaran tentara dalam apa yang disebut sebagai ”operasi pembersihan”. Dari 471 desa Rohingya yang jadi target militer, 176 di antaranya benar-benar sudah kosong saat ini dan 34 desa lainnya sebagian telah ditinggalkan warga Rohingya.

Dalam laporan tersebut, warga Rohingya yang selamat mengatakan bahwa tentara, polisi dan kelompok garis keras di Myanmar terkadang mengepung sebuah desa dan menembak ke udara sebelum memasuki desa tersebut. Mereka kemudian menyerang dan mulai menembak ke segala arah.

“Ketika militer datang, mereka mulai menembaki orang-orang yang sangat ketakutan dan mulai berlari, saya melihat militer menembak banyak orang dan membunuh dua anak laki-laki. Mereka menggunakan senjata untuk membakar rumah kami,” kata seorang warga Rohingya yang selamat.

”Dulu ada 900 rumah di desa kami, sekarang hanya 80 yang tersisa. Tak ada yang tersisa untuk mengubur jasad (korban),” lanjut warga Rohingya tersebut dalam laporan Amnesty International yang identitasnya dilindungi.

Amnesty menyatakan, pihaknya dapat menguatkan pembakaran dengan menganalisis foto-foto yang diambil dari seberang Sungai Naf di Bangladesh. Foto-foto itu menunjukkan kepulan asap besar yang membumbung di dalam wilayah Myanmar.

Sekjen PBB Antonio Guterres memperingatkan terjadinya pembersihan etnis jika tindakan keras militer Myanmar berlanjut di Rakhine.

Pemimpin de facto Myanmar Daw Aung san Suu Kyi telah dikecam masyarakat internasional karena dianggap tidak berbuat banyak untuk menghentikan kekerasan di Rakhine. Dia juga dinilai mengkhianati makna Nobel Perdamaian yang dia peroleh tahun 1991 karena berdiam diri saat kekerasan terjadi di “depan mata”-nya.
(mas)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4580 seconds (0.1#10.140)